Penulis Oleh : Nurkhofifa dan Suhardi
Pendidikan Agama Islam FITK IAIDU Asahan
SUARA UTAMA, Filsafat merupakan proses berpikir mendasar secara radikal, sistematis dan universal, dimana filsafat sendiri mempelajari tentang bagaimana berpikir mendalam hingga pada akarnya, namun secara bertahap dan melalui sudut pandang yang berbeda-beda pula. Filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan penerapan dari analisa yang telah terjadi di lapangan pendidikan atau hasil dari pandangan/pengamatan yang terjadi pada dunia pendidikan selama ini. Filsafat Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah “Konsep berfikir tentang pendidikan yang bersumber pada ajaran Islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam”.
Reward Dan Punishment Dalam Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu yang sangat penting yang harus diperhatikan dengan mengerahkan segenap kemampuan yang di miliki. Salah satu usaha untuk mencapai keberhasilan dalam pendidikan adalah dengan menerapkan kedisiplinan kepada para murid. Tanpa adanya suatu kedisiplinan yang tinggi maka hasil dari suatu pendidikan tidak akan dapat kita capai. Kedisiplinan diterapkan bukanlah untuk memberatkan apalagi membebani peserta didik. Kedisiplinan bertujuan untuk pembentukan karakter dan juga membimbing mereke pada pembentukan tingkah laku yang lebih baik lagi.
Untuk itulah guru ataupun sekolah harus dapat menegakkan peraturan-peraturan tersebut untuk menjaga kestabilan dalam proses belajar mengajar dengan memberikan Punishment bagi pelanggar aturan dan memberikan Reward bagi siswa yang berprestasi. Penerapan Punishment hendaknya dibarengi pemberian Reward. Jika Punishment bertujuan sebagai pencegahan suatu kelalaian peserta didik, maka Reward diberikan sebagai motivasi dan juga penghargaan yang diberikan kepada siswa. Reward dan Punishment, keduanya bertujuan untuk memperbaiki siswa dalam proses belajar mengajar. Hanya saja sudah tepatkah kita menggunakan Reward dan Punishment ini sebagai metode dalam pendidikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dari Reward dan Punishment dapat disimpulkan bahwa hukuman akan diberikan bagi yang melanggar peraturan dan hadiah diberikan sebagai motivasi, jadi diharapkan sebagai guru atau pendidik haruslah menggunakan keduanya pada saat yang tepat jika akan digunakan sebagai metode dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis ingin menguraikan dan memberikan pemahaman tentang kajian filsafat pendidikan islam dengan judul: Reward dan Punishment Dalam Pendidikan
BACA : Bangun Peradaban Literasi, Suara Utama Berkomitmen Lawan Hoax dengan SDM Jurnalis Siap Juang
Pengertian Reward dalam Perspektif Islam
Reward dalam pendidikan Islam sering disebut dengan jaza, ajr. dan tsawab yang bermakna, sesuatu yang diperoleh seseorang dalam hidup ini atau di akhirat sebab ia telah melakukan amal baik. Ketiga istilah tersebut banyak dijumpai di berbagai ayat Al-Qur’an, salah satunya. (Abdurrahman Saleh A, 1990: 221).
فَاٰ تٰٮهُمُ اللّٰهُ ثَوَا بَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَا بِ الْاٰ خِرَةِ ۗ وَا للّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۗۗ
Artinya: “Maka Allah memberi mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 148).
Reward merupakan salah satu cara guru dalam mengapresiasi siswa atas perbuatannya yang patut dipuji. Menurut Mulyasa, reward adalah respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan terulang kembalinya tingkah laku tersebut. (Moh Zaiful dan Aminul Rosi, 2018: 8).
Ngalim Purwanto mengatakan, Reward adalah alat pendidikan dimana alat ini untuk mendidik anak-anak supaya anak merasa senang karena perbuatan atau pekerjaanya mendapat penghargaan. Umumnya, anak akan mengetahui bahwa pekerjaan atau perbuatannya yang menyebabkan ia mendapat reward. Selanjutnya, pendidik bermaksud supaya dengan reward tersebut anak menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki dan mempertinggi prestasi yang telah dicapainya. Artinya, anak menjadi lebih keras kemauannya untuk bekerja atau berbuat yang lebih baik lagi. (Ngalim Purwanto, 2004: 182).
Pujian (Reward) mempunyai banyak tujuan dalam pembelajaran, tetapi yang penting untuk memperkuat perilaku yang tepat dan memberi umpan balik kepada peserta didik yang telah melakukan dengan benar. Secara keseluruhan pujian adalah gagasan yang baik, terutama di kelas yang banyak peserta didik yang pencapaiannya rendah. Kemudian yang penting lagi yaitu bagaimana pujian diberikan kepada peserta didik. (Ahmad Suhaimi, 2014, 4 (2): 157).
John W. Santrock mengatakan penguatan (imbalan) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Penguatan berarti memperkuat, dalam penguatan positif frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding), sedang dalam penguatan negatif, frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan atau tidak menyenangkan. Contoh ibu mengomeli anaknya secara terus menerus agar mengerjakan PR, sehingga anaknya merasa lelah dengan omelan dan mengerjakan PR-nya.
Halal Bihalal Virtual Redaksi Suara Utama (RSU)
BACA : Sinergitas Pemerhati Jurnalis Siber dan AR Learning Center serta RSU Wujudkan Wartawan Berkompeten
Pengertian Punishment dalam Perspektif Islam
Punishment (hukuman) adalah suatu perbuatan yang kurang menyenangkan, yang berupa penderitaan yang diberikan kepada siswa secara sadar dan sengaja, sehingga sadar hatinya untuk tidak mengulangi lagi. Punishment (hukuman) diberikan bukan sebagai bentuk siksaan baik fisik maupun rohani, melainkan sebagai usaha mengembalikan siswa ke arah yang baik dan memotivasinya menjadi pribadi yang imajinatif, kreatif dan produktif. (Aiman Fikri, 2021, 1, (1): 8).
Punishment berasal dari Bahasa Inggris yang artinya hukuman. Menurut Baharuddin, hukuman adalah menghadirkan atau memberikan sebuah situasi yang ingin dihindari untuk menurunkan tingkah laku. Mengenai hukuman itu, ada beberapa pandangan filsafat atau kepercayaan yang menganggap bahwa hidup ini termasuk sebagai suatu hukuman, karena kehidupan ini identik dengan penderitaan. Pandangan hidup yang demikian menganjurkan agar manusia menghindari diri dari hukuman atau penderitaan yang ada di dalamkehidupan ini. (Baharuddin dan Wahyuni, 2010: 74).
Punishment atau hukuman adalah sebagai lawan dari reward. Setiap orang tahu dari pengalaman sendiri bahwa manusia cenderung untuk mengulangi tingkah laku yang dapat menghasilkan reward dana menjauhi tingkah laku yang akan mendatangkan Punishment (hukuman). Dengan demikian punishment adalah proses yang memperlemah atau menekan prilaku. Sehingga sebuah perilaku yang diikuti dengan Punishment cenderung akan melemah dan tidak akan diulangi lagi oleh peserta didik. (Nursyamsi, 2021, 11 (2): 6-7).
Firman Allah yang sehubungan dengan pemberian hukuman berbunyi:
وَقَا لَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْۤ اَسْتَجِبْ لَـكُمْ ۗ اِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَا دَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَا خِرِيْنۗ َ
Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk ke Neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.”(QS. Ghafir 40: Ayat 60).
Dari pengertian Punishment (hukuman) diatas dapat disimpulkan bahwa Punishment (hukuman) itu adalah sebuah ganjaran atau sanksi yang diberikan kepada seseorang yang melakukan kesalahan yang sama untuk berulang kalinya.
Bentuk-bentuk Reward dalam Pendidikan Islam
Reward dapat diberikan dalam bentuk kejiwaan dan kebendaan. Pujian, tepuk tangan, dukungan, pemberian motivasi, menunjukkan perhatian dan kasih sayang, adalah bentuk Reward yang bersifat kejiwaan. Adapun pemberian hadiah berupa benda adalah reward yang berbentuk kebendaan. (Haidar Putra Daulay, 2014: 124).
Menurut John Gray dalam bukunya Children Are From Heaven, menyebutkan bentuk-bentuk Reward itu adalah: dengan memberikan hadiah berupa insentif (uang) yang banyak dilakukan oleh para orang tua, guru maupun perusahaan karena keberhasilan seseoang dalam kerja, Reward juga dapat berupa benda seperti, gambar bintang atau stiker yang disukai anak, hadiah yang tidak mengeluarkan biaya adalah pengakuan yang diberikan terhadap kinerja baik seseorang. (Kompri, 2015: 302).
Muhammad Said Mursi, mengemukakan beberapa bentuk penghargaan yang bisa dijadikan sebagai rujukan, yaitu: (1), Pujian didepan orang lain, baik itu didepan teman-temannya, kerabat, atau siapapun yang anak suka di depan mereka, ini sangat berpengaruh besar dalam memotivasi anak; (2), Hadiah berupa benda, seperti boneka, pistol-pistolan, permen, coklat, dan lain-lain yang biasanya disukai anak; (3), Ungkapan tertentu yang membangkitkan semangat dan motivasi, seperti hebat, terimakasih, kamu cerdas, luar biasa, semoga Allah memberkahimu, dan lain-lain; (4), Memaafkan kesalahan yang mereka perbuat, kata maaf yang disertai dengan penjelasan bahwa ia dimaafkan karena sebelumya telah melakukan sesuatu yang baik, seperti ini salah, tapi kali ini saya maafkan, karena kamu sebelumnya telah membantu temanmu, tetapi ajangan diulangi lagi; (5), Menulis namanya dalam album kenangan, bagi sebagian anak cara seperti ini lebih berharga dari pemberian hadian dalam bentuk lain; (6), Tidak menjatuhkan hukuman kepada anak karena kesalahan temannya; (7), Menambah uang jajannya; (8), Mengkhususkan sapaan kepadanya; (9), Membebaskannya dari berbagi tugas dan kewajiban. (10), Memilih dia terlebih dahulu, misalnya dalam kegiatan wisata atau permainan, anda bisa memulai pemilihan dari orang yang ingin anda buka hatinya dan rebut simpatinya. (Kompri, 2015: 308).
Bentuk-Bentuk Punishment dalam Pendidikan Islam
Abuddin Natta menyatakan dalam bukunya yang berjudul Manajemen pendidikan Punishment (hukuman) adalah sanksi atau sesuatu yang menyakitkan atau yang menyusahkan seseorang, baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Hukuman dapat dilakukan dalam keadaan terpaksa, tidak ada alternatif lain, bukan dengan tujuan menyakiti atau melalui jiwa dan raga seseorang, melainkan untuk menumbuhkan keinsyafan dan kesadaran, dan mengarah pada terjadinya perbuatan sikap kearah yang lebih positif. (Abuddin Natta, 2003: 372).
Bentuk-bentuk Punishment yang relevan untuk diterapkan dalam metode pendidikan: (1)Dengan teguran secara langsung. Diriwayatkan dari Umar bin Abi Salamah r.a., dia berkata , “Waktu kecil aku berada dalam perawatan Rosulullah, ketika itu tanganku memegang-megang makanan dalam wadah, maka rosulullah berkata, Nak, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang ada di hadapanmu!”. (2)Teguran dengan tidak langsung. Rosulullah bersabda, “Apa maksudnya orang-orang berkata begini dan begitu? padahal aku sholat dan duduk, berpuasa dan buka, serta menikahi wanita. Barang siapa yang tidak menyukai sunnahku, maka dia tidak termasuk golonganku. (3)Menegur dengan cara mencela. Diriwayatkan dari Abu Dzar ra., dia berkata, “Aku pernah mencela seseoirang dengan mencaci ibunya, maka Nabi berkata kepadaku, ”Wahai Abu Dzar, Apakah engkau telah mencaci ibunya? sesungguhnya engkau masih memiliki sifat jahiliyah.” (4)Mendidik dengan cara mengisolisir. Ketika seorang murid atau anak melakukan suatu kesalahan, berarti orang tua atau guru harus meluruskan kesalahan ini. Diantara cara untuk meluruskan kesalahan adalah, dengan mengisolasi orang yang bersalah sebagaimana hadist yang diriwayatkan dari Ka’ab bin Malik bahwa ketika dia tertinggal oleh pasukan Nabi dalam perang Tabuk, maka Rosulullah telah melarang orang-orang untuk berbicara dengannya. Itu terjadi selama lima puluh malam. (5)Mendidik dengan cara memukul. Diriwayatkan dari Umar bin Syuaib, dari bapaknya, dari kakeknya, sesungguhnya Rosulullah SAW, telah bersabda, suruhlah anak-anak kalian sholat pada usia tujuh tahun, dan pukullah jika tidak mau sholat pada umur sepuluh tahun, dan pisahkan dari tempat tidur. (Ahmad Falah, 2010: 130-131).
Ngalim Purwanto, menjelaskan tentang macam-macam Punishment (hukuman) sebagai berikut: (1)Hukuman preventif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan maksud agar tidak atau jangan terjadi pelanggaran. Hukuman ini bermaksud untuk mencegah jangan sampai terjadi pelanggaran sehingga hal itu dilakukan sebelum pelanggaran itu dilakukan. (2)Hukuman represif, yaitu hukuman yang dilakukan oleh karena adanya pelanggaran, oleh adanya dosa yang telah diperbuat. Jadi hukuman ini dilakukan setelah terjadi pelanggaran atau kesalahan. (Ngalim Purwanto, 2011: 189).
BACA : YPPN Adakan Halal Bi Halal Secara Virtual 1444 H
Reward Dan Punishment Dalam Pendidikan
Foto Dokumentasi Suhardi, Reward Dan Punishment Dalam Pendidikan
BACA : Sinergitas Pemerhati Jurnalis Siber dan AR Learning Center serta RSU Wujudkan Wartawan Berkompeten
Dasar Pertimbangan dan Prosedur Implementasi (Reward)
Meskipun hampir semua pakar dan pendidik muslim sepakat penggunaan pemberian ganjaran dalam pendidikan, namun mereka memperingatkan agar para pendidik bersikap hati-hati dalam implementasinya. Sebab, bila tidak hati-hati pemberian ganjaran itu justru bias kontra produktif atau tidak tepat sasaran sesuai tujuannya.
Dalam konteks ini, Abdur Rahman Shalih Abdullah bahkan mengharuskan agar setiap pendidik terlebih dahulu mencapai predikat ‘alim sebelum mereka memberikan ganjaran kepada peserta didiknya.
Pemberian ganjaran kepada peserta didik perlu memperhatikan beberapa hal berikut: (1)Berikan ganjaran atas perbuatan atau prestasi yang dicapai peserta didik, bukan atas dasar pribadinya. (2)Berikan penghargaan yang sesuai atau proporsional dengan prilaku atau prestasi yang diraih peserta didik. (3)Sampaikan penghargaan untuk hal-hal yang positif, tetapi jangan terlalu sering. (4)Jangan memberikan penghargaan disertai dengan ungkapan membanding-bandingkan seorang peserta didik dengan orang lain. (5)Pilihlah bentuk penghargaan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. (Salminawati, 2004: 160-161).
Dasar Pertimbangan dan Prosedur Implementasi (Punishment)
Dalam perspektif falsafah Pendidikan Islam, hukuman pada dasarnya adalah instrument untuk: Pertama, memelihara fithrah peserta didik agar tetap suci, bersih dan bersyahadah kepada Allah Swt. Kedua, membina kepribadian pesrta didik agar tetap istiqamah dalam berbuat kebijakan (amal al-shalihat) dan berakhlak al-karimah dalam setiap perilaku atau tindakan. Ketiga, memperbaikai diri peserta didik dari berbagai sifat dan amal tidk terpuji (amal al-syai’at) yang telah dilakukannya.
Berdasarkan hal itu, maka para pakar Pendidikan Islam sepakat bahwa hukuman tidak diperlukan manakala masih ada instrumen lain yang bisa digunakan untuk memelihara fitrah peserta didik agar tetap beriman atau bersyahadah kepada Allah SWT. Hukuman baru diperlukan dan bisa dilaksanakan ketika diyakini bahwa hampir tidak ada lagi instrumen lain yang bisa digunakan untuk memelihara, membina atau menyadarkan anak didik dari kesalahan yang telah dilakukannya.
Seorang pendidik harus memperhatikan beberapa kaedah berikut ini: (1)Jangan sekali-kali menghukum sebelum pendidik berusaha sungguh-sungguh melatih, mendidik, dan membimbing anak didiknya dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang baik. (2)Hukuman tidak boleh dijalankan sebelum pendidik menginformasikan atau menjelaskan konsekuensi logis dari suatu perbuatan. (3)Anak tidak boleh dihukum sebelum pendidik memberikan peringatan pada mereka. (4)Tidak dibenarkan menghukum anak sebelum pendidik berusaha secara sungguh-sungguh membiasakan mereka dengan prilaku yang terpuji.
Pertama, Hukuman belum boleh digunakan sebelum pendidik memberikan kesempatan pada anak didiknya untuk memperbaiki diri dari kesalahan yang telah dilakukannya. Kedua, Sebelum memutuskan untuk menghukum, pendidik hendaknya berupaya menggunakan mediator untuk menesehati atau merubah perilaku peserta didik. Ketiga, Setelah semua hal diatas dipenuhi, maka seorang pendidik baru dibolehkan menghukum peserta didik dan itupun dengan beberapa catatan: (a)Jangan menghukum ketika marah. (b)Jangan menghukum karena ingin membalaskan dendam atau sakit hati. (c)Hukuman harus sesuai dengan tingkat kesalahan. (d)Hukumlah pesrta didik secara adil, jangan pilih kasih atau berat sebelah. (e)Jangan memberi hukuman yang dapat merendahkan harga diri atau martabat peserta didik. (f)Jangan sampai melukai. (g)Pilihlah bentuk hukuman yang dapat mendorong peserta didik untuk segera menyedari dan memperbaiki keliruannya. (h)Mohonlah petunjuk Allah SWT. (Salminawati, 2004: 165-166).
BACA : AR Learning Center Sebagai Pusat Pembelajaran Pendidikan Pengkaderan Terbaik
Penutup
Dari pembahasan tersebut didapatkan hasil bahwa reinforcement (Reward dan Punishment), dapat digunakan dalam pembelajaran. Jika diterapkan secara tepat, profesional dan proporsional atau secara seimbang, maka hal tersebut dapal meningkatkan motivasi belajar siswa dan melatih mereka memiliki rasa tanggung jawab atas segala hal yang mereka lakukan.
Walaupun bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar di sekolah, pemberian peneguhan (reinforcement) positif (reward, ganjaran) dan negatif (punishment hukuman) secara proporsional akan berpengaruh pada kondisi psikologis dan motivasi belajar siswa di kelas, sebab dengannya siswa merasa bahwa segala usaha dan kerja kerasnya begitu dihargai oleh guru dan mereka pun mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang mereka butuhkan guna menumbuhkan semangat belajarnya di kelas, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditentukan dapat tercapai.
Reward dapat diberikan dengan dua model. Pertama, pemberian hadiah kasih, berupa memuji, menepuk punggung, memeluk atau menyentuh dengan penuh kasih. Kedua, pemberian hadiah berupa materi. Reward dalam pendidikan Islam sering disebut dengan jaza, ajr, dan sawab yang bermakna, sesuatu yang diperoleh seseorang dalam hidup ini atau di akhirat sebab ia telah melakukan amal baik. Ketiga istilah tersebut banyak dijumpai di berbagai ayat Al-Qur’an.
Punishment adalah proses yang memperlemah atau menekan perilaku. Sehingga, sebuah perilaku yang diikuti dengan punishment cenderung akan melemah dan tidak akan diulangi lagi oleh peserta didik. Punishment dalam Islam sebagaimana dijelaskan Ulwan, biasanya memakai istilah tahdzir dan aqub/iquh.