Ade Armando dan Isu Penistaan Agama, Publik Diminta Tetap Mengedepankan Fakta Hukum

- Penulis

Kamis, 9 Oktober 2025 - 12:58 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

images 2025 10 09T125535.221 Ade Armando dan Isu Penistaan Agama, Publik Diminta Tetap Mengedepankan Fakta Hukum Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

Jakarta,suarautama.id —

Sejumlah pihak di ruang publik kembali menyoroti pernyataan akademisi dan tokoh publik Ade Armando, yang dinilai sebagian kalangan memenuhi unsur penistaan atau penghinaan agama. Namun hingga saat ini, belum ada putusan hukum berkekuatan tetap (inkracht) yang menyatakan dirinya bersalah atas tuduhan tersebut.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Ade Armando dan Isu Penistaan Agama, Publik Diminta Tetap Mengedepankan Fakta Hukum Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Konteks Kasus

Ade Armando diketahui pernah dilaporkan ke pihak kepolisian terkait dugaan pelanggaran Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penodaan agama. Kasus tersebut sempat berstatus penyidikan di Polda Metro Jaya, namun kemudian dihentikan melalui Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3).

Pihak pelapor dikabarkan menggugat SP3 tersebut ke Pengadilan Negeri, dan hasil putusan menyatakan penghentian penyidikan tidak sah. Meski demikian, belum ada tindak lanjut hukum baru yang memastikan apakah kasus tersebut akan dibuka kembali atau diteruskan oleh penyidik.

Fakta Hukum yang Berlaku

Dalam konteks hukum di Indonesia, seseorang dapat dinyatakan melakukan penistaan agama jika memenuhi unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 156a KUHP, yaitu:

1. Menyatakan perasaan permusuhan atau penyalahgunaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia,

2. Dilakukan dengan sengaja dan di muka umum,

3. Disertai maksud tertentu yang merendahkan atau menodai ajaran agama.

 

Selain itu, UU ITE Pasal 28 ayat (2) juga dapat digunakan bila dugaan pelanggaran terjadi di media sosial atau platform digital dan menimbulkan kebencian berbasis SARA.

BACA JUGA :  Belum paham koperasi Merah putih, Ini Penjelasan Kepala DKUPP kabupaten Probolinggo

Namun demikian, penilaian akhir mengenai terpenuhinya unsur pidana hanya dapat ditetapkan melalui proses peradilan dan putusan hakim, bukan opini publik atau tekanan sosial.

Pandangan Publik dan Etika Komunikasi

Pernyataan dan sikap Ade Armando yang kerap kontroversial di ruang publik sering memicu reaksi keras, terutama dari kelompok masyarakat yang menilai ada unsur penghinaan terhadap simbol-simbol agama.
Sementara itu, sebagian pihak lain berpendapat bahwa pernyataan tersebut merupakan bentuk kebebasan berekspresi akademik dan politik, selama tidak disertai niat merendahkan agama tertentu.

Seruan untuk Tetap Objektif

Rilisan ini menegaskan pentingnya membedakan antara opini dan fakta hukum.

Tuduhan penistaan agama terhadap Ade Armando pernah diproses hukum, namun belum menghasilkan vonis pengadilan.

Publik dan media diimbau tidak mengedepankan narasi provokatif, melainkan mengikuti perkembangan hukum secara resmi.

Pihak berwenang diharapkan bersikap transparan bila ada perkembangan baru dalam proses penyidikan atau gugatan lanjutan.

Kesimpulan

Hingga saat ini, status hukum Ade Armando masih belum terbukti bersalah secara hukum atas tuduhan penistaan agama. Segala bentuk opini atau klaim tentang pemenuhan unsur penistaan tetap harus merujuk pada proses hukum dan prinsip praduga tak bersalah sebagaimana diatur dalam sistem hukum Indonesia.

📰 Catatan Redaksi:
Rilisan ini disusun berdasarkan data publik dan sumber hukum terbuka. Informasi akan diperbarui bila ada perkembangan resmi dari aparat penegak hukum.

Penulis : Ziqro Fernando

Editor : Ziqro Fernando

Sumber Berita : Tim wartawan

Berita Terkait

Eksorsisme atau Skizofrenia? Mengurai Ambiguitas Kerasukan dalam Perspektif Medis dan Teologis
Meriah West Java Festival (WJF) 2025 Guncang Kiara Artha Park Bandung
Tim Jelajah Titik Cahaya Tempuh Perjalanan Ekstrem untuk Survei Kebutuhan Masjid di Pedalaman Timor 
Ambiguitas Konsep ‘Menguji Kepatuhan’ dalam Pemeriksaan Pajak: Kritik terhadap Pasal 12A PMK 15/2025
The Seven Lakes Festival 2025 Probolinggo Sukses di Gelar, Ini Harapan Pengunjung 7 Danau dan 7 Air Terjun 
Terindikasi Dugaan Kongkalikong, Pengadaan Barang dan Jasa serta Pengelolaan Gizi RSUD Waluyo jati 
Hakim Pengadilan Pajak Desak DJP Perbaiki Tata Kelola Pemeriksaan dan Pengawasan
Chilean Paradox dan Kerapuhan Kelas Menengah Indonesia
Berita ini 48 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 8 November 2025 - 21:28 WIB

Eksorsisme atau Skizofrenia? Mengurai Ambiguitas Kerasukan dalam Perspektif Medis dan Teologis

Sabtu, 8 November 2025 - 20:27 WIB

Meriah West Java Festival (WJF) 2025 Guncang Kiara Artha Park Bandung

Sabtu, 8 November 2025 - 13:19 WIB

Tim Jelajah Titik Cahaya Tempuh Perjalanan Ekstrem untuk Survei Kebutuhan Masjid di Pedalaman Timor 

Sabtu, 8 November 2025 - 10:05 WIB

The Seven Lakes Festival 2025 Probolinggo Sukses di Gelar, Ini Harapan Pengunjung 7 Danau dan 7 Air Terjun 

Sabtu, 8 November 2025 - 09:02 WIB

Terindikasi Dugaan Kongkalikong, Pengadaan Barang dan Jasa serta Pengelolaan Gizi RSUD Waluyo jati 

Jumat, 7 November 2025 - 17:03 WIB

Hakim Pengadilan Pajak Desak DJP Perbaiki Tata Kelola Pemeriksaan dan Pengawasan

Kamis, 6 November 2025 - 15:24 WIB

Chilean Paradox dan Kerapuhan Kelas Menengah Indonesia

Kamis, 6 November 2025 - 09:45 WIB

Pasar Saham AS Diprediksi Naik Moderat di 2025, Didukung Pertumbuhan Laba dan Inovasi AI

Berita Terbaru