LOMBOK TIMUR – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Garuda menggelar aksi massa menyoroti proses persidangan perkara Nomor 7 Tahun 2023 terkait sengketa tanah di Desa Seruni Mumbul, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur, yang saat ini ditangani Pengadilan Negeri (PN) Selong. Aksi massa dipicu adanya dugaan pelanggaran aturan hukum dalam penanganan perkara tersebut.
Direktur LSM Garuda, M. Zaini, menyatakan pihaknya menemukan indikasi Majelis Hakim melampaui kewenangannya dalam memutus perkara tersebut. Ia menilai terdapat potensi pelanggaran terhadap ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2012 dan prinsip ne bis in idem.
“Ia pun menduga ada pelanggaran dalam penerapan asas hukum. Perkara ini sudah pernah diperkarakan sebelumnya dengan objek dan pihak yang sama. Majelis hakim berpotensi menyalahi aturan,” kata Zaini kepada wartawan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Disampaikan Zaini, perkara yang dimaksud memiliki kemiripan dengan perkara Nomor 45/Pdt.G/2021/PN Selong. Sehingga dinilai memenuhi unsur ne bis in idem, antara lain: subjek hukum yang sama, objek sengketa yang sama serta dasar hukum atau pokok perkara yang sama.
Hal itu menurutnya, merujuk pada Pasal 1917 KUHPerdata yang menyatakan, bahwa putusan berkekuatan hukum tetap mengikat para pihak dan perkara dengan objek serta alasan yang sama tidak dapat diajukan kembali.
“Majelis hakim harusnya menyatakan gugatan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard). Jika unsur ne bis in idem terpenuhi, perkara tak boleh diperiksa lagi,” terangnya Zaini.
Zaini menambahkan LSM GARUDA akan mengambil langkah lanjutan dengan melapor ke Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY).
“Kami akan meLSM Garuda Soroti Dugaan Pelanggaran Prosedur dalam Perkara Nomor 7/2023 di PN Selong
Foto: Direktur LSM Garuda, M. Zaini saat menggelar aksi didepan Pengadilan Negeri Selong.
LOMBOK TIMUR – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Garuda menggelar aksi massa menyoroti proses persidangan perkara Nomor 7 Tahun 2023 terkait sengketa tanah di Desa Seruni Mumbul, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur, yang saat ini ditangani Pengadilan Negeri (PN) Selong. Aksi massa dipicu adanya dugaan pelanggaran aturan hukum dalam penanganan perkara tersebut.
Direktur LSM Garuda, M. Zaini, menyatakan pihaknya menemukan indikasi Majelis Hakim melampaui kewenangannya dalam memutus perkara tersebut. Ia menilai terdapat potensi pelanggaran terhadap ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2012 dan prinsip ne bis in idem.
“Ia pun menduga ada pelanggaran dalam penerapan asas hukum. Perkara ini sudah pernah diperkarakan sebelumnya dengan objek dan pihak yang sama. Majelis hakim berpotensi menyalahi aturan,” kata Zaini kepada wartawan.
Disampaikan Zaini, perkara yang dimaksud memiliki kemiripan dengan perkara Nomor 45/Pdt.G/2021/PN Selong. Sehingga dinilai memenuhi unsur ne bis in idem, antara lain: subjek hukum yang sama, objek sengketa yang sama serta dasar hukum atau pokok perkara yang sama.
Hal itu menurutnya, merujuk pada Pasal 1917 KUHPerdata yang menyatakan, bahwa putusan berkekuatan hukum tetap mengikat para pihak dan perkara dengan objek serta alasan yang sama tidak dapat diajukan kembali.
“Majelis hakim harusnya menyatakan gugatan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard). Jika unsur ne bis in idem terpenuhi, perkara tak boleh diperiksa lagi,” terangnya Zaini.
Zaini menambahkan LSM GARUDA akan mengambil langkah lanjutan dengan melapor ke Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY).
“Kami akan menyurati Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial serta melakukan aksi di PN Selong sebagai bentuk protes,” tambahnya.
Asas ne bis in idem, bermakna, melarang pengadilan memeriksa perkara yang telah diputus sebelumnya dengan pihak, objek, dan alasan hukum yang sama. Asas ini ditegaskan oleh Mahkamah Agung (MA) melalui beberapa putusan, salah satunya Putusan MA No. 2553 K/Pdt/1983, serta SEMA Nomer 7 Tahun 2012 tentang konsistensi penerapan hukum perdata di seluruh Peradilan Indonesia.nyurati Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial serta melakukan aksi di PN Selong sebagai bentuk protes,” tambahnya.
Asas ne bis in idem, bermakna, melarang pengadilan memeriksa perkara yang telah diputus sebelumnya dengan pihak, objek, dan alasan hukum yang sama. Asas ini ditegaskan oleh Mahkamah Agung (MA) melalui beberapa putusan, salah satunya Putusan MA No. 2553 K/Pdt/1983, serta SEMA Nomer 7 Tahun 2012 tentang konsistensi penerapan hukum perdata di seluruh Peradilan Indonesia.














