SUARA UTAMA– Baru-baru ini, masyarakat Lampung dihebohkan oleh insiden tragis yang melibatkan Muhammad Saleh Mukadar (MSM), seorang anggota DPRD Lampung Tengah, yang tidak sengaja menembak mati saudaranya saat acara adat pernikahan.
Kejadian ini terjadi di Dusun 1 Mataram Ilir, Kecamatan Seputih Surabaya, pada 6 Juli 2024. Insiden ini menggarisbawahi risiko serius penggunaan senjata api dalam acara sipil, yang jelas melanggar aturan dan berpotensi membahayakan masyarakat.
Meskipun alasan penggunaan senjata api oleh MSM berdasarkan tradisi, tragisnya kejadian ini berujung pada kehilangan nyawa seorang warga bernama Salam, yang juga paman dari tersangka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
MSM sekarang dihadapkan pada hukuman berat dengan pasal 359 KUHPidana dan pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951, dengan ancaman penjara hingga 20 tahun.
Terkenang saya saat menjadi tahanan di Polda Lampung sekira belasan tahun silam. Ada seorang polisi yang bertugas piket jaga tahanan Polda Lampung, masih muda, ramah dan akrab dengan para tahanan.
Kehadirannya selalu membawa pelipur lara bagi kami para tahanan. Setiap giliran jaga, dia tidak hanya memeriksa tahanan tetapi juga menyapa kami dari balik jeruji. Terkadang, dia bahkan menawarkan rokok atau mengajak kami bermain catur. Saya masih tersenyum kalau mengingat betapa lucunya bermain catur di tengah batas jeruji besi.
Menurut polisi muda ini, dia selalu berhati-hati dengan senjata api. Dia memilih untuk menitipkan senjatanya di kantor setelah dinas karena sadar akan potensi bahaya yang ada.
Baginya, membawa senjata api ke rumah bukan hanya berisiko bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi keluarganya. Dia takut senjata itu bisa diakses oleh anak-anak atau anggota keluarga lainnya tanpa izin atau pengawasan yang tepat.
Katanya, Saat membawa senjata api itu membuat sipat berani muncul, bahkan terkadang muncul sikap angkuh dan pamer. Bahaya lagi bisa membuat seseorang yang belum matang jiwanya jadi arogan.
Kita bisa membayangkan, bahkan seorang polisi yang terlatih pun sangat berhati-hati dalam penggunaan senjata api. Bagaimana dengan warga sipil yang mungkin tidak memiliki pelatihan atau pengalaman dalam hal ini?
Penggunaan senjata api oleh aparat atau warga sipil dalam acara sipil, termasuk acara adat, harus diatur dengan ketat untuk mencegah insiden serupa. Di Indonesia, kepemilikan dan penggunaan senjata api diatur secara ketat oleh pihak berwenang, dengan TNI dan Polri sebagai satu-satunya yang berwenang menggunakannya dalam tugas resmi.
Secara keseluruhan, penggunaan senjata api dalam konteks non-dinas, seperti dalam acara adat seperti penyambutan besan dalam pernikahan, tidak hanya melanggar hukum tetapi juga berisiko tinggi. Penegakan hukum yang ketat diperlukan untuk mencegah insiden-insiden tragis seperti ini.
Semoga tragedi ini menjadi pelajaran bagi kita semua dan mendorong perubahan yang positif dalam kebijakan dan kesadaran akan penggunaan senjata api di masyarakat.
Penulis : Nafian Faiz