Oleh: Abu Mahdi ibn Ibrohim
Pertanyaan “Dimana Allah?” sering kali muncul di benak umat Islam. Pertanyaan ini seakan mendasari adanya ruang dan tempat, seolah Allah harus berada di suatu lokasi tertentu. Namun, konsep ini lebih sesuai untuk makhluk yang terikat oleh ruang dan waktu. Makhluk membutuhkan tempat, sementara Allah, pencipta ruang dan waktu, tidak memerlukan keduanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Allah Pencipta Ruang dan Waktu
Sebagai makhluk, kita terbatas oleh ruang dan waktu. Misalnya, seseorang tidak mungkin berada di dua tempat sekaligus pada waktu yang sama. Ini adalah sifat keterbatasan yang dimiliki oleh makhluk. Namun, Allah, yang menciptakan segala sesuatu, termasuk ruang dan waktu, tidak terikat oleh keterbatasan tersebut.
Allah Maha Sempurna dan tidak memiliki kekurangan. Keterikatan pada ruang dan waktu merupakan tanda ketidaksempurnaan, yang jelas tidak berlaku bagi Allah. Dalam berbagai ayat Al-Qur’an, Allah menyatakan kebesaran-Nya, menunjukkan bahwa Dia lebih besar dari apapun yang diciptakan-Nya. Tidak mungkin Allah terikat oleh ruang seperti makhluk-Nya, karena Dia memiliki sifat yang Maha Sempurna.
Allah Tidak Membutuhkan Tempat
Sebagai Pencipta, Allah tidak membutuhkan tempat. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa “kursi-Nya meliputi langit dan bumi” (Al-Baqarah: 255) dan arsy-Nya berada di atas air. Penjelasan ini bukan menunjukkan bahwa Allah butuh tempat duduk, tetapi sebagai gambaran kekuasaan-Nya yang meliputi seluruh alam semesta. Allah tidak memerlukan arsy atau air, karena keduanya adalah makhluk ciptaan-Nya.
Dalam surat Al-Anbiya ayat 30, Allah berfirman, “Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup.” Air, yang menjadi sumber kehidupan, adalah ciptaan Allah, namun keberadaannya tidak diperlukan oleh Allah. Begitu pula, dalam surat Thaha ayat 55, Allah menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah dan akan kembali ke tanah.
Allah Lebih Dekat dari Urat Leher
Ketika seorang hamba bertanya “Dimana Allah?”, Al-Qur’an menjelaskan bahwa Allah dekat, bahkan lebih dekat dari urat lehernya sendiri (Qaf: 16). Ini bisa bermakna secara literal bahwa Allah sangat dekat dengan kita, atau bisa juga diartikan bahwa ilmu dan pengawasan-Nya meliputi seluruh makhluk-Nya, termasuk semua organ tubuh manusia.
Namun, dalam sebuah riwayat, ketika seorang Badui bertanya “Dimana Allah?”, Rasulullah SAW menjawab, “Allah di langit”. Jawaban ini diberikan untuk menggambarkan bahwa Allah Maha Tinggi, kekuasaan dan pengawasan-Nya meliputi seluruh alam semesta. Dengan menyebut “langit”, Rasulullah ingin menjelaskan bahwa Allah berada di atas segalanya, dalam arti kekuasaan dan pengetahuan-Nya tidak terbatas dan tidak bisa dijangkau oleh makhluk-Nya.
Kesimpulan
Pertanyaan “Dimana Allah?” tidak bisa dijawab dengan pengertian fisik atau lokasi karena Allah tidak terikat oleh ruang dan waktu. Allah dekat dengan hamba-Nya dalam hal pengawasan dan ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu. Sebagai umat Islam, memahami konsep ini dengan mengacu pada Al-Qur’an dan Sunnah dapat membantu kita memahami kebesaran dan keagungan-Nya.
Wallaahu a’lam.
Editor : Redaksi Suara Utama