Membungkam Atas Nama Ormas: Rakyat Butuh Perlindungan, Bukan Ancaman!

- Penulis

Selasa, 27 Mei 2025 - 18:24 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Suara Utama.- Organisasi kemasyarakatan (ormas) sejatinya lahir sebagai perpanjangan tangan masyarakat sipil—wadah untuk menyuarakan aspirasi rakyat, memperjuangkan keadilan sosial, serta ikut membangun bangsa dari akar rumput. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, realitas di lapangan menunjukkan distorsi fungsi yang sangat mengkhawatirkan: sebagian ormas justru berubah wujud menjadi momok menakutkan yang kerap membungkam, mengintimidasi, bahkan merampas hak-hak warga.

Fenomena premanisme berkedok ormas bukan lagi isu lokal. Ini sudah menjadi persoalan nasional yang mengganggu ketertiban, melukai rasa keadilan masyarakat, dan melemahkan wibawa negara.

Dari Advokasi Menjadi Intimidasi

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Membungkam Atas Nama Ormas: Rakyat Butuh Perlindungan, Bukan Ancaman! Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Banyak ormas yang awalnya dibentuk dengan niat baik—misalnya untuk menjaga budaya, membantu masyarakat, atau melakukan pengawasan sosial. Namun seiring berjalannya waktu, sebagian dari mereka menjelma menjadi kekuatan yang justru menyebar teror, bukan perlindungan.

Mereka masuk ke berbagai sektor: memungut “uang keamanan” dari pelaku usaha, melakukan sweeping sepihak, mengintervensi konflik lokal, hingga menduduki lahan dan memaksa warga tunduk atas nama “pengawasan sosial”. Semua dilakukan dengan cara-cara kekerasan, intimidasi, dan—ironisnya—dengan membawa identitas legal sebagai ormas.

Mengapa Negara Seolah Tak Berdaya?

Pertanyaannya kemudian: mengapa praktik-praktik semacam ini bisa terus terjadi di depan mata?

  1. Payung Hukum yang Lemah atau Tidak Tegas

Banyak ormas memanfaatkan celah hukum yang tidak tegas dalam UU Ormas, seolah mereka memiliki kekebalan hukum selama berbadan hukum resmi.

  1. Hubungan Politik Tersembunyi

Beberapa ormas memiliki kedekatan dengan elite politik atau aparat tertentu, sehingga keberadaannya menjadi alat kekuasaan yang sulit disentuh hukum.

  1. Minimnya Penegakan Hukum di Lapangan

Aparat sering kali terkesan membiarkan, ragu bertindak, atau bahkan ikut tunduk terhadap tekanan kelompok ormas tertentu, terutama di daerah.

BACA JUGA :  Rakor Berlangsung Khidmat, Persiapan HUT ke-22 Kabupaten Lebong Dimatangkan

Rakyat Jadi Korban, Demokrasi Terkikis

Di tengah kondisi ini, masyarakat biasa menjadi pihak yang paling dirugikan. Rasa aman hilang. Ruang ekspresi terbatas. Banyak warga atau pelaku usaha kecil yang akhirnya memilih diam atau “membayar” demi menghindari konflik.

Demokrasi yang seharusnya menjamin kebebasan berbicara, berkumpul, dan berorganisasi, justru dijadikan tameng oleh segelintir kelompok untuk melanggengkan praktik premanisme berkedok legalitas.

Sudah Saatnya Negara Bertindak Tegas

Jika dibiarkan, fenomena ini akan menciptakan negara dalam negara—di mana hukum tidak lagi menjadi panglima, dan warga sipil harus patuh pada kekuatan informal yang bersembunyi di balik nama ormas.

Langkah konkret yang harus dilakukan:

  • Revisi Regulasi Ormas Secara Ketat

Pemerintah dan DPR perlu menyempurnakan regulasi terkait ormas agar tidak bisa disalahgunakan untuk kegiatan di luar koridor hukum.

  • Penegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu

Aparat harus diberi mandat tegas untuk menindak segala bentuk pelanggaran hukum oleh ormas, tak peduli seberapa besar pengaruhnya.

  • Transparansi dan Pengawasan Dana Ormas

Banyak ormas menerima bantuan dana dari negara. Sudah seharusnya penggunaannya diaudit secara terbuka.

  • Pendidikan Warga dan Advokasi Masyarakat Sipil

Rakyat harus diedukasi tentang hak-haknya, dan organisasi masyarakat sipil yang benar-benar independen perlu dilibatkan dalam pengawasan dan advokasi.

Penutup: Negara Tak Boleh Kalah oleh Premanisme

Ormas adalah bagian dari demokrasi, tapi demokrasi bukan tempat bagi kekerasan, pemaksaan, dan intimidasi. Jika sebuah organisasi menjelma menjadi alat penindas, maka keberadaannya sudah menyimpang dari semangat konstitusi.

Rakyat Indonesia butuh perlindungan, bukan ancaman. Negara tidak boleh kalah oleh premanisme berkedok ormas. Sudah saatnya hukum ditegakkan—untuk keadilan, keamanan, dan masa depan demokrasi yang sehat.

 

 

Penulis : Tonny Rivani

Berita Terkait

Menakar Keadilan Pemungutan Pajak atas Pendapatan Hari Tua
IPMAMI & YLBHI Laporkan Dugaan Pelanggaran HAM di Jila Mimika ke Komnas HAM
Dampak Stop Izin Perumahan oleh Gubernur Dedi Mulyadi: Siapa Diuntungkan, Siapa Dikorbankan?
Kontradiksi Kebijakan Penghentian Penerimaan Guru Honorer Versus Kekurangan Guru pada SMP dan SMA
Hoax, Tegas Kepala BPBD kabupaten Probolinggo Perihal Video Bencana Banjir di Tiris Ribuan Rumah dan Jembatan Hancur
Solidaritas Peduli Jila Gelar Aksi Damai di DPRK Mimika
Sumitro Djojohadikusumo: Pahlawan Nasional yang Terlambat Diakui Negara
Kiat Sukses Akreditasi Unggul: Langkah Strategis Menghadapi BAN-PT dan LAM-PT
Berita ini 58 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 18 Desember 2025 - 13:26 WIB

Menakar Keadilan Pemungutan Pajak atas Pendapatan Hari Tua

Kamis, 18 Desember 2025 - 13:21 WIB

IPMAMI & YLBHI Laporkan Dugaan Pelanggaran HAM di Jila Mimika ke Komnas HAM

Kamis, 18 Desember 2025 - 12:47 WIB

Dampak Stop Izin Perumahan oleh Gubernur Dedi Mulyadi: Siapa Diuntungkan, Siapa Dikorbankan?

Kamis, 18 Desember 2025 - 11:44 WIB

Kontradiksi Kebijakan Penghentian Penerimaan Guru Honorer Versus Kekurangan Guru pada SMP dan SMA

Rabu, 17 Desember 2025 - 18:17 WIB

Solidaritas Peduli Jila Gelar Aksi Damai di DPRK Mimika

Rabu, 17 Desember 2025 - 12:45 WIB

Sumitro Djojohadikusumo: Pahlawan Nasional yang Terlambat Diakui Negara

Rabu, 17 Desember 2025 - 10:28 WIB

Kiat Sukses Akreditasi Unggul: Langkah Strategis Menghadapi BAN-PT dan LAM-PT

Rabu, 17 Desember 2025 - 08:58 WIB

PT Arion Indonesia Uji Materi Pasal 78 UU Pengadilan Pajak ke MK

Berita Terbaru

Ilustrasi seorang lelaki tua duduk termenung dengan tatapan berat, menggambarkan pergulatan batin para pensiunan yang menghadapi penurunan pendapatan di masa senja. Janggut putih dan gurat usia pada wajahnya melambangkan perjalanan panjang pengabdian hidup yang kini diuji oleh kebijakan fiskal negara.

Berita Utama

Menakar Keadilan Pemungutan Pajak atas Pendapatan Hari Tua

Kamis, 18 Des 2025 - 13:26 WIB