SUARA UTAMA – Pada hari Rabu bulan maret di tahun 2021 itu dimana, hari paling bersejarah yang tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup. Lapar itu sudah menjadi hal yang biasa bagi saya selama merantau, bahkan nasi tanpa luak (Nasi kering) pun bersyukur saya bisa makan. Tetapi, hari itu paling luar biasa dan dasyat sekali yang saya alami rasa laparnya. Dimana, hari tersebut telah menciptakan rekor yang tidak bisa diketahui puncaknya. Lalu membuat yang kalah patah semangat dan hilang harapan.
Lets listen my story….
Pada hari itu tepat jam 12:00 siang, saya dan teman-teman kuliah saya berkumpul di kampus untuk mengikuti kegiatan proses belajar dan mengajar dari seorang Dosen. Beliau adalah dosen wanita yang baik hati dan memiliki sikap kedisiplinan yang tinggi dalam segala hal, terutama dalam disiplin waktu. Beliau bernama lengkap Miss. Felogau M.Pd, dari Makasar, beragama kristen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jadi, pada hari sebelumnya, beliau atau Dosen kami sudah mengumumkan melalu grup WA bahwa kami akan start lecture jam 12 siang sampai jam 3 sore. Jadi, kami harus siaga dari jam stengah dua belas. Sebab, beliau tidak suka orang yang terlambat dalam arti beliau sangat menghargai waktu. Jika ada mahasiswa yang terlambat hadir mengikuti mata kuliahnya tentu beliau tidak akan mengindahkan untuk masuk.
Setelah itu Kamipun memulai aktivitas belajar mengajar mata kuliahnya bersama dosen kami. Untung, saya hadir lebih dulu saat itu, biasanya saya sering terlambat di jam mengajarnya beliau. Teman-teman saya juga hadir, kami sudah lengkap jadi beliau sudah memulai kelasnya.
Lanjut…
Pertengahan proses belajar mengajar itu terjadilah keanehan pada tubuh saya. Di dalam perut saya terasa ada yang memberontak, kepala saya terjadi tarik-menarik antara dua kutup arah dan konsentrasi sayapun semakin down. Walaupun demikian saya tetap bertahan mengikuti proses belajar mengajar tersebut sampai selesai.
Dan kami pulang…
Dalam kondisi yang kurang stabil saya mencoba berdiri dari tempat duduk saya (kursi) tiba-tiba banyak bintang-bintang kecil melayang-layang di depan muka saya. Kemudian sore hari itu kini tiba-tiba dalam sekejap berubah menjadi gelap gulita, dan saya kembali terduduk diatas kursi yang saya duduki. Tidak lama, kira-kira dalam 2 menit saya tertidur (Pingsang).
Setelah saya buka mata dari tidur saya saya mulai tenangkan diri (berdoa), kemudian saya mulai berdiri dan jalan keluar dari ruang kelas. Saya nyalakan motor merek Honda (Jupiter Z) yang diberikan oleh Bapade (adik dari bapa saya). Sebelumnya saya tidak memiliki motor, selayaknya seperti teman-teman seperjuangan lainnya kira-kira (2 tahun) lamanya. Di tahun yang ketiga ini barulah saya mempunyainya. Tentu saya mengucapkan syukur kepada ALLAH karna salah satu kendala saya dalam studi sudah telah tersedia.
Selanjutnya…
Saya memainkan gas motornya perlahan, kemudian gasnya mulai agak kencang dan setibanya depan pintu gerbang Kampus, saya hentikan motor saya sejenak, karna saya teringat sesuatu. Ternyata, tadinya saya tidak sadar bahwa di saku saya ada uang 10.000. Rupiah, dan sebelum saya berangkat kekampuspun uang ini sudah ada. Jadi, saya hentikan motor depan kampus itu untuk memikirkan apa yang saya harus fungsikan dengan uang ini, apakah saya isi kampung tengah (perut) atau isi bensin motor ?.
Bertanya-tanya sendiri…. ?????
(Bukan apa-apa tapi Saya belum makan selama satu hari dan satu malam, fokus Gadget computer).
Lanjut…
Selama dua menit kami berdebat antara saya, motor, dan perut. Dan pada akhirnya motorlah pemenangnya. Horeeeeeeeeeeeeee……. Apa sih ini ???
Lanjut…
Walaupun Rakyat kecil yang ada didalam perut masih tidak terima, tetapi saya lebih berpihak pada pendapat dari motor.
Karena katanya “Jika uangnya digunakan untuk perut bagaimana kamu bisa tiba dirumah, jika ditengah perjalanan BBM habis.Coba ?”
“Benar juga sih kamu motor, Sebab memang jika saya jalan tidak isi bensin pasti habis dan jaraknyakan kira-kira 2 km dari kampus untuk tiba dirumah”. Saya menanggapi.
“Maka dari itu, Jangan dengar Perut” Kata motor
Lalau saya menjawab “Oke tor, Aku dengar kamu. Mari kita berangkat”.
Dan saya melanjutkan perjalanan, di sepanjang jalan kalibobo sampai wonorejo rumah makan, kios, toko dan penjualan gorengan yang sudah berjejeran saya lewatkan, tanpa melirik kekanan dan kekiri. Walaupun pemberontakan para warga di kampung tengah makin menjadi-jadi.
Setibanya saya di SP 2, ada salah satu Rumah Makan (Warung) yang sedang memasak entah apa yang dimasaknya. Ketika aroma berbagai rempah-rempah menggoda hidung dan menerobos lapisan rongga pertahanan, rakyat kecil di perut makin mengamuk.
Berteriak “Bebaskan Kami” “Bebaskan Kami” “Bebaskan Kami”. Tapi saya melawan ganasnya amarah dari rakyat Kampung tengah (perut).
Di perempatan SP 2 + ketika saya mau berbelok kekiri, dimana jalur kekiri itu jalur menuju rumah saya ke Waroki. Pada saat saya hendak berbelok, saya hampir bertabrakan dengan mini bus yang datang dari arah wanggar (lurus). Sudah tentu itu akibat karna hilangnya konsentrasi saya karna para demonstran yang ada di kampung tengah dan juga agak minus mata saya.
Tetapi karna hanya dengan pertolongan Tuhan Sang Khalik Alam Semesta baik buat saya, saya diselamatkan dari maut tersebut. Setelah itu, saya melanjutkan jalan menuju rumah saya.
Setelah tiba dirumah, tanpa mengganti pakaian saya langsung membukakan pintu dapur. Puji Tuhan kakak laki-laki saya sudah menyiapkan makanan berupa Nasi rebus dan 2 ekor tikus tanah dibakar, tikus tanahnya hasil buruan menggunakan jerat di dalam hutan.
Tetepi jangan salah tikus tanah yang dimaksud disini adalah sejenis tikus yang hanya ada dan bisa dijumpai dihutan, ukurannya lebih besar dari tikus pada umumnya. Mereka selalu mengonsumbu buah-buahan dan kacang-kacangan saja. Jadi, aman untuk di konsumsi.
Saya makan sampai puas….
Selesai….
Kesimpulan
Kutipan kebenaran yang pernah saya dengar sewaktu SD kelas 5 dari salah satu Guru bahasa Indonesia yakni “Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian” , waktu itu saya tidak mengerti apa yang diucapkannya. Namun saya sudah Mengetahuinya setelah memasuki Perguruan Tinggi Sampai saat ini saya masih mengingatnya hingga menjadi motivasi dalam pendidikan. Terima kasih orang yang telah menciptakan kutipan ini.
Mendapatkan uang, barang elektronik, sandang, pangan dan papan itu hanya datang dan memilikinya sekali. Bukan selamanya, bukan setiap hari, jadi pakai dan gunakan dengan baik dan Itu tindakan yang benar. Selama berada pada jenjang dunia edukasi, lapar adalah salah satu metode yang dapat mendewasakan pemikiran. Jadi kami sebagai manusia diwajibkan untuk selalu membiasakan diri untuk “mengucap syukur” apapun itu kondisinya.
“Penulis adalah jurnalis aktif di media SUARA UTAMA.ID dengan jabatan Kepala Daerah (Kabiro) di kabupaten Nabire Provinsi Papua Tengah, asal Paniai, kampung Muyetadi, suku MEE”.