Laporan studi dari Third International Math and Science Study-Repeat (TIMSS-R) adalah bahwa pemahaman konseptual dan problem solving masih kurang dalam pendidikan tingkat SMA (International Study Center, 1999). Hasil studi itu sesuai laporan dari National Assessment of Educational Progress (NAEP) yang membandingkan capaian siswa terhadap standar nasional. Terkait laporan tersebut, isi pembelajaran matematika SMA/sederajat di Indonesia perlu dikembangkan agar memuat matematika vokasional, sebagaimana dinyatakan American Association for the Advancement of Science (1990), masa depan dari negara atau bangsa industri dan masyarakat global bergantung pada pendidikan individu-indvidu dalam sains, matematika, dan teknologi.
Dukungan pada peserta didik dalam meningkatkan kemampuan mereka mnyelesaikan masalah matematika perlu dikembangkan melalui strategi pembelajaran bermodel luwes. Pernyataan ini dapat diterima karena peserta didik berperan dan dapat mengambil peran sewaktu berhadapan dengan isu-isu lingkungan kerja yang merupakan rekomendasi dari dunia kerja atau usaha. Oleh karena itu, pembelajaran matematika vokasional perlu lebih banyak disajikan dari hasil penelitian dan pengembangan. Sebagai misal, apakah matematika vokasional terbatas pada penyajian latihan keterampilan bilangan, berbagai penyajian, dan penggunaan teknologi (seperti kalkulator dan program aplikasi) dalam berbagai bentuk yang ada selama ini, ataukah sampai kepada keterampilan menyelesaikan masalah kompleks?
Memang selama ini, pembelajaran vokasional belum cukup terbimbing dari dokumen kurikulum atau pelatihan dalam mengajarkan matematika vokasional. Sesungguhnya mengajar matematika adalah berbentuk workshop guna mendapatkan selesaian praktis dalam konteks keterampilan kerja, bukan yang terisolasi dari lingkungan. Pendidikan matematika harus dapat mengatasi tugas itu secara cepat sebagai tugas tak rutin, sebagai tantangan dan masalah dalam mengajar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Melalui program pembelajaran berbasis tempat kerja memungkinkan peserta didik menerapkan keterampilan yang dipelajari dalam konteks kehidupan sehari-hari. Program tersebut adalah yang mendukung relevansi dengan tempat kerja. Perlu kelenturan dalam memberikan dukungan melalui pembelajaran sehingga dapat membantu peserta didik sewaktu berhadapan pada masalah keterampilan di dunia kerja.
Survei yang dilakukan peneliti di Kalimantan Barat dalam tahun 2017 mencatat bahwa literasi bilangan diperlukan dalam dunia kerja dan masalah matematika vokasional merupakan masalah dalam program pendidikan matematika tingkat nasional. Sebagai misal, dunia kerja memerlukan pemahaman fungsional mengenai bilangan dan keterampilan matematika serta penggunaan teknologi informasi. Kebutuhan tersebut ditemukan diantara lulusan SMK, para pekerja, dan tempat kerja dengan berbagai jenis perubahannya. Hasil survai pendahuluan tersebut memunculkan masalah pendidikan matematika di sekolah, terutama dalam mengajar. Secara umum pendidik menyatakan bahwa kalkulasi dan matematika sebagai masalah bagi banyak peserta didik, dan mereka belum mendapatkan pengalaman yang sesuai dengan dunia kerja. Padahal, Howson & Mellin-Olsen (1986) menyatakan bahwa pendidikan matematika yang dipercaya sekolah adalah yang mengelompokkan kurikulum berorientasi vokasi yang dirancang agar sesuai dengan permintaan dunia kerja.
Akan tetapi, sampai abad 21 ini kecenderungan lembaga pendidikan bekerja dalam kelas dengan peningkatan perhatian pada kurikulum serba singkat. Kalau ingin menghadirkan matematika vokasional, diperlukan genetika pengetahuan yang bervariasi. Misalnya kurikulum nasional Indonesia diatur dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Akan tetapi, Billett’s (1998) menawarkan empat level lain dalam pembelajaran matematika: (1) phylogenetic, yakni kompetensi dalam pembimbingan belajar konsep dan prosedur; (2) kebutuhan kelas atau keterampilan kerja tertentu; (3) microgenetic yang merupakan level konstruksi pengetahuan yang diturunkan melalui masalah rutin dan tak rutin; dan (4) ontogenetic yakni menyediakan pengetahuan melalui interpretasi rangsangan dalam banyak interseksi.
Kontrol dunia usaha dan industri atas kurikulum vokasional dan hasil-hasil penilaian terkait mengurangi pijakan pengetahuan dalam pengambilan keputusan, secara khusus matematika vokasional. Oleh karena itu, kedua bentuk pembelajaran tersebut perlu memuat diskusi mengenai isu-isu ideologis yang dapat mengembangkan pembelajaran matematika vokasional yang memang dibutuhkan melalui pendidikan matematika. Bahan diskusi yang dimaksud adalah yang dibutuhkan dunia industri dan masyarakat luas yang dapat dikenali secara mantap melalui pembelajaran dimana diharapkan hasilnya merupakan Program Pembelajaran Matematika Vokasional untuk SMK serta dapat didiseminasikan secara praktis dalam praktik mengajar.