Mengungkap Makna filosofis “Cahaya di Atas Cahaya”

- Writer

Jumat, 11 April 2025 - 13:46 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Suara Utama.- Judul “Cahaya di Atas Cahaya” bukan sekadar rangkaian kata puitis, melainkan mengandung makna filosofis yang dalam, terutama dalam konteks spiritualitas dan pencarian makna hidup. ini berakar dari ayat suci Al-Qur’an, yakni Surat An-Nur ayat 35:

“Allah adalah cahaya langit dan bumi….. Cahaya di atas cahaya. Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki……”

yang menggambarkan Allah sebagai pemberi cahaya bagi langit dan bumi. Ayat ini sering ditafsirkan sebagai perumpamaan tentang petunjuk dan ilmu yang diberikan Allah kepada hamba-Nya, di mana cahaya iman dan ilmu saling melengkapi, menghasilkan pencerahan spiritual yang mendalam.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Mengungkap Makna filosofis "Cahaya di Atas Cahaya" Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam ayat tersebut, “cahaya” melambangkan petunjuk, ilmu, dan iman. Maka, “cahaya di atas cahaya” adalah simbol dari lapisan-lapisan pencerahan—sebuah kondisi ketika kebenaran datang bukan hanya satu kali, tetapi terus-menerus memperkuat dan menyempurnakan pemahaman seseorang terhadap kehidupan dan keberadaan.

Dalam konteks lain, ini juga digunakan untuk menggambarkan Nabi Muhammad SAW sebagai “cahaya di atas cahaya,” menekankan perannya sebagai pembawa cahaya petunjuk bagi umat manusia.

Secara filosofis mencerminkan:

  1. Pencerahan Bertingkat

Seperti cahaya yang menerangi kegelapan, kebenaran dan hikmah yang datang silih berganti membentuk pemahaman yang lebih utuh. Ketika seseorang memperoleh ilmu, lalu mengiringinya dengan keimanan, itulah cahaya yang ditumpuk di atas cahaya.

“Cahaya di Atas Cahaya” mengandung makna mendalam tentang proses pencerahan yang tidak terjadi secara instan, melainkan melalui tahapan-tahapan bertingkat. Dalam filsafat dan spiritualitas, pencapaian pemahaman yang utuh tidak hadir sekaligus, tetapi dibangun dari satu lapis kesadaran ke lapis berikutnya.

“Cahaya pertama” bisa dipahami sebagai kilasan pertama dari kesadaran—mungkin berupa pengalaman batin, kejadian yang menyentuh hati, atau pemahaman awal tentang makna hidup. Namun pencerahan sejati tidak berhenti di sana. Ia terus tumbuh melalui refleksi, pembelajaran, dan pengalaman hidup yang mendalam. Inilah “cahaya kedua”, ketiga, dan seterusnya—sebuah proses berkelanjutan dalam menemukan kebenaran, memperdalam iman, dan memperluas wawasan jiwa.

Makna ini juga selaras dengan perkembangan spiritual seseorang. Di awal, cahaya iman hadir sebagai keyakinan dasar. Seiring waktu, jika ditopang oleh ilmu, keikhlasan, dan pengalaman rohani, cahaya itu akan bertambah terang, menuntun pada kebijaksanaan yang lebih dalam. Dalam Islam, ini disebut nurul yaqin—keyakinan yang disinari oleh pemahaman dan kedekatan dengan Tuhan.

Dengan kata lain, pencerahan bukan satu titik, melainkan perjalanan bertahap menuju kedalaman makna. Dan setiap lapis cahaya memperkuat lapis sebelumnya, menjadikan hati lebih kuat, lebih terang, dan lebih jernih dalam melihat hakikat hidup.

  1. Kedalaman Spiritual

Dalam sufisme dan filsafat Islam, “cahaya” sering dimaknai sebagai eksistensi atau manifestasi dari Tuhan. Maka “cahaya di atas cahaya” mengisyaratkan tingkatan spiritual tertinggi, di mana hati manusia bersinar karena kedekatannya dengan Tuhan.

BACA JUGA :  Hamartoni Ahadis Bacabup Kabupaten Lampung Utara Adakan Silaturahmi Di Bukit Kemuning

Makna “Cahaya di Atas Cahaya” juga merujuk pada kedalaman spiritual, di mana seseorang tidak hanya hidup dalam keimanan yang bersifat formal, tetapi mengalami kehadiran ilahi secara personal dan nyata dalam hidupnya. Ini bukan sekadar mengetahui, tetapi mengalami—sebuah keadaan di mana hati benar-benar dipenuhi oleh kesadaran akan Tuhan.

Dalam konteks ini, “cahaya” bukan hanya simbol pencerahan intelektual, tetapi juga simbol iluminasi batin—kesadaran ruhani yang lahir dari keikhlasan, ketundukan, dan kecintaan yang mendalam kepada Sang Pencipta. Ketika seseorang telah melewati banyak tahapan dalam pencarian makna hidup, dan ia menemukan Tuhan dalam setiap denyut kehidupan, di situlah cahaya spiritual benar-benar bersinar.

Frasa ini juga sering digunakan dalam tradisi tasawuf untuk menggambarkan kondisi para wali dan orang-orang yang dekat dengan Allah—mereka yang hatinya tidak hanya terang, tetapi menjadi sumber cahaya bagi orang lain. Cahaya pertama adalah petunjuk, cahaya kedua adalah cinta, dan lapis-lapis selanjutnya adalah kebijaksanaan, kesabaran, dan kebeningan jiwa.

Lebih dari sekadar simbol keimanan, “cahaya di atas cahaya” adalah manifestasi dari Tuhan yang terus menerangi hati manusia, selama manusia itu terus berserah, belajar, dan mendekat. Dalam kondisi ini, spiritualitas tidak lagi menjadi bagian dari hidup—ia menjadi inti dari hidup itu sendiri.

  1. Optimisme dan Harapan

Di tengah dunia yang kerap gelap oleh kebencian, kebodohan, dan ketidakadilan, judul ini menyiratkan bahwa selalu ada terang yang menyusul terang, harapan yang menyusul harapan. Ini mengajarkan bahwa tidak ada kegelapan yang abadi.

Di tengah realitas hidup yang penuh tantangan, konflik, dan ketidakpastian, “Cahaya di Atas Cahaya” menjadi gambaran bahwa harapan tidak pernah padam, bahkan ketika segala sesuatu tampak gelap. Filosofi ini mengajarkan bahwa setiap kegelapan pasti menyimpan potensi cahaya, dan setiap ujian menyimpan peluang untuk tumbuh dan bangkit.

“Cahaya pertama” bisa dimaknai sebagai bentuk harapan awal—doa, niat baik, atau langkah kecil menuju perubahan. Sementara “cahaya kedua” dan seterusnya adalah dorongan tambahan: keteguhan hati, keikhlasan, atau pertolongan tak terduga yang memperkuat langkah tersebut. Maka, cahaya tidak hadir sendirian. Ia bertumpuk, bertumbuh, dan terus menyinari, selama seseorang tidak menyerah pada kegelapan.

Dalam makna yang lebih luas,  ini juga mencerminkan optimisme kolektif: bahwa ketika satu hati bersinar, ia bisa menyalakan hati yang lain. Dalam masyarakat, ini menjadi simbol solidaritas, saling menguatkan, dan keberanian untuk memperjuangkan kebaikan bersama.

Dengan demikian, “Cahaya di Atas Cahaya” bukan hanya tentang pencerahan pribadi, melainkan juga tentang warisan harapan yang bisa menyinari banyak jiwa—bahwa dari satu lentera kecil, bisa lahir cahaya yang tak terpadamkan.

Penulis : Tonny Rivani

Berita Terkait

Dari Kuningan ke Panggung Dunia: Mahasiswa UNIKU Raih Most Inspirational Leader di Malaysia
Pasca Ramadhan, 3i: Saatnya Naik Kelas, Bukan Turun Mesin
Warga Desa Tlogosari di Dampingi DPK LIRA Tiris Laporkan Dugaan Persetubuhan Anak di Bawah Umur. 
Ribuan warga masyarakat Padati TKP pembunuhan. Polres Probolinggo Mendapatkan Apresiasi. 
Mengenal Tuhan Sejati, Menemukan Jati Diri
Tanpa Alasan yang Jelas, Kades Mudo Umarela Berhentikan Dua Orang Linmas di Desanya 
Tekankan Pentingnya Sinergi dalam upaya Pemberantasan Narkoba, Wakil Bupati Subang Terima Audiensi PANI
Respon Cepat DPUPR Perbaiki Jalan Berlobang Ruas Jalan Maron Condong. 
Berita ini 23 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 18 April 2025 - 21:02 WIB

Dari Kuningan ke Panggung Dunia: Mahasiswa UNIKU Raih Most Inspirational Leader di Malaysia

Jumat, 18 April 2025 - 17:23 WIB

Pasca Ramadhan, 3i: Saatnya Naik Kelas, Bukan Turun Mesin

Jumat, 18 April 2025 - 09:59 WIB

Warga Desa Tlogosari di Dampingi DPK LIRA Tiris Laporkan Dugaan Persetubuhan Anak di Bawah Umur. 

Kamis, 17 April 2025 - 18:19 WIB

Ribuan warga masyarakat Padati TKP pembunuhan. Polres Probolinggo Mendapatkan Apresiasi. 

Kamis, 17 April 2025 - 16:26 WIB

Tanpa Alasan yang Jelas, Kades Mudo Umarela Berhentikan Dua Orang Linmas di Desanya 

Kamis, 17 April 2025 - 16:03 WIB

Tekankan Pentingnya Sinergi dalam upaya Pemberantasan Narkoba, Wakil Bupati Subang Terima Audiensi PANI

Kamis, 17 April 2025 - 14:27 WIB

Respon Cepat DPUPR Perbaiki Jalan Berlobang Ruas Jalan Maron Condong. 

Kamis, 17 April 2025 - 12:10 WIB

Di Duga Belum Mengantongi Ijin Lengkap Proyek Pembangunan Gapura Pembatas Kota Kraksaan.

Berita Terbaru

Kajian

Pasca Ramadhan, 3i: Saatnya Naik Kelas, Bukan Turun Mesin

Jumat, 18 Apr 2025 - 17:23 WIB