Masail Fiqhiyah Kontemporer Berkaitan Kurban 1445 H

- Writer

Minggu, 16 Juni 2024 - 14:51 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto Dokumentasi Suhardi : Mudzakarah Masail Fiqhiyah Kontemporer Berkaitan Dengan Kurban

Foto Dokumentasi Suhardi : Mudzakarah Masail Fiqhiyah Kontemporer Berkaitan Dengan Kurban

Oleh: H. Salman Abdullah Tanjung, MA

(Ketua Umum MUI Kabupaten Asahan)

SUARA UTAMA – Dimasa lampau, dari dahulunya penyembelihan kurban selalu disembelih oleh pemilik kurban atau dilakukan oleh keluarga atau kawan dan kirabat pengkurban. Pelaksanaan berkurban telah dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, bahkan Dia telah menyembelih kurban-Nya sebanyak  63 ekor unta dengan tangan-Nya yang mulia, kemudian selebihnya diserahkannya kepada Ali Radhiyallahu ‘Anhu.

Foto Dokumentasi Suhardi : Masail Fiqhiyah Kontemporer Berkaitan Dengan Kurban

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Masail Fiqhiyah Kontemporer Berkaitan Kurban 1445 H Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Foto Dokumentasi Suhardi : Mudzakarah Masail Fiqhiyah Kontemporer Berkaitan Dengan Kurban

Belakangan ini muncul disetiap mesjid atau mushalla ditanah air yang membentuk satu kepanitiaan kurban yang dibentuk oleh Badan Kesejahteraan Mesjid/Mushalla, bertujuan untuk mengajak dan memudahkan pengkurban. Bila sebelum-sebelumnya yang bertindak untuk menyembelih, menguliti, menjagal, membersihkan kotoran, membagi-bagikan daging kurbannya oleh pengkurban itu sendiri. Dengan cara berkurban seperti ini tidak ada menimbulkan masalah fiqhiyah.

Namun berbeda jika kurban itu ditangani oleh sekelompok panitia dan dikoordinir oleh panitia itu untuk mengurusi semuanya. Dari sinilah mulai bermunculan masalah-masalah fiqih yang harus terjaga daripada tujuan mulia berkurban tersebut, agar tidak jatuh kepda tindakan haram. Diantara masalah fiqhiyah yang timbul belakangan ini diantaranya:

  1. Kedudukan panitia
  2. Amanah yang di tanggungjawabi panitia cukup berat
  3. Penetapan harga kurban perorang
  4. Berkurban di mesjid
  5. Penggunaan air yang ada di mesjid
  6. Upah panitia
  7. Bolehkah panitia menerima daging kurban?
  8. Upah penyembelih
  9. Masalah menjual kulit kurban
  10. Pemanfaatan kulit kurban
  11. Distribusi daging kurban
  12. Mendistribusikan daging kurban kepada non muslim

BACA :Keluarga Besar Suara Utama dan AR Learning Center : Selamat Idul Adha 1445 H

  1. Kedudukan panitia

Panitia kurban dalam hal ini bertindak sebagai wakil, apabila seseorang mewakilkan satu urusan kepada orang tertentu atau lembaga tertentu atau panitia maka perwakilan itu sudah mengatas namakan seluruh apa yang diwakilkan kepadanya, maka perwakilan tidak boleh menambah atau mengurangi pelaksanaan amanah yang diterimanya. Pelaksanaan ini sama seperti melaksanakan badal haji atau umrah, mulai dari syarat, rukun, wajib, hal-hal yang sunat dan membatalkan harus dikuasainya dan tidak melanggar ketentuan, sebab jika satu rukun atau syarat  maka batallah hajinya, begitu halnya dengan kurban apabila panitia menyalahi salah satu syrat atau rukun dan wajib maka ia telah berkhianat dan membuat sah kurban yang ia wakili tidak sah.

وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَغُلَّ وَمَن يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ ﴿١٦١﴾

Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya”.

  1. Amanah yang di tanggungjawabi panitia berat

Kedudukan panitia kurban sebenarnya sangatlah berat, karena kepanitian ini berada pada posisi sunnatun hasanah, berbeda dengan amil zakat yang memiliki kedudukan hukum yang sudah ditetapkan oleh dalil syar’i dan bernaskan dasar hukum. Sementara kepanitian kurban tidak didasari nash syar’i yang sudah baku. Kepanitiaan kurban adalah bertujuan untuk membantu, mengajak, memudahkan dan berupaya untuk pemerataan pembagian daging kurban ditengah-tengah masyarakat. Jadi dapat kita pahami bahwa pembentukan “Kepanitiaan” kurban kedudukannya sebagai “Mashlahat al-Mursalah” yang apabila di bentuk maka lebih cendrung kepada timbulnya manfaat yang lebih besar dan terhindarnya dari bentuk keburukan atau kesulitan (dharar). Seandainya tidak dibentukpun maka tidak berdosa karena pembentukan panitia kurban bukan fardhu kifayah tapimashlahat kifayah (jika istilah ini benar).

Foto Dokumentasi Suhardi : Mudzakarah Masail Fiqhiyah Kontemporer Berkaitan Dengan Kurban

Foto Dokumentasi Suhardi : Mudzakarah Masail Fiqhiyah Kontemporer Berkaitan Dengan Kurban

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُوماً جَهُولاً ﴿٧٢﴾

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”.

 Penetapan harga kurban perorang

Diantara masalah yang timbul dengan dibentuknya panitia adalah penetapan harga, terkadang penetapan satu kepanitiaan dengan kepanitiaan yang lain berbeda harga. Berbeda jika yang berkurban membeli sendiri maka tidak akan timbul masalah apapun,karena si pengkurban sudah bertindak untuk dirinya. Namun jika diserahkan kepada panitia maka akan berpotensi menimbulkan masalah.

Lima  prinsip dasar yang harus di pegang panitia:

  • Panitia berniat dan bersikap menolong karena Allah Ta’ala.
  • Panitia tidak boleh berdagang seperti tengkulak.
  • Panitia tidak boleh mengambil daging kurban sebagai upah
  • Panitia sudah mengambil langkah kesepakatan pembagian bagi sipengkurban dari pembagian yang maksimal secara urfiyah yaitu sekitar sepertiga dari kurbannya.
  • Panitia harus merinci penggunaan uang yang ditetapkan seperti sudah ditetapkan Rp. 1.200.000,- maka wajib di jelaskan pada pengkurban contoh: 1. 100.000,- untuk beli kurban dan Rp. 100.000,- untuk biaya ADM kepanitiaan dan jika masih ada lebihnya di infakkan kepada mesjid/musholla. Dengan terus terang dirinci lebih baik dan transparansinya lebih terjamin.

BACA :Tips Marinasi Agar Daging Kambing Tidak Alot

  1. Berkurban di mesjid

Sebutan berkurban di mesjid adalah sebutan lumrah di masyarakat, namun berbeda dengan sebutan berkurban di dalam mesjid, tentu menyembelih kurban didalam mesjid hukumnya tidak boleh, sebagai bentuk tindakan pencegahan tidak mengotori mesjid yang akan menimbulkan bauk tidak sedap, yang sangat dilarang dalam syari’at mulia ini. Jangankan mengotori mesjid, orang yang bau badan atau mulut bau bawang putih disuruh agar menjauh dari jamaah atau dari mesjid, apalagi membawa bau busuk atau bangkai keilingkungan mesjid.

Salah satu tanggungjawab berat panitia kurban di mesjid adalah harus manpu menghilangkan semua kotoran, najis baik berupa isi perut hewan, darah atau bau menyengat yang dapat mengganggu jamaah. Jika tidak mampu maka panitia telah melakukan pelanggaran hukum syar’i dan berdosa, karena sudah ada unsur illat hukum yang jika ada illat maka ada hukum dan jika tidak ada illat maka tidak ada hukum. Dalam kaedah disebutkan:

اَلحْكُمُْيَدُوْرُ بِعِلَّتِهِ وُجُوْدًا وَعَدَمًا

Hukum itu senantiasa berkutat pada illatnya, jika ada illat maka ada hukum, jika tidak ada illat maka tidak ada hkum.

اَلضَّرَرُ يُزَالُ

Setiap bahaya itu harus dihilangkan

لاَ ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan juga tidak boleh membahayakan orang lain

دَرْأُ المْفَاَسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ

Mencegah setiap kerusakan, diutamakan daripada mengambil maslahat

اَلْمَصْلَحَةُ الْعَامَّةُ مُقَدَّمَةٌ عَلَى مَصْلَحَةِ الْخَاصَّةِ

Maslahat umum didahulukan daripada maslahat pribadi

Foto Dokumentasi Suhardi : Mudzakarah Masail Fiqhiyah Kontemporer Berkaitan Dengan Kurban

Foto Dokumentasi Suhardi : Mudzakarah Masail Fiqhiyah Kontemporer Berkaitan Dengan Kurban

Sesuai dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, tentang Pemanfaatan area Masjid untuk kegiatan sosial dan yang bernilai Ekonomis

Pertama: Ketentuan Hukum

  • Masjid dan area masjid dapat dimanfaatkan untuk kegiatan diluar ibadah mahdhah.
  • Pemanfaatan area masjid untuk kepentingan mu’amalah seperti sarana pendidikan, ruang pertemuan, area permainan anak, baik yang bersifat sosial maupun ekonomi diperbolehkan dengan syarat:
  • Kegiatan tersebut tidak terlarang secara syar’i.
  • Senantiasa menjaga kehormatan masjid.
  • Tidak mengganggu pelaksanaan ibadah.

Kedua Rekomendasi

  • Masyarakat diimbau melaksanakan kegiatan muamalah ditempat-tempatyang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, seperti diaula masjid, di Islamic center dan sejenisnya.
  • Pengurus masjid diimbau untuk secara aktif memakmurkan masjid dengan penyediaan sarana dan prasarana yang dapat mendukung kegiatan ibadah dan muamalah masyarakat.

 

  1. Penggunaan air yang ada di mesjid

Kedudukan air yang ada di mesjid ada dua:

  • Pertama: Air yang berkedudukan sebagai wakaf khas (khusus), seperti air ini khusus wuduk/mandi untuk shalat, ketentuannya haram digunakan untuk kepentingan selain shalat dimesjid itu.
  • Kedua : Wakaf ammah (umum) penggunaan air tidak dilarang untuk penggunaan secara umum selama penggunaannya umum termasuk penggunaan pembersihan kurban yang dilaksanakan untuk mesjid.

Secara umum air yang ada dimesjid kedudukannya adalah untuk kepentingan mesjid, oleh sebab itu BKM mesjid seyogyanya selalu memperhatikan penggunaan air yang ada di mesjid lebih baik diarahkan penggunaannya kearah yang lebih umum selama itu bertujuan mulia seperti dakwah, mengajak orang yang belum mengenal Islam untuk singgah melihat ajaran Islam yang luhur dan mulia.

BACA JUGA :  Danesha Assyifatu Haifa: Santri Cilik Multitalenta, Wakil Jatim di FASI Nasional 2024

Oleh sebab itu kepanitiaan kurban harus yang ditugaskan BKM mesjid tertentu, bertujuan untuk kesejahteraan dan kemakmuran mesjid diluar dari itu tidak boleh menggunaakan air yang ada di mesjid tanpa seizin BKM, baik secara hukum dan ‘uruf syar’i.

  1. Upah panitia dan tukang sembelih
  • Panitia kurban tidak boleh (haram) mengambil upah atau gaji dari daging, kulit, tanduk, kepala, otak, lidah, peler bahkan pelana atau tempat duduk yang diletakkan dipunuk unta.
  • Panitia kurban juga tidak boleh (haram) memberikan upah atau gaji bagian apapun dari kurban itu, termasuk kepala, kulit atau tanduk sebagai upah bagi tukang sembelih.
  • Panitia kurban tidak boleh (haram) menjual apapun dari kurban itu, sama ada hasil dari penjualan itu di infakkan ke fakir miskin atau kemesjid atau dibagi-bagi panitia sebagai upah lelah.
  • Apabila dijadikan upah atau menjual bagian dari kurban tersebut dengan seizin atau sepengetahuan pengkurban maka batallah pahala kurbannya dan hilang hakikat kurban menjadi sedekah biasa.

BACA :Hikmah dan Manfaat Ibadah Qurban Idul Adha 1445 H

Dan apabila penjualan atau pemberian upah itu atas dasar kebijakan oleh panitia tanpa sepengetahuan pengkurban, maka panitia jatuh kepada “pengkhianatan amanah” dan panitia berdosa karena sudah melakukan diluar dari statusnya sebagai wakil dari pengkurban.

Illat larangan pada masalah upah ini ada dua:

  • Pertama: Tidak boleh ( haram) dijadikan “upah” dari bagian apapun dari kurban itu.
  • Kedua    : Tidak boleh (haram) “ dijual” apapun dari bagian kurban itu.

 Kebijakan dan solusi dalam masalah ini:

  • Pertama: Mengalokasikan dana dari biaya yang di bebankan kepada pengkurban dengan membuat rincian dana administrasi.
  • Kedua   : Mengambil dana dari sumber lain seperti biaya dari donatur tertentu.
  • Ketiga   : Mengambil dana dari kas mesjid untuk upah penyembelih, apakah dibolehkan?. Jawabannya sbb;
  • Jika kas mesjid berupa wakaf, zakat, nazar atau wasiat maka sama sekali tidak boleh (haram) di jadikan upah untuk penyembelih atau lainnya.
  • Jika kas itu berasal dari dana umum atau sedekah umum yang belum ditentukan oleh BKM untuk peruntukan tertentu boleh diambil sebagai upah bagi penyembelih sebagai upah sewajarnya dengan syarat bahwa pelaksanaan kurban itu berada dibawah idariyah, ta’miriyah BKM Mesjid dan sesuai dengan maqashid syar’iyah. Adapun untuk panitia juga dapat diambil dari kas mesjid yang bersifat umum untuk membeli air minum dan makan tanpa berlebihan.
  1. Bolehkah panitia menerima daging kurban?

Kedudukan panitia kurban sama kedudukannya dengan masyarakat yang lain, panitia berhak menerima bagian (pemberian) dari kurban orang lain, apakah anggota panitia itu kaya atau miskin, sahabat atau kirabat, namun harus diperhatikan bahwa daging yang diterimanya tidak dijadikan sebagai upah atau gaji.

Foto Dokumentasi Suhardi : Mudzakarah Masail Fiqhiyah Kontemporer Berkaitan Dengan Kurban

Foto Dokumentasi Suhardi : Mudzakarah Masail Fiqhiyah Kontemporer Berkaitan Dengan Kurban

 

  1. Masalah menjual kulit kurban       

Tidak boleh menjual sedikitpun bagian dari hadyu atau kurban apakah itu kurban nazar atau sunat, apakah itu daging, lemak, tanduk, kulit atau bulunya. Apabila panitia bertindak atau mengambil kebijakan maka mereka telah berkhianat terhadap amanah yang diberikan kepada mereka.

  1. Pemanfaatan kulit kurban

Maksud pemanfaatan kulit kurban disini bukan untuk upah atau menjualnya, tapi makna pemanfaatan disini seperti dijadikan kulitnya menjadi khuf, sandal, tempat air, atau alat penyiram, pengayak atau pemanfaatan lainnya hukumnya boleh dengan syarat kurbannya sunat (tathouu’) bukan wajib seperti nazar. Sebagaimana dalam hadis Nabi SAW, yang bersumber dari Aisyah R.Ah. Ia berkata:

دفت دافة من البادية حضرة الأضحى زمان رسول الله صلى الله عليه وسلم، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم:” ادخروا الثلث، وتصدقوا بما بقي”. فلما كان بعد ذلك قيل لرسول الله صلى الله عليه وسلم، يارسول الله، لقد كان الناس ينتفعون من ضحاياهم ويجملون منها الودك، ويتخذون منها الاسقية؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم:”وماذاك؟” قالوا: يارسول الله نهيت عن إمساك لحوم الضحايا بعد ثلاث، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم:”إنما نهيتكم من أجل الدافة، فكلوا وتصدقوا وادخروا”

Telah bertamu sekelompok tamu dari baduwi, pas telah datang waktu berkurban pada masa Nabi SAW, lalu berkata Rasulullah SAW:” Simpan kamulah sepertiganya dan sedekahkanlah yang lainnya”. Maka setelah itu ada yang berkata bagi Rasulullah SAW: Ya Rasulallah! Sungguh sebelumnya  orang-orang telah memanfaatkan dari kurban-kurban mereka dan mereka membuat ekstrak minyak darinya, juga mereka membuatnya sebagai ceret? Lalu Rasulullah SAW bersabda:” lalu apa masalahnya? Mereka menyahut: Ya Rasulallah sebelumnya Engkau melarang kami untuk menyimpan daging-daging kurban setelah tiga hari, Kemudian Rasulullah SAW berkata:” Sebenarnya saya melarang kamu sebelumnya karena menjamu tamu, sekarang makan kamulah, dan sedekahkan kamulah dan simpan kamulah”.

  1. Distribusi daging kurban

Cara distribusi daging kurban pertama-tama kita harus memisahkan kurban wajib dengan kurban sunat, kurban sunat termasuk didalamnya kurban nazar, wasiat, mewajibkan atas dirinya berkurban atau bersumpah dia akan berkurban maka hukumnya jatuh kurban wajib. Apabila kurban sudah menjadi wajib maka si pengkurban dan yang dibawah tanggungjawabnya tidak boleh dimakannya walaupun hanya sedikit, dan seluruh kurbannya disedekahkan kepada orang lain. Kurban wajib boleh disedekahkan seluruhnya walau hanya kepada seorang fakir atau miskin dalam keadaan mentah. Dan apabila kurban itu kurban sunat maka cara membaginya:

  • Lebih afdhal dia menyembelihnya sendiri, dia yang mensedekahkan semuanya termasuk kulit kecuali hanya satu suapan daging untuk tanda syukur, sebaiknya yang dimakan dari hati.
  • Dia sendiri yang menyembelih dan mensedekahkan seluruhnya termasuk kulit dan memakan sebagiannya tidak melewati tiga hari dari hari sembelih
  • Dia sendiri yang menyembelih dan mensedekahkan hanya sedikit dari kurbannya termasuk kulit kepada orang lain.
  • Mewakilkan sembelihan kepada orang lain, namun dia menyaksikan sembelihan itu dan dia juga membagi-bagikannya kepada oranglain seperti pada poin a, b, c.
  • Mewakilkan sembelihan kepada orang lain, dan yang membagi-bagikannya juga orang lain dan menyerahkannya kepada orang lain untuk membagi-bagikannya sepertiga untuk dirinya, sepertiga dihadiahkan kepada orang kaya dan sepertiga disedekahkan kepada fakir miskin.
  • Mewakilkan sembelihan kepada orang lain, namun tidak menyaksikan sembelihan itu dan menyerahkan distribusinya kepada panitia sesuai dengan pembagian secara terkordinir yang dilakukan oleh panitia.

BACA :Mudzakarah Ramadhan MUI Asahan : Ummat Washato 1445 H

  1. Mendistribusikan daging kurban kepada non muslim

Bolehkah memberikan daging kurban kepada non muslim?.

Kita sudah sebutkan diatas bahwa qurban itu ada dua macam: Pertama: Kurban wajib maka samasekali tidak boleh diberikan kepada non muslim, dikiaskan kepada zakat, pendistribusiannya sudah ditentukan dalam nash Alquran dan Hadis dan tidak masuk didalamnya non muslim. Kedua: Kurban sunnah, untuk mengetahui lebih dalam sejauhmana kebolehan memberikan daging kurban kepada pihak non muslim, terlebih dahulu kita jelaskan pendapat berbagai madzhab fiqh, terutama dari madzhab mu’tabarah yang empat.

  • Pertama: Madzhab Hanafi, boleh memberikan daging kurban kepada non muslim terutama kepada kirabat, jiran atau fakir miskin, sama dengan pendapat mayoritas ulama dari kalangan hanabilah.
  • Kedua : Madzhab Maliki, dimakruhkan memberikan daging kurban kepada Yahudi atau Nasrani dan mereka ahluzzimmah.
  • Ketiga : Madzhab Syafi’i, boleh memberikan makan orang fakir dari ahli Azzimmah pada qaul mu’tamad dari kurban sunat (tathouwu’) dan tidak boleh dari kurban wajib.
  • Keempat: Madzhab Hanbali, boleh memberikan daging kurban kepada orang kafir dari kurban sunat, namun kurban wajib tidak boleh diberikan kepada orang kafir.

Dalam pendistribusian daging kurban tetap mendahulukan hak-hak kaum muslimin terlebihdahulu, karena berkurban adalah syi’ar umat Islam, tetap tidak mensejajarkan hak-hak seorang muslim dalam pembagian, dengan terlebih dahulu memberikannya kepada fakir atau jiran muslim, baru menghadiahkannya kepada fakir dan jiran non muslim. Pemberian itu sebagai menghargai dan berbuat baik kepada mereka yang tidak memerangi, tidak ingin mengusir dan memaksa untuk menperwalikan mereka.

Wallahu A’lam Bi Alshawab.

 

Penulis : H. Salman Abdullah Tanjung, MA

Editor : Dr.Suhardi,S.Pd.I,MA

Sumber Berita : MUI Kabupaten Asahan

Berita Terkait

Apresiasi Masyarakat Indonesia Pasca Hasil Pemilu 2024!
Mengenang Tokoh Masyarakat Cikeas Udik, Oyot Eron
Masjid Jami Alfalah Terima Bantuan Ambulance Dari Dra. Hj. Oktoryani dan keluarga- Siap Memaksimalkan Pelayanan Pada Warga
Selamat Hari Ibu 2024: Menghargai Peran Ibu sebagai Pelita Kehidupan
Maksimalkan Pelayanan, Direktur UT Palembang Resmikan Gedung SALUT
Hukum Perceraian Dalam Islam
Mulia Family Community Edukasi Anggotanya Melalui Training Spiritual Perempuan Berdaya dan Berkarya
Inkubasi Bisnis Wiji Unggul 2024 Ditutup dengan Sukses: UMKM Tangguh dan Adaptif
Berita ini 67 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 9 Januari 2025 - 17:26 WIB

Apresiasi Masyarakat Indonesia Pasca Hasil Pemilu 2024!

Rabu, 8 Januari 2025 - 11:27 WIB

Mengenang Tokoh Masyarakat Cikeas Udik, Oyot Eron

Jumat, 27 Desember 2024 - 15:28 WIB

Masjid Jami Alfalah Terima Bantuan Ambulance Dari Dra. Hj. Oktoryani dan keluarga- Siap Memaksimalkan Pelayanan Pada Warga

Minggu, 22 Desember 2024 - 12:35 WIB

Selamat Hari Ibu 2024: Menghargai Peran Ibu sebagai Pelita Kehidupan

Sabtu, 21 Desember 2024 - 20:29 WIB

Maksimalkan Pelayanan, Direktur UT Palembang Resmikan Gedung SALUT

Senin, 16 Desember 2024 - 22:45 WIB

Hukum Perceraian Dalam Islam

Minggu, 15 Desember 2024 - 21:35 WIB

Mulia Family Community Edukasi Anggotanya Melalui Training Spiritual Perempuan Berdaya dan Berkarya

Kamis, 12 Desember 2024 - 11:01 WIB

Inkubasi Bisnis Wiji Unggul 2024 Ditutup dengan Sukses: UMKM Tangguh dan Adaptif

Berita Terbaru

Artikel

Apresiasi Masyarakat Indonesia Pasca Hasil Pemilu 2024!

Kamis, 9 Jan 2025 - 17:26 WIB