SUARA UTAMA, Dalam hitungan kurang lebih dua bulan ke depan, seluruh rakyat Indonesia terutama di daerah tingkat propinsi, Kabupaten dan kota akan melaksanakan pemilihan dalam Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) serentak pada tanggal 27 Nopember 2024. Hal tersebut merupakan kegiatan ritual politik lima tahunan sekali didalam memilih kepala daerah, yang akan menjadi pengelola daerahnya. Banyak pihak mempersiapkan segala sesuatunya agar pelaksanaan Pilkada ini dapat berjalan dengan baik dan sukses, mulai dari KPU, KPPS, Bawaslu sampai para calon dan para pendukungnya.
Indonesia sebagai salah satu negara yang menganut sistem demokrasi, sudah seharusnya melaksanakan konsep demokrasi secara konsisten dan berkesinambungan baik dalam Pilkada maupun Pilpres. Dimana demokrasi dalam konsep yang lebih mendasar adalah berbicara rakyat sebagai aktor utamanya, karena rakyatlah yang melaksanakan Pilkada melalui pencoblosan suara secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Termasuk para calon kepala daerah yang dipilih adalah bagian dari rakyat itu sendiri. Hal tersebut selaras dengan pandangan Schumpeter bahwa demokrasi adalah sistem yang memilih pemimpin politik melalui pemilihan umum. Pandangan tersebut diperkuat oleh Lincoln dengan penjelasannya bahwa, demokrasi identik sebagai pemerintahan rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Secara umum, masih ada pandangan masyarakat yang melihat proses pemilihan dalam Pilkada ini hanyalah teknis semata, tidak ada bedanya dengan pemilihan dalam Pilpres dan Pilwapres, hanyalah syarat sebagai warga negara yang baik. Mendatangi tempat pemilihan suara, dicatat oleh panitia, duduk, masuk kotak suara mencoblos calon lalu salah satu jari dicelupkan ke tinta sebagai tanda sudah memilih dan selesai. Ada juga sebagian masyarakat yang skeptis dengan alasan yang beragam, terkadang politis. Kondisi ini merupakan pertanda tidak berjalannya sistem demokrasi yang dibangun. Apabila kembali merujuk pada pendapat kedua tokoh diatas, dapat dimaknakan bahwa dalam negara demokrasi, rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi negara. Apabila sistem pemilihan kepala daerahnya tidak berjalan, tentunya kemunduran dalam suatu sistem demokrasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemikiran konsep demokrasi diciptakan secara mendasar adalah, memberi ruang pada rakyat untuk berkiprah dalam negara untuk dikelola, diurus secara berkesinambungan melalui wakil-wakilnya yang dipilih melalui pemilu dalam kurun lima tahun sekali. Dengan tujuan untuk menuju kesejahteraan, keadilan dan kemakmuran bagi rakyat ke arah yang lebih baik. Apakah dalam proses pelaksanaannya berjalan dengan baik? belum tentu, tentunya banyak hal dan faktor yang senantiasa dijadikan bahan telahaan, koreksi dan evaluasi secara terus menerus.
Pentingnya Demokrasi dalam Pilkada
Demokrasi sebagai sebuah sistem dalam suatu negara sangat penting dan menentukan perjalanan arah bangsa dan negara, ketika negara melalui pemerintah yang berkuasa mampu mengelola berbagai agenda politik negara yang sifatnya memberikan pemenuhan apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan rakyat, melalui berbagai regulasi dengan prioritas bagi kebutuhan dan kepentingan rakyat. Pilkada adalah salah satu produk yang dihasilkan oleh para pengelola negara, presiden dan parlemen didalam mewujudkan sistem demokrasi.
Relasi konsep demokrasi dan Pilkada dapat kita lihat dalam beberapa hal, yang tentunya menjadi acuan bagi para pengelola negara, terutama presiden sebagai kepala pemerintahan didalam menjalankan pemerintahannya. Beberapa hal dimaksud diantaranya, rakyat memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri, mengingat dalam hal ini rakyat adalah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Keterpilihan pemimpin daerah yang terpilih tentunya akan lebih profesional dan bertanggung jawab didalam menjalankan tugasnya, karena terpilih melalui mandat rakyat secara langsung dalam Pilkada.
Pilkada memberi wadah pada rakyat untuk berpartisipasi aktif didalam proses politik melalui pemilihan calon-calon pemimpinnya, apabila partisipasi rakyat ini berproses terus tentunya akan mewujudkan pendewasaan politik bagi rakyat. Selain itu hal yang tidak kalah pentingnya adalah, para pemimpin daerah yang dipilih minimal mampu mewakili harapan, keinginan berupa aspirasi rakyat melalui keterwakilan pemimpin yang dipilihnya.
Secara esensi konsep demokrasi dalam proses Pilkada adanya persamaan hak bagi seluruh rakyat, untuk memilih dan dipilih. Adanya ruang bagi seluruh rakyat untuk mengungkapkan harapan dan keinginannya, melalui ekpresi politik atas pilihan-pilihannya. Sawad menegaskan bahwa demokrasi adalah sebuah sistem yang memerlukan beberapa kondisi minimal, salah satunya adalah Freedom of speech and expression (kebebasan berpendapat). Hal-lain adalah hal-hal yang tidak disembunyikan apa adanya dalam kejujuran dan menghindari kecurangan menjadi nilai dasar demokrasi. Selanjutnya adalah kesempatan rakyat untuk dapat mengakses data pemilih dan proses penghitungan suara dalam transparansi, salah satu titik point utama yang tidak bisa diabaikan juga dalam demokrasi.
Persoalan yang sering ditemukan dalam Pilkada
Pada tataran praktik, tidak se-ideal dengan apa yang menjadi konsep normatif demokrasi dalam Pilkada, manusia tidak luput dari kepentingan-kepentingan untuk mewujudkan hasrat tujuannya. Cara instant terkadang dilakukan, walaupun aturan mainnya sudah jelas dilarang mengenai Pilkada. Hal yang sering kita temukan adanya politik uang, untuk melicinkan pilihannya untuk maju terus. Bagi yang bermodal besar sepertinya bukan masalah yang sangat berat, apapun akan dilakukan karena melimpahnya modal yang dimiliki.
Tingginya apatisme pemilih golput dalam Pilkada tentunya harus menjadi perhatian dan telahaan yang harus dikaji dan dibenahi oleh pemerintah, agar kesadaran masyarakat terutama generasi Z sebagai generasi yang mendominasi demografi kependudukan di Indonesia, mampu melaksanakan hak politiknya sebagai pemilih untuk memilih. diprioritaskan diberikan pendidikan politik melalui sosisalisasi dalam berbagai forum mengenai pentingnya Pilkada.
Tidak kalah pentingnya persoalan yang kita temui dalam Pilkada dan banyak menguras konsentrasi semua pihak, adalah politik identitas yang sering dijadikan jargon dalam bahasa kampanye oleh para calon dan pendukungnya ketika melakukan kampanye secara langsung pada rakyat. Khususnya untuk politik identitas ini, apabila tidak dibenahi aturan mainnya dikhawatirkan akan menimbulkan kegaduhan.
Perbaikan Pilkada sebagai Wujud Demokrasi
Hal-hal yang mungkin dapat dilakukan dalam kegiatan Pilkada, agar kualitas Pilkada ke depannya lebih baik lagi tentunya harus adanya sinergisitas semua pihak. Pemerintah, KPU sebagai penyelenggara, Bawaslu sebagai pengawas, KPPS dan tentunya rakyat semua sebagai pemangku kepentingan langsung. Prioritaskan pendidikan politik mulai dari siswa SMA sampai perguruan tinggi, karena merekalah sebagai generasi penerus yang akan mengisi kerbelangsungan negara kita selanjutnya. masukan materi pendidikan politik dalam kurikulum pembelajaran dan perkuliahan perlu diupayakan untuk menumbuhkan literasi politik dengan baik mengenai pemilihan umum (Pilkada dan Pilpres, Pilwapres).
Pembenahan kualitas yang menjadi pendukung bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu beberapa diantaranya, merekrut petugas yang mempunyai kapasitas dan kompeten, dukungan anggaran yang memadai, sarana prasarana baik dalam sistem penggajian maupun peralatan dan perlengkapan yang dimiliki. Mengapa harus bawaslu? karena lembaga ini memegang peranan penting dan menentukan sebagai wasit yang harus mampu melihat dengan jernih, objektif dan adil mengenai kebenaran, kejujuran maupun kecurangan yang dilakukan oleh para calon kepala daerah. Pertanggung jawabannya pun berat, karena menyangkut perlakuan adil mengenai hak seluruh rakyat Indonesia.
Penulis : Agus Budiana
Editor : Redaksi Suara Utama