Kebijakan Blokir oleh PPATK: Efektif Cegah Kejahatan, Tapi Ganggu Minat Menabung Masyarakat?

- Penulis

Kamis, 31 Juli 2025 - 13:54 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

FOTO : ppatk.go.id/siaran_pers/perlindungan-hak-dan-kepentingan-pemilik-sah-rekening-perbankan.

FOTO : ppatk.go.id/siaran_pers/perlindungan-hak-dan-kepentingan-pemilik-sah-rekening-perbankan.

SUARA UTAMA – Dalam beberapa bulan terakhir, publik dihebohkan oleh berbagai laporan pemblokiran rekening yang dilakukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kebijakan ini memang ditujukan untuk menindak praktik pencucian uang, pendanaan terorisme, dan tindak kejahatan lainnya. Namun, di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa langkah tersebut justru membuat masyarakat resah dan enggan menyimpan dana di lembaga keuangan formal.

Langkah Tegas PPATK: Pencegahan atau Overblocking?

Sejak awal tahun 2024, PPATK mencatat peningkatan signifikan dalam pemblokiran rekening yang diduga terlibat aktivitas mencurigakan. Dalam laporan resminya, PPATK telah memblokir lebih dari 32.000 rekening sepanjang 2024, naik hampir 40% dibandingkan tahun sebelumnya.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Kebijakan Blokir oleh PPATK: Efektif Cegah Kejahatan, Tapi Ganggu Minat Menabung Masyarakat? Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ivan Yustiavandana, Kepala PPATK, menyatakan bahwa langkah pemblokiran dilakukan atas dasar indikasi kuat dan koordinasi dengan aparat penegak hukum. “Kami bukan lembaga pemutus, tapi penyedia informasi awal yang strategis. Pemblokiran bersifat sementara dan berbasis data analisis transaksi,” jelasnya.

Namun, muncul kritik atas prosedur dan transparansi pemblokiran. Banyak nasabah mengaku tidak mendapatkan penjelasan rinci, serta tidak tahu ke mana harus mengadu.

Media Menyoroti: Kejutkan Publik, Guncang Kepercayaan

Sejumlah media nasional telah menyoroti persoalan ini.

Kompas (Juni 2025) memberitakan kasus pemblokiran rekening para pelaku UMKM yang tidak mendapatkan penjelasan memadai. Sementara itu, CNBC Indonesia (Mei 2025) melaporkan bahwa pemblokiran juga menyasar rekening milik keluarga tersangka yang belum tentu terkait langsung, memicu polemik tentang pelanggaran hak individu.

Tempo.co bahkan menyebut ini sebagai “overreach lembaga intelijen finansial” yang berpotensi mengikis kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan.

Anggota DPR RI: Jangan Ada Korban Tak Bersalah

Willy Aditya, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem, menyatakan bahwa PPATK perlu melakukan penyempurnaan tata kelola dan memperbaiki transparansi.

“PPATK punya peran strategis, tapi jangan sampai langkah-langkah mereka membuat rakyat takut menabung. Jangan ada masyarakat kecil yang jadi korban karena sistem analisis yang belum sempurna,” ujarnya saat RDP di Senayan, Juni lalu.

Arsul Sani (PPP), anggota Komisi III lainnya, juga menegaskan pentingnya perlindungan hak masyarakat.

“Pemblokiran harus disertai mekanisme pengaduan yang responsif. Jangan sampai rekening orang tua atau istri yang tidak tahu-menahu ikut dibekukan tanpa klarifikasi,” ucapnya kepada Metro TV.

Tokoh Politik Soroti Dampak Sistemik

Muhaimin Iskandar (Ketua Umum PKB) dalam wawancara dengan Detik.com (April 2025) mengatakan bahwa Indonesia perlu keseimbangan antara kepentingan keamanan finansial dan rasa aman masyarakat.

“Kita dorong transparansi keuangan, tapi juga harus lindungi rasa aman rakyat kecil yang baru mulai menabung. Jangan sampai semangat inklusi keuangan berubah jadi trauma keuangan.”

Sementara itu, Faldo Maldini, juru bicara pemerintahan bidang komunikasi publik, menjelaskan bahwa pemerintah sedang meninjau ulang SOP pemblokiran bersama OJK dan PPATK.

“Evaluasi sedang dilakukan. Tujuannya agar sistem tidak hanya kuat secara teknis, tapi juga berkeadilan secara sosial,” ujarnya kepada CNN Indonesia.

Pendapat Ekonom: Efek Psikologis dan Ancaman terhadap Inklusi Keuangan

BACA JUGA :  Mak Jora-Jora..!!!

Dr. Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), menyoroti efek domino dari kebijakan ini. “Ada kekhawatiran bahwa masyarakat kelas menengah ke bawah akan merasa waswas menyimpan uang di bank. Mereka takut rekeningnya bisa diblokir sewaktu-waktu hanya karena aktivitas yang tidak mereka pahami dianggap mencurigakan,” ujarnya.

Bhima juga mencatat bahwa upaya meningkatkan inklusi keuangan bisa terganggu. “Selama ini pemerintah mendorong program seperti tabungan pelajar, digital banking, dan QRIS untuk menarik minat menabung. Tapi kalau sistemnya dianggap tidak aman oleh masyarakat, kepercayaan bisa runtuh,” tambahnya.

Pelaku Perbankan Bicara: Perlunya Koordinasi yang Lebih Transparan

Dari sisi praktisi, perbankan berada dalam posisi dilematis. Pimpinan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menyampaikan bahwa mereka mendukung pemberantasan kejahatan finansial, namun juga meminta kejelasan prosedural dari PPATK.

“Bank sering menjadi pihak yang harus menjelaskan kepada nasabah, padahal pemblokiran dilakukan atas permintaan pihak eksternal. Ini bisa menurunkan citra bank dan menimbulkan frustrasi di kalangan nasabah,” kata salah satu pejabat bank yang tak mau disebutkan namanya.

Pakar Hukum: Dasar Hukum Masih Perlu Diperjelas

Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional UI, menilai bahwa mekanisme blokir semestinya diikuti dengan jaminan transparansi dan hak pemulihan bagi masyarakat.

“Pemblokiran adalah langkah yang keras. Kalau tidak dikawal mekanisme hukum dan hak jawab, maka itu bisa menjadi bentuk ‘hukuman tanpa pengadilan’. Prinsip praduga tak bersalah harus tetap dijunjung tinggi,” tegasnya.

Koalisi LSM, termasuk ICW dan LBH Jakarta, mendesak dibentuknya mekanisme audit independen terhadap kebijakan pemblokiran, serta saluran pemulihan yang bisa diakses publik secara cepat dan tanpa biaya tinggi.

Peneliti INDEF, Nailul Huda, juga menyarankan keterlibatan Ombudsman dalam pengawasan kebijakan PPATK.

“Kita harus jaga agar sistem tidak menjadi alat penindasan ekonomi, apalagi terhadap masyarakat yang tidak memiliki akses hukum memadai,” katanya.

Data Minat Menabung Masyarakat Menurun?

Bank Indonesia mencatat penurunan saving ratio rumah tangga dari 16,8% pada 2022 menjadi 15,1% pada akhir 2024. Meski banyak faktor penyebab, mulai dari tekanan inflasi hingga perubahan perilaku konsumsi, pengamat menyebut bahwa kekhawatiran atas pemblokiran rekening bisa menjadi faktor non-ekonomi yang tidak boleh diabaikan.

Rekomendasi Kebijakan: Perlu Revisi SOP dan Edukasi Masyarakat

Para pakar menyarankan:

  • SOP blokir rekening perlu diperjelas dan disosialisasikan ke publik.
  • Sistem aduan publik diperkuat agar warga bisa meminta klarifikasi dan pemulihan haknya.
  • Edukasi digital finance dan literasi hukum ditingkatkan.

Penutup: Menjaga Keseimbangan antara Keamanan dan Kepercayaan

Langkah PPATK dalam memberantas kejahatan keuangan patut diapresiasi. Namun, keberhasilan strategi ini tidak hanya diukur dari jumlah rekening yang diblokir, melainkan dari kemampuan negara menjaga kepercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional.

Jika masyarakat takut menabung dan memilih menyimpan uang secara informal, maka risiko ekonomi yang lebih besar—seperti shadow banking dan cash economy—bisa mengancam stabilitas ekonomi nasional.

Berita Terkait

Mengapa Ada Jiwa yang Terpanggil ke Surga dan Ada yang Ke Neraka?
Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  
Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia
Kepatuhan Pajak di Tangan Algoritma: Solusi atau Ancaman?
Friedrich Nietzsche dan Gema Abadi dari Kalimat “Tuhan Telah Mati”
Penulis Tak Lagi Dibebani Administrasi Pajak? Kemenekraf Mulai Lakukan Pembenahan
Eko Wahyu Pramono Gugat Politeknik Negeri Jember ke PTUN Surabaya
Janji Boleh Lisan, Pembuktiannya Harus Kuat: Pesan Advokat Roszi Krissandi
Berita ini 51 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 8 Desember 2025 - 07:12 WIB

Mengapa Ada Jiwa yang Terpanggil ke Surga dan Ada yang Ke Neraka?

Kamis, 4 Desember 2025 - 19:29 WIB

Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  

Kamis, 4 Desember 2025 - 16:12 WIB

Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia

Rabu, 3 Desember 2025 - 15:29 WIB

Kepatuhan Pajak di Tangan Algoritma: Solusi atau Ancaman?

Rabu, 3 Desember 2025 - 14:43 WIB

Friedrich Nietzsche dan Gema Abadi dari Kalimat “Tuhan Telah Mati”

Selasa, 2 Desember 2025 - 14:11 WIB

Penulis Tak Lagi Dibebani Administrasi Pajak? Kemenekraf Mulai Lakukan Pembenahan

Selasa, 2 Desember 2025 - 12:48 WIB

Eko Wahyu Pramono Gugat Politeknik Negeri Jember ke PTUN Surabaya

Senin, 1 Desember 2025 - 20:03 WIB

Janji Boleh Lisan, Pembuktiannya Harus Kuat: Pesan Advokat Roszi Krissandi

Berita Terbaru