SUARA UTAMA — Perdana Menteri Malaysia sekaligus Ketua ASEAN 2025, Anwar Ibrahim, berhasil mencuri perhatian kawasan dan dunia internasional dengan memediasi secara langsung konflik bersenjata yang kembali memanas di wilayah perbatasan Thailand dan Kamboja di Putrajaya, Malaysia, pada hari Senin 28/7/2025.
Pertemuan trilateral darurat antara Thailand, Kamboja, dan Malaysia di bawah payung ASEAN menghasilkan kesepakatan penghentian tembak-menembak dan komitmen menuju demiliterisasi bertahap di zona konflik, disertai usulan besar: pembentukan pasukan perdamaian ASEAN untuk menjaga stabilitas jangka panjang.
“Kita bukan hanya mendamaikan, tetapi juga mencegah luka lama kembali berdarah. ASEAN harus hadir dengan solusi nyata, termasuk kehadiran pasukan perdamaian kawasan,” ujar Anwar dalam pernyataan usai pertemuan di Kuala Lumpur.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Solusi Diplomatik: Demiliterisasi dan Zona Aman ASEAN
Dalam kesepakatan awal yang difasilitasi Malaysia, kedua negara menyetujui:
- Penarikan bertahap pasukan bersenjata aktif dari garis perbatasan yang disengketakan;
- Pembentukan zona demiliterisasi sementara seluas 10 km di masing-masing sisi, di bawah pengawasan langsung ASEAN;
- Penempatan awal “ASEAN Peace Monitoring Force (APMF)”, berisi kontingen non-bersenjata dari negara-negara netral ASEAN untuk memastikan kepatuhan gencatan senjata;
- Dimulainya dialog lintas budaya dan ekonomi perbatasan Thailand-Kamboja sebagai jembatan rekonsiliasi jangka panjang.
Gagasan penempatan pasukan perdamaian regional ini bukan hanya langkah teknis, tetapi menjadi sinyal kuat bahwa ASEAN bersiap membangun kerangka keamanan kolektif tanpa terlalu bergantung pada kekuatan eksternal seperti Amerika Serikat atau Tiongkok.
Sorotan Media Nasional: ASEAN Kembali ke Akar Perdamaian
Media nasional seperti Kompas dan Media Indonesia menyoroti gagasan pasukan perdamaian ASEAN sebagai terobosan berani dan langka dalam sejarah organisasi ini.
Pakar geopolitik dari CSIS Indonesia, Dr. Lina A. Kusuma, menyatakan bahwa ASEAN perlu segera membentuk mekanisme formal operasional APMF, dengan kerangka hukum dan dukungan anggaran dari negara anggota.
“Kalau Eropa punya NATO dan Afrika punya African Union Peacekeepers, ASEAN tidak bisa terus hanya berdoa pada prinsip ‘non-intervensi’. Saatnya ada perubahan arsitektur keamanan kawasan,” ujar Lina.
Respons Global: ASEAN Bisa Jadi Model Baru Resolusi Konflik
Media seperti Reuters, The Diplomat, dan Nikkei Asia menyambut baik solusi perdamaian ini sebagai langkah proaktif ASEAN yang mulai matang dalam menghadapi konflik internal.
BBC mencatat bahwa inisiatif Anwar Ibrahim dapat menjadi model mediasi Asia Tenggara yang tidak bergantung pada negara besar, melainkan pada kerja sama kolektif regional berbasis kearifan lokal dan kesamaan sejarah.
Sementara itu, media Jerman Deutsche Welle dan harian Le Monde (Prancis) menyebut bahwa kehadiran pasukan ASEAN di perbatasan dua negara adalah “simbol baru persatuan Asia Tenggara”, dan dapat mencegah ekskalasi lebih luas yang bisa dimanfaatkan oleh kekuatan eksternal seperti militer Tiongkok atau poros Indo-Pasifik AS.
Penutup: Dari Damai Gencatan Senjata ke Keamanan Kolektif ASEAN
Langkah Anwar Ibrahim bukan hanya menghindari perang terbuka antara dua negara tetangga, tapi juga membangun fondasi keamanan kolektif ASEAN yang lebih tangguh dan independen.
“Kami ingin masa depan ASEAN dibangun bukan dari ketakutan, tapi dari kepercayaan. Pasukan perdamaian ASEAN adalah awal untuk menjaga itu,” tutup Anwar dengan penuh keyakinan.
Dengan semangat ini, ASEAN tidak hanya menanggapi krisis, tetapi mengukir arah baru bagi perdamaian, stabilitas, dan integrasi kawasan yang lebih kokoh di masa depan.














