Ketika Mata Dunia di Tanah Terluka: Ikon Palestina sebagai Syair Pemberontakan Kemanusiaan Global

- Penulis

Senin, 14 Juli 2025 - 15:11 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto : Aksi Bela Palestina di Lapangan Alun Alun Subang - 2025

Foto : Aksi Bela Palestina di Lapangan Alun Alun Subang - 2025

SUARA UTAMA –

Pendahuluan: Luka yang Menyuarakan Dunia

Palestina bukan sekadar wilayah yang disengketakan atau medan perang berkepanjangan. Ia telah menjelma menjadi ikon global perlawanan terhadap ketidakadilan, penindasan, dan pelanggaran hak asasi manusia. Gambaran kehancuran Gaza, derita pengungsi, dan perlawanan rakyat sipil telah membangkitkan gelombang solidaritas lintas bangsa, agama, dan ideologi.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Ketika Mata Dunia di Tanah Terluka: Ikon Palestina sebagai Syair Pemberontakan Kemanusiaan Global Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Seiring eskalasi konflik dan tragedi kemanusiaan di Jalur Gaza dan Tepi Barat, dunia menyaksikan bagaimana Palestina bukan hanya tentang pertarungan fisik atas tanah, tetapi simbol perjuangan moral bagi kemanusiaan.

Palestina: Dari Konflik Regional menjadi Simbol Global

Tragedi yang berlangsung di Palestina selama lebih dari tujuh dekade telah menarik perhatian dunia internasional. Masyarakat sipil, lembaga kemanusiaan, akademisi, jurnalis, aktivis, hingga selebriti dunia menyerukan keadilan dan penghentian kekerasan.

Tokoh hak asasi manusia dunia, Nelson Mandela, pernah menegaskan:

“Kebebasan kami tidak akan lengkap tanpa kebebasan rakyat Palestina.”
— Nelson Mandela, mantan Presiden Afrika Selatan

Pandangan ini sejalan dengan opini global bahwa perjuangan Palestina merupakan barometer kemajuan peradaban dalam memperjuangkan hak dan martabat manusia.

Krisis Kemanusiaan yang Tak Kunjung Usai

Laporan Human Rights Watch dan Amnesty International secara tegas menyebutkan bahwa kebijakan apartheid dan blokade Israel terhadap Palestina telah menyebabkan pelanggaran serius terhadap hukum internasional. Krisis kemanusiaan di Gaza menjadi sorotan banyak media dunia.

Menurut laporan Al Jazeera (2024):

“Rata-rata setiap dua jam satu anak terbunuh di Gaza selama serangan terakhir. Rumah sakit runtuh, listrik padam, dan bantuan tertahan.”

The Guardian dalam editorialnya (2024) menulis:

“Palestine has become a test of global conscience. Remaining silent is no longer an option.”

Sementara itu, media nasional seperti Kompas (2024) menyebutkan bahwa tragedi di Gaza telah memicu solidaritas besar-besaran dari masyarakat Indonesia, termasuk penggalangan dana dan aksi protes damai di berbagai kota besar.

Solidaritas Dunia: Suara-suara Nurani dari Berbagai Kalangan

Berbagai tokoh dunia dari lintas latar belakang ikut menyuarakan dukungan terhadap rakyat Palestina:

  • Paus Fransiskus:

“Situasi di Palestina dan Israel adalah luka terbuka bagi dunia. Anak-anak dan warga sipil harus dilindungi, bukan menjadi korban.”

  • Noam Chomsky, filsuf dan intelektual AS:
BACA JUGA :  Langkah Kontra Arus: Kebijakan Donald Trump Soal Palestina yang Tak Sejalan dengan Suara Rakyat AS

“Palestina adalah simbol perlawanan terhadap hegemoni dan ketidakadilan global.”

  • Angela Davis, aktivis hak sipil Amerika:

“Kita tidak bisa memisahkan perjuangan rakyat kulit hitam dengan perjuangan rakyat Palestina. Keduanya adalah perjuangan untuk hidup.”

Di Indonesia, tokoh-tokoh seperti Din Syamsuddin dan Haedar Nashir juga menegaskan bahwa solidaritas terhadap Palestina adalah wujud komitmen terhadap nilai universal kemanusiaan dan keadilan.

Simbol Visual: Anak Palestina, Keffiyeh, dan Bendera

Ikon-ikon visual dari Palestina, seperti anak-anak dengan batu di tangan menghadapi tank, keffiyeh (syal tradisional), dan bendera merah-putih-hitam-hijau, telah menjadi lambang global perlawanan sipil. Bahkan dalam seni, mural, musik, dan media sosial, Palestina hadir sebagai suara nurani.

Seniman dunia seperti Banksy telah mengekspresikan penderitaan Palestina lewat mural-mural di Tepi Barat. Di media sosial, tagar seperti #FreePalestine, #GazaUnderAttack, dan #SaveSheikhJarrah menjelma menjadi gerakan digital solidaritas global.

Kritik dan Penolakan: Narasi yang Diperebutkan

Namun tidak semua pihak melihat Palestina dalam kacamata tunggal. Beberapa media dan pemerintahan Barat, terutama yang pro-Israel, sering menggambarkan konflik ini dalam narasi “dua pihak yang setara berkonflik.” Pandangan ini dikritik oleh akademisi seperti Edward Said, yang mengatakan:

“Tidak ada keseimbangan dalam konflik ini; yang satu adalah penjajah, yang lain dijajah.”
— Edward Said, intelektual Palestina

Media seperti CNN dan Fox News juga kerap dikritik karena bias pemberitaan yang tidak proporsional terhadap penderitaan rakyat Palestina.

Kesimpulan: Palestina sebagai Nurani Dunia

Palestina telah menjadi simbol global perlawanan terhadap penindasan dan ketidakadilan. Penderitaan rakyatnya memantik empati dan solidaritas lintas batas. Dunia menjadikan Palestina sebagai cermin: apakah umat manusia benar-benar peduli terhadap nilai keadilan dan kemanusiaan universal?

Sebagaimana dikatakan oleh Desmond Tutu, Uskup Agung dan tokoh perdamaian dari Afrika Selatan:

“Jika kamu netral dalam situasi ketidakadilan, kamu telah memilih berpihak kepada penindas.”

Kini, dunia dihadapkan pada pertanyaan mendasar: Apakah kita akan tetap diam, atau memilih untuk menjadi bagian dari suara kemanusiaan yang menolak untuk dilenyapkan?

Sumber Berita : Referensi Singkat: • Human Rights Watch. (2024). Gaza Conflict Report • Amnesty International. (2023). Apartheid Against Palestinians • Al Jazeera. (2024). Gaza Under Siege: Timeline of Attacks • The Guardian. (2024). Editorial: A Test of Global Conscience • Kompas. (2024). Solidaritas Indonesia untuk Palestina • Said, E. (1979). The Question of Palestine • Mandela, N. (1997). Speech on International Day of Solidarity with the Palestinian People

Berita Terkait

Krisis Penegakan Hukum di Indonesia
Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola
Pernah Berhadapan dengan Hukum, Eko Wahyu Pramono Kini Aktif di Advokasi Publik
Memahami SP2DK dari Kacamata Wajib Pajak dan Fiskus
Moekajat Fun Camp 2025 #1 Sukses Digelar, Pererat Kebersamaan Keluarga Lintas Generasi
FES 2025 Dorong Kolaborasi Positif Generasi Muda Lewat Sport, Expo, dan SEKSOS
Opini: Bayi Panda Raksasa Pertama Indonesia — Harapan Baru Konservasi dari Pelukan Sang Induk
Berita ini 48 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 13 Desember 2025 - 15:21 WIB

Krisis Penegakan Hukum di Indonesia

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:16 WIB

Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:11 WIB

Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola

Jumat, 12 Desember 2025 - 18:30 WIB

Pernah Berhadapan dengan Hukum, Eko Wahyu Pramono Kini Aktif di Advokasi Publik

Jumat, 12 Desember 2025 - 17:49 WIB

Memahami SP2DK dari Kacamata Wajib Pajak dan Fiskus

Jumat, 12 Desember 2025 - 17:13 WIB

Moekajat Fun Camp 2025 #1 Sukses Digelar, Pererat Kebersamaan Keluarga Lintas Generasi

Jumat, 12 Desember 2025 - 16:54 WIB

FES 2025 Dorong Kolaborasi Positif Generasi Muda Lewat Sport, Expo, dan SEKSOS

Jumat, 12 Desember 2025 - 14:45 WIB

Opini: Bayi Panda Raksasa Pertama Indonesia — Harapan Baru Konservasi dari Pelukan Sang Induk

Berita Terbaru

Gambar Kegiatan Jambore Pos Yandu Kabupaten Subang 2025 – Sabtu, 13/12/2025.

Berita Utama

Jambore Posyandu Jadi Momentum, Honor Kader di Subang Dinaikkan

Sabtu, 13 Des 2025 - 22:45 WIB

Dr. Firman Tobing

Hukum

Krisis Penegakan Hukum di Indonesia

Sabtu, 13 Des 2025 - 15:21 WIB