Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo memberikan pernyataan di media bahwa orang yang menjabat sebagai menteri bahkan presiden dapat melakukan kampanye maupun berpihak ke salah satu calon di Pemilu 2024
Pernyataan tersebut lantas membuat publik gempar, berbagai respons dari masyarakat, hingga partai politik atas pernyataan dari Presiden Jokowi, mereka mempertanyakan mengenai regulasi yang ditabrak karena seharusnya presiden netral dan tidak memihak, sebagian lainnya memunculkan regulasi yaitu Undang-undang Pemilu yang memang membolehkan Presiden dan Wakil Presiden beserta pejabat negara membolehkan ikut kampanye Pemilu 2024
Pernyataan Presiden dianggap rancu, apakah memang pernyataan beliau untuk dirinya sendiri atau hanya memberitahu bahwa diperbolehkan kampanye sesuai dengan Undang-undang yang ada. Banyak yang menyayangkan sikap Presiden yang rancu tersebut sehingga menumbuhkan berbagai persepsi di masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Baca : Pemilu 2024, 105 KPPS di Rawajitu Timur, Lampung, Dilantik
Saat ini, persepsi di masyarakat melihat bahwa Presiden mendukung penuh salah satu paslon akibat dari pernyataan tersebut, dan banyak tokoh dan pengamat politik melihat Pemilu 2024 berpotensi sarat akan kepetingan apalagi kita ketahui bersama salah satu paslon adalah anak dari Presiden Jokowi.
Melihat Kembali Regulasi
Kita harus melihat kembali Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, apakah benar Presiden dan Wakil Presiden bolej berkampanye saat Pemilu?
Menurut pasal 299 UU No. 7 Tahun 2017 memang Presiden dan Wakil Presiden diperbolehkan dan disebutkan memiliki hak untuk melaksanalan kampamye, bahkan pejabat negara seperti menteri dan wakil menteri yanh berstatus sebagai anggota Partai Politik pun berhak melaksanakan kampanye.
Begitu juga pejabat negara yang bukan sebagai anggota parpol namun sebagai calon presiden, calon wakol presiden, anggota tim kampanye atau pelaksana kampanye yang didaftarkan ke KPU.
Hanya saja ada syarat yang harus dipenuhi yaitu harus memerhatikan penyelenggaraan negara serta melaksnakan tugas dan kewajibannya sebagai pejabat negara selama melaksanakan kampanye.
Baca : Memaksimalkan Website Sekolah, SMKN Rawajitu Timur, Lampung, Adakan Bimtek Penulisan Berita
Tidak hanya itu, pejabat negara wajib melakukan cuti yang diberikan satu hari disetiap pekannya, sedangkan hari libur dibebaskan untuk berkampanye.
Dalam pasal 304 juga dijelaskan Presiden, Wakil Presiden dan Pejabat Negara dilarang menggunakan fasilitas negara mulai dari kendaraan dinas, kantor, rumah dinas, dan juga ajudan, dan semua fasilitas yang dibiayai oleh APBN.
Pasal 282 dan 283 UU Pemilu juga diterangkan pejabat negara hingga kepala desa dan ASN dilarang menggunakan kewenangannya untuk membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon serta dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah keberpihakan peserta pemilu.
Baca : Mengatasi Tantangan dan Membentuk Generasi Jurnalis Idealis
Pernyataan Presiden Berpotensi Menimbulkan Konflik Berkelanjutan
Pernyataan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu menimbulkan banyak dugaan bahkan berpotensi memunculkan konflik yang berkelanjutan apabila Presiden tidak menjelaskan lebih detail dan inj cukup berbahaya dalam pelaksanaan Pemilu 2024 yang pelaksanaanya kurang dari sebulan.
Pertama, pernyataan Presiden Jokowi bisa dinilai sebagai tindakan inskonstitusional dan melaggar Asas Pemilu sebagai mana disampaikan oleh Pengamat Hukum Tata Negara Yance Arizona di Kompas.
Menurut saya Presiden Jokowi sudah melanggar etik serta membuat pernyataan yang bisa disalahgunakan oleh pejabat di tingkat Provinsi bahkan Desa.
Baca : Bappenas RI Kunjungi Lampung, Memetakan Rencana Revitalisasi Tambak Udang di Dipasena
Kedua, dari pernyataan tersebut berpotensi penggunaan dan penyelewengan dalam menggunakan jabatannya serta bisa saja mengerahkan aparat untuk suksesi salah satu paslon di Pemilu nanti, hal ini dapat berakibat pada nilai demokrasi yang menurun serta timbulnya perpecahan di masyarakat.
Ketiga, adanya potensi penyelenggara pemilu yang tidak netral serta diwarnai kecurangan dan menguntungkan salah satu paslon dalam Pemilu 2024 nanti. Jangan sampai karena pernyataan Presiden yang tidak jelas membuat proses pemilu dan demokrasi di Indonesia diwarnai kecurangan.
Berhenti Tarik Ulur Regulasi Pemilu 2024
Potensi-potensi di atas sudah mulai terlihat terjadi, seperti Ibu Negara mengacungkan jari saat berada di dalam mobil dinas, lalu ditemukan beras Bulog yang ditempeli stiker salah satu paslon dan pegawai BUMN yang berpihak.
Saya tentu meminta agar Presiden Jokowi mencabut pernyataannya karena sudah membuat kegaduhan di kalangan masyarakat dan membuat potensi politik semakin naik.
Jangan sampai paslon lain yang melanggar UU Pemilu, lalu tarik regulasi untuk menjebaknya sedangkan paslon yang didukung melanggar tetapi regulasinya diulur sehingga hilangnya prinsip keadilan yang ada. Apalagi hingga saat ini sudah ada beberapa temuan pelanggaran salah satu paslon namun belum juga diproses sedangkan paslon lainnya dilaporkan karena diduga melakukan penghinaan.
Terakhir, saya yakin jika Presiden Jokowi mencabut pernyataannya tentu situasi akan lebih baik menjelang pemilu 2024 dan kenegarawanan Presiden tidak hilang begitu saja seperti saat ini.
Baca : LS VINUS Ungkap Potensi Pelanggaran Pencalonan Bacaleg
Biarkan pemilu 2024 berjalan sesuai dengan pilihan rakyat, pejabat negara berpolitiklah sesuai dengan Undang-undang, jangan mengorbankan masyarakat untuk kepentingan sekelompok orang.
Fathin Robbani Sukmana, Pengamat Politik dan Kebijakan Publik