Ledakan Amarah di Lampung Tengah, Dari TikTok ke Api

- Penulis

Selasa, 20 Mei 2025 - 19:36 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Nafian Faiz. Dok Pribadi. (suarautama.id)

Nafian Faiz. Dok Pribadi. (suarautama.id)

SUARA UTAMA- Sabtu lalu, (17 Mei 2025), publik dunia maya dikejutkan oleh beredarnya foto dan video pembakaran rumah seorang kepala kampung (Kepala Desa) di Lampung Tengah. Aksi massa ini bukan dilakukan oleh pihak luar, melainkan oleh warga kampungnya sendiri. Saat itu, informasi masih simpang siur. Namun kabar yang mencuat menyebutkan bahwa pemicunya adalah meninggalnya seorang warga setelah terlibat perkelahian dengan kerabat kepala kampung.

Melihat tayangan tersebut, sebagai mantan kepala kampung, naluri saya langsung mengatakan: ini bukan semata soal perkelahian. Dalam budaya masyarakat Indonesia, jabatan kepala kampung biasanya dihormati, bahkan seringkali dibela saat menghadapi masalah. Maka, ketika justru warga yang membakar rumah pemimpinnya sendiri, itu adalah sinyal kuat adanya kekecewaan yang telah lama terpendam.

Saya meyakini peristiwa ini tidak lahir tiba-tiba, melainkan bisa jadi akumulasi dari rasa frustasi dan ketidakpercayaan terhadap kepemimpinan di tingkat lokal.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Ledakan Amarah di Lampung Tengah, Dari TikTok ke Api Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ternyata dugaan saya tidak salah, terungkap menurut keterangan pihak kepolisian, insiden ini bermula dari unggahan seorang warga di TikTok yang menuding adanya penyimpangan dalam distribusi bantuan sosial beras. Unggahan itu viral, lalu memicu kemarahan dari kerabat kepala kampung. Ketegangan pun memuncak dalam sebuah perkelahian yang merenggut nyawa. Amarah warga meledak. Massa membakar rumah kepala kampung beserta kendaraan dan sejumlah fasilitas lainnya.

Ironisnya, saat polisi melakukan olah tempat kejadian perkara, ditemukan pula gudang penimbunan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di belakang rumah kepala kampung. Puluhan jeriken solar, drum, dan alat penyedot BBM ditemukan di lokasi tersebut. Temuan ini semakin memperkuat dugaan adanya penyalahgunaan kewenangan di tingkat desa.

Tragedi yang terjadi di Kampung Gunung Agung, Lampung Tengah ini, mencerminkan dinamika sosial di level pemerintahan terendah—kampung atau desa—yang memperlihatkan betapa rapuhnya relasi antara warga dan aparatur desa ketika rasa keadilan tidak lagi dirasakan.

BACA JUGA :  Shutdown AS Hambat Negosiasi Tarif Impor, Pemerintah Pastikan Kesepakatan Rampung Akhir Tahun

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan adanya penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aparatur desa di sejumlah wilayah, hingga 15% dalam lima tahun terakhir. Beragam faktor menjadi pemicu: dugaan korupsi dana desa, penyalahgunaan bantuan sosial, hingga minimnya transparansi anggaran.

Tentu kita tidak bisa menggeneralisasi bahwa semua kepala kampung seperti itu. Namun peristiwa ini menjadi pengingat keras bahwa jabatan di tingkat desa harus dijalankan dengan integritas tinggi. Kepala kampung bukan hanya pemegang jabatan administratif, melainkan juga simbol kepercayaan sosial antara rakyat dan negara. Jika kepercayaan itu runtuh, maka stabilitas sosial pun ikut terguncang.

Karena itu, peristiwa di Lampung Tengah ini harus menjadi bahan refleksi dan koreksi sistemik. Kita tidak cukup hanya menghukum pelaku kekerasan atau pelanggar hukum. Yang lebih penting adalah membenahi sistem pemerintahan desa: memperkuat akuntabilitas, membuka partisipasi warga, dan memastikan jalannya pengawasan baik secara internal maupun eksternal.

Perlu menjadi perhatian bahwa bila warga tidak memiliki saluran yang efektif untuk menyampaikan keluhan atau aspirasi, media sosial sering menjadi pelarian. Namun saluran ini memiliki sisi gelap—ia bisa menjadi ruang pelampiasan yang cepat membakar emosi kolektif jika tidak dikelola dengan bijak.

Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) tahun 2022 bahkan mencatat bahwa 70% warga merasa media sosial adalah satu-satunya tempat mereka bisa menyuarakan ketidakpuasan terhadap aparat desa.

Lampung Tengah telah mengirimkan sinyal bahaya. Jika suara rakyat tak lagi didengar, dan kepercayaan terhadap pemimpin desa menguap, maka keharmonisan sosial bisa runtuh kapan saja. Demokrasi sejati tidak hanya dibangun dari pusat. Ia harus tumbuh kuat dari bawah—dari kampung-kampung tempat rakyat hidup, bersuara, dan berharap.

Penulis : Nafian Faiz: Pegiat Sosial dan Mantan Kepala Kampung

Berita Terkait

Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  
Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia
Kepatuhan Pajak di Tangan Algoritma: Solusi atau Ancaman?
Friedrich Nietzsche dan Gema Abadi dari Kalimat “Tuhan Telah Mati”
Penulis Tak Lagi Dibebani Administrasi Pajak? Kemenekraf Mulai Lakukan Pembenahan
Eko Wahyu Pramono Gugat Politeknik Negeri Jember ke PTUN Surabaya
Janji Boleh Lisan, Pembuktiannya Harus Kuat: Pesan Advokat Roszi Krissandi
Membedah Pemikiran Filsuf Baruch De Spinoza
Berita ini 225 kali dibaca
"Jika suara rakyat tak lagi didengar, dan kepercayaan terhadap pemimpin desa menguap, maka keharmonisan sosial bisa runtuh kapan saja"

Berita Terkait

Kamis, 4 Desember 2025 - 19:29 WIB

Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  

Kamis, 4 Desember 2025 - 16:12 WIB

Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia

Rabu, 3 Desember 2025 - 15:29 WIB

Kepatuhan Pajak di Tangan Algoritma: Solusi atau Ancaman?

Rabu, 3 Desember 2025 - 14:43 WIB

Friedrich Nietzsche dan Gema Abadi dari Kalimat “Tuhan Telah Mati”

Selasa, 2 Desember 2025 - 14:11 WIB

Penulis Tak Lagi Dibebani Administrasi Pajak? Kemenekraf Mulai Lakukan Pembenahan

Selasa, 2 Desember 2025 - 12:48 WIB

Eko Wahyu Pramono Gugat Politeknik Negeri Jember ke PTUN Surabaya

Senin, 1 Desember 2025 - 20:03 WIB

Janji Boleh Lisan, Pembuktiannya Harus Kuat: Pesan Advokat Roszi Krissandi

Senin, 1 Desember 2025 - 14:21 WIB

Membedah Pemikiran Filsuf Baruch De Spinoza

Berita Terbaru