SUARA UTAMA — Dunia kembali dikejutkan oleh langkah sepihak Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang memutuskan pengalihan Gaza dari kendali Palestina tanpa melalui proses diplomasi maupun kesepakatan internasional. Keputusan ini dinilai banyak pihak sebagai bentuk perampasan kedaulatan yang terang-terangan menentang prinsip hukum internasional, sekaligus menguji batas kesabaran komunitas global.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri menegaskan penolakannya terhadap tindakan Israel. “Keputusan ini adalah bentuk aneksasi politik yang menginjak-injak hak rakyat Palestina,” ujar Menteri Luar Negeri RI Sugiono dalam konferensi pers di Jakarta, 7/8/2025. Indonesia menyerukan agar negara-negara anggota PBB bersatu mengutuk langkah ini dan mengambil tindakan konkret.
Kecaman juga datang dari berbagai penjuru dunia. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Uni Eropa, dan sejumlah pemimpin negara di Amerika Latin menyebut keputusan Netanyahu sebagai upaya memusnahkan identitas Gaza. Aktivis kemanusiaan menilai langkah ini berpotensi memicu gelombang kekerasan baru dan memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah akut di wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pengamat politik internasional dari Universitas Indonesia, Dr. Rahmat Syarif, menilai pengalihan Gaza secara sepihak adalah “strategi politik agresif” untuk memperkuat kontrol Israel atas wilayah Palestina. “Ini bukan sekadar konflik, tapi serangan terhadap konsep kemerdekaan itu sendiri,” ujarnya.
OPINI UTAMA
Netanyahu Putuskan Sepihak Pengalihan Gaza — Indonesia dan Dunia Harus Bergerak Nyata Membela Palestina
Langkah Netanyahu bukan hanya soal kebijakan geopolitik, tetapi merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dan kedaulatan rakyat Palestina. Indonesia, yang secara historis konsisten mendukung Palestina, tidak bisa lagi sekadar mengutuk.
Saatnya mengambil tindakan nyata: diplomasi agresif di PBB, tekanan ekonomi melalui boikot produk pendukung pendudukan, pengiriman misi kemanusiaan, hingga kampanye publik yang masif. Jika dunia tetap diam, maka ini menjadi preseden berbahaya bagi hukum internasional — bahwa penjajahan bisa dilegalkan lewat kekuatan sepihak. Menurut Dr. Rahmat Syarif, Pengamat Politik Internasional, Universitas Indonesia.
SUARA TOKOH AGAMA
Keadilan dan Perdamaian Hanya Bisa Terwujud dengan Membela Palestina
Dalam ajaran agama, menolong yang tertindas adalah kewajiban moral. Pengalihan Gaza secara sepihak adalah pengingkaran terhadap nilai-nilai luhur tersebut. Indonesia harus bersuara lebih lantang dan menggerakkan diplomasi lintas agama, aksi kemanusiaan, dan dukungan moral yang berkesinambungan.Pendapat KH. Ahmad Fadli, Pengasuh Pesantren dan Tokoh Agama Islam.
SUARA AKTIVIS HAM
Pengalihan Gaza Sepihak adalah Pelanggaran HAM Berat
Langkah Netanyahu merampas hak menentukan nasib sendiri rakyat Palestina. Dunia tidak boleh membiarkan ini terjadi. Harus ada sanksi nyata terhadap rezim pelanggar HAM, disertai pembukaan akses kemanusiaan tanpa hambatan. Solidaritas bukan simbol, melainkan aksi nyata.Kata Sari Dewi
Koordinator Lembaga Advokasi HAM Indonesia
Kesimpulan
Keputusan sepihak Netanyahu mengalihkan Gaza adalah pelanggaran hukum internasional dan ujian moral bagi dunia. Diam berarti membiarkan ketidakadilan, bertindak berarti menjaga martabat kemanusiaan. Indonesia wajib berada di garis depan, bukan hanya lewat kata-kata, tapi langkah konkret di arena global.
Rekomendasi
- Diplomasi Agresif — Dorong sidang darurat di PBB dan bangun koalisi internasional menekan Israel.
- Tekanan Ekonomi — Boikot produk dan perusahaan pendukung pendudukan.
- Solidaritas Publik — Aksi damai, kampanye digital, dan bantuan kemanusiaan berkelanjutan.
- Misi Kemanusiaan — Kirim bantuan langsung, pastikan akses ke Gaza terbuka.
- Edukasi Publik — Perkuat kesadaran soal Palestina di ruang akademik dan diplomasi budaya.














