SUARA UTAMA – Victory Day dan Parade militer ke-80 Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 2025 menjadi panggung besar yang tidak hanya menampilkan kekuatan militer, tetapi juga simbol diplomasi. Presiden Tiongkok, Xi Jinping, dalam pidatonya menegaskan komitmen untuk menjaga stabilitas global di tengah dunia yang sarat gejolak geopolitik. Kehadiran Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, bersama sejumlah kepala negara lain, menjadi catatan penting tentang bagaimana politik internasional kini lebih banyak dirangkai melalui simbol dan momentum kebersamaan.
Parade Militer Sebagai Diplomasi Kekuatan
Bagi Tiongkok, parade militer tidak hanya soal unjuk kekuatan persenjataan, tetapi juga sebuah pesan politik: bahwa stabilitas dalam negeri dan posisi globalnya tak bisa dipisahkan. Xi Jinping menggarisbawahi tekad Beijing untuk tidak mencari konfrontasi, melainkan memainkan peran sebagai penjaga perdamaian dunia. Namun, pesan itu hadir bersamaan dengan demonstrasi teknologi militer mutakhir—kontradiksi yang kerap menjadi sorotan dunia.
Prabowo dan Diplomasi Indonesia
Kehadiran Presiden Prabowo dalam perayaan ini mengisyaratkan dua hal. Pertama, Indonesia mengakui peran Tiongkok sebagai kekuatan global yang tak bisa diabaikan. Kedua, Indonesia ingin menegaskan posisi strategisnya sebagai jembatan antara negara-negara besar dan dunia berkembang. Sejalan dengan politik luar negeri bebas-aktif, Prabowo memperlihatkan bahwa Jakarta siap menjadi mitra dialog, bukan sekadar penonton, dalam isu-isu strategis internasional.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Di mata media nasional, kehadiran Prabowo dipandang sebagai bagian dari strategi memperkuat kerja sama pertahanan dan ekonomi, sekaligus menjaga keseimbangan diplomasi antara Barat, Tiongkok, dan negara-negara Selatan Global.
Pesan Stabilitas Global
Janji Xi Jinping untuk menjaga stabilitas global patut diapresiasi, namun juga perlu diuji dalam praktik. Dunia masih menyaksikan ketegangan di Laut China Selatan, persaingan teknologi dengan Amerika Serikat, serta konflik-konflik regional yang kerap melibatkan kepentingan Tiongkok. Di sisi lain, komitmen menjaga perdamaian adalah sinyal yang membuka ruang kerja sama lebih luas, terutama dalam bidang perdagangan, energi, serta keamanan maritim.
Pandangan Media dan Akademisi
Sejumlah media internasional menyoroti paradoks dalam pidato Xi: antara retorika perdamaian dan realitas ekspansi militer. Sementara itu, analis di dalam negeri menilai bahwa kehadiran Prabowo memberi pesan simbolik—bahwa Indonesia akan menjaga peran sebagai kekuatan tengah (middle power) yang berorientasi pada perdamaian dan keseimbangan geopolitik.
Akademisi hubungan internasional juga melihat momen ini sebagai peluang: Indonesia bisa memanfaatkan hubungan baik dengan Tiongkok untuk memperkuat posisi ASEAN dalam menjaga kawasan yang damai, stabil, dan terbuka.
Kesimpulan : Parade militer Tiongkok ke-80 bukan sekadar pesta kekuatan, tetapi juga panggung diplomasi. Xi Jinping dengan tegas menawarkan narasi stabilitas global, meski dunia masih meragukan implementasinya. Bagi Indonesia, kehadiran Presiden Prabowo adalah langkah strategis untuk menunjukkan eksistensi diplomasi bebas-aktif di level global.














