Penulis Oleh: Lisa Aprida, Vira Amanda, Suhardi
Prodi Pendidikan Agama Islam, FITK, IAIDU Asahan Kisaran
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pendahuluan
Alam semesta berkaitan dengan segala sesuatu yang diciptakan oleh sang maha pencipta Allah swt. Baik yang berupa benda yang tampak dan berwujud (fisika) ataupun yang tidak tampak oleh mata (metafisika) yang menjadi dasar bukti keberadaan sang khaliq. Sehingga kita mengenal alam semesta sebagai wujud penciptaan Sang Maha Kuasa dengn tujuan yang tidak sia-sia, tetapi untuk dimanfaatkan, dipelajari, dikaji secara mendalam, agar bisa diambil untuk mengembagkan berbagai macam ilmu pengetahuan dari segi teori dan praktiknya.
Pada dasarnya, alam merupakan segala sesuatu selain Allah swt. Karenanya cakupan alam sangat luas sekali. Alam semesta yang diciptakan begitu luar biasa menyimpan banyak rahasia dimulai dari proses penciptaan yang sangat rumit dan penghuninya yang beragam menjadi sebuah kajian yang menarik. Alam memiliki kata dasar yang sama dengan alamat, yang berarti sesuatu yang jika kita ikuti maka kita akan sampai kepada tujuan yang dimaksud. Hal ini berarti jika kita mengkaji ala mini secara serius akan mengarahkan kita sampai pada penciptanya yaitu Allah swt. Alam juga sepadan dengan kata ilmu, hal ini mengisyaratkan bahwa esensi dari alam semesta penuh dengan rahasia ilmu pengetahuan. Jika ditinjau dari filsafat pendidikan islam, alam semesta ini bukan hanya sebagai tempat tinggal, tetapi alam semesta sesungguhnya merupakan tempat belajar bagi manusia.
Dengan begitu penulis akan membahas secara tuntas mengenai hakikat alam semesta, proses penciptaan alam semesta, tujuan penciptaan alam semesta, peran manusia dalam alam semsta, dan fungsi dari alam semesta itu sendiri. Dan pemakalah berharap dengan semuanya itu bertujuan untuk memperbaiki cara berfikir manusia dan untuk memajukan pendidikan islam.
Terminologi Alam Semesta Menurut Sains dan Islam
Dalam bahasa latin, dunia atau alam semesta disebut dengan kosmos. Sedangkan menurut Loren Bagus, ilmu tentang alam dunia disebut cosmologi. Sedangkan teori tentang penciptaan alam semesta disebut cosmogony. Cosmogony berasal dari bahasa Yunani kosmos (dunia, alam raya) dan gignesthai (lahir). Terkadang digunakan sebagai sinonim dengan kosmologi. (A. Heris Hermawan, 2009: 73).
Berikut beberapa pengertian tentang kosmogoni: 1). Teori tentang asal mula alam semesta. Dapat diungkapkan dalam bentuk mitos, spekulasi, atau ilmu pengetahuan. 2). Penelitian sistematis tentang asal-usul alam semesta. 3). Cabang-cabang astronomi yang mencari tahu asal-usul dan perkembangan benda-benda langit beserta sistem-sistemnya. 4). Istilah ini mengacu pada uraian, kisah, laporan tentang asal dunia, dan berlaku sama untuk uraian-uraian spekulatif para astronom modern, dan laporan mitis yang kurang canggih (Loren Bagus, 2000:498).
Sedangkan kosmologi adalah ilmu tentang alam semesta sebagai sistem yang rasional dan teratur. Sering juga digunakan untuk menunjuk cabang ilmu pengetahuan khususnya astronomi. Ilmu yang memandang alam semesta sebagai suatu keseluruhan yang integral. Sedangkan secara tradisional, kosmologi dianggap sebagai cabang metafisika yang bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai asal dan susunan alam raya, penciptaan dan kekekalannya, mekanisme waktu, ruang dan kausalitas. (A. Heris Hermawan, 2009:74).
Alam semesta adalah misteri bagi umat manusia, meskipun saat ini kita sudah berada di era kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun manusia masih belum mampu mengungkap secara detail tentang isi alam semesta ini, tentang langit diciptakan, bintang yang jumlahnya lebih dari 100 milyar, gunung-gunung yang menjulang, lautan yang terhampar sedemikian luasnya, matari, bulan, planet-planet disekeliling bumi. Misteri ini kemudian menyebabkan manusia berfikir siapa yang menciptakan bagaimana asal mula alam semesta ini. Para ahli filsafat sejak zaman yunanai kuno sampai para filusuf muslim berfikir keras untuk menemukan asal mula alam semesta, hal ini menjadi kontribusi bagi generasi modern sebagai bahan kajian untuk menemukan fakta-fakta alam semesta yang belum mampu diungkapkan oleh siapapun. Mulai dari Tales yang berdapat bahwa asal muasal segala sesuatu yang ada di alam semesta ini berasal dari air hingga stepen hawking dengan teori Big bang atau dikenal dengan dentuman besar pada jutaan tahun yang lampau. (Heru Juabdin Sada, 2016, 7(2): 260).
Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar (Big Bang) merupakan sebuah kejadian yang menyebabkan terbentuknya alam semesta berdasarkan pandangan kosmologi mengenai bentuk awal dan terjadinya alam semesta (dikenal dengan Teori Model Ledakan Dahsyat). Berdasarkan kondisi ledakan ini, alam semesta awalnya dalam kondisi sangat panas dan padat, berkembang secara continyu hingga hari ini. Berdasarkan penelitian terupdate tahun 2021, keadaan awal alam semesta bermula sekitar 13,7 miliar tahun lalu. (Muhammad Nur Hadi, dkk, 2021, 3(2): 147).
Dalam perspektif Islam, alam semesta adalah segala sesuatu selain Allah swt. Karenanya, alam semesta bukan hanya langit dan bumi, tetapi meliputi segala sesuatu yang ada dan berada di antara keduanya. Tidak hanya itu dalam perspektif Islam, alam semesta tidak hanya mencakup hal-hal yang kongkrit ataudapat di amati melalui pengindraan manusia, tetapi mencakup juga segala sesuatu yang tidak dapat diamati oleh penginderaan manusia. Dalam Islam, segala sesuatu selain Allah swt, yang dapat di dekati melalui penginderaan manusia disebut sebagai alam syahadah. Ia merupakan fenomena. Sementara itu, segala Sesutu selain Allah swt, yang tidak dapat di amati atau di dekati melalui penginderaan manusia disebut sebagai alam ghaib. Karenanya ia adalah noumen. (Mohd Al-Thoumy al-Syaibany, 1979: 58).
Kata alam berasal dari bahasa Arab ‘alam ( علم) yang seakar dengan ‘ilmu (علم, pengetahuan) dan alamat (علا مة, pertanda). Ketiga istilah tersebut mempunyai korelasi makna. Alam sebagai ciptaan Tuhan merupakan identitas yang penuh hikmah. Dengan memahami alam, seseorang akan memperoleh pengetahuan. Dengan pengetahuan itu, orang akan mengetahui tanda-tanda atau alamat akan adanya Tuhan. Dalam bahasa Yunani, alam disebut dengan istilah cosmos yang berarti serasi, harmonis. Karena alam itu diciptakan dalam keadaan teratur dan tidak kacau. Alam atau cosmos disebut sebagai salah satu bukti keberadaaan Tuhan, yang tertuang dalam keterangan Al-Qur’an sebagai sumber pokok dan menjadi sumber pelajaran dan ajaran bagi manusia. Istilah alam dalam alqur’an datang dalam bentuk jamak (‘alamiina), disebut sebanyak 73 kali yang termaktub dalam 30 surat. (Lilis Romdon Nurhasanah, 2021: 55).
Menurut Shihab sebagaimana yang dikutip oleh Al- Rasyidin dalam bukunya Falsafah Pendidikan Islam menerangkan bahwa semua yang maujud selain Allah Subhanahu wa Ta’ala baik yang telah diketahui maupun yang belum diketahui manusia disebut alam. Kata alam terambil dari akar kata yang sama dengan ilm dan alamah, yaitu sesuatu yang menjelaskan sesuatu selainnya. Oleh karena itu dalam konteks ini, alam semesta adalah alamat, alat atau sarana yang sangat jelas untuk mengetahui wujud tuhan, pencipta yang Maha Esa, Maha Kuasa, dan Maha Mengetahui. (Lilis Romdon Nurhasanah, 2021: 57). Dari sisi ini dapat dipahami bahwa keberadaaan alam semesta merupakan tanda-tanda yang menjadi alat atau sarana bagi manusia untuk mengetahui wujud dan membuktikan keberadaan serta kemahakuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di dalam Al-Qur’an pengertian alam semesta dalam arti jagat raya dapat dipahami dengan istilah “assamaawaat wa al- ardh wa maa baynahumaa”. (Al Rasyidin, 2008: 3). Istilah ini ditemui didalam beberapa surat Al-Qur’an yaitu: Dalam surat Maryam [19] ayat 64-65 yang berbunyi: “Dan tidaklah Kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. kepunyaan-Nya-lah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa. Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)”.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa alam semesta bermakna sesuatu selain Allah Swt, maka apa-apa yang terdapat di dalamnya baik dalam bentuk konkrit (nyata) maupun dalam bentuk abstrak (ghaib) merupakan bagian dari alam semesta yang berkaitan satu dengan lainnya.
Proses Terbentuknya Alam Semesta Menurut Sains dan Islam
Berdasarkan logika dan ilmu serta dengan pengamatan terhadap fenomena alam secara alamiah, para filosof berpendapat bahwa penciptaan terjadi atas dasar pengubahan bahan dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain. Terlepas dari perdebatan panjang mengenai penciptaan alam semesta ini. Apabila dikaitkan dengan sejumlah teori seputar terjadinya kosmos menurut sains modern, maka konsep penciptaan semesta yang tertera dalam Al- Qur’an tidak dapat disangkal lagi kebenarannya. kabut gas dan terjadinya Adanya kumpulan kabut gas pemisahan-pemisahan kabut gas tersebut atau dikenal dengan proses evolusi terbentuknya alam semesta, sudah dipaparkan secara jelas oleh Al- Qur’an jauh sebelum sains modern mengemukakannya.
Berkenaan Ayat tentang asal mula alam semesta dari kabut/nebula terdapat, dalam Surat Fushilat [41], ayat 9 sampai 12 yang berbunyi: “Katakanlah: “Sesungguhnya Patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”. dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuninya) dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap- tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui”. (Lilis Romdon dan Redmon Windu Gumati, 2021: 60-61).
Dapat ditarik kesimpulan melalui ayat-ayat diatas, yaitu: Disebutkan bahwa antara langit dan bumi (kosmos) semula merupakan satu kesatuan lalu mengalami proses pemisahan. Disebutkan adanya kabut gas (dukhan) sebagai materi penciptaan kosmos. Disebutkan pula bahwa penciptaan kosmos (alam semesta) tidak terjadi sekaligus, tetapi secara bertahap. Al-Rasyidin mengungkapkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan alam semesta ini tidak sekaligus atau sekali jadi, akan tetapi melalui beberapa tahapan, masa atau proses. Dalam sejumlah surah, al-Qur’an selalu menggunakan istilah fi sittah ayyam, yang dapat diterjemahkan dalam arti enam hari, enam masa atau enam periode. Adapun ayat yang menceritakan tentang penciptaan alam dalam enam masa terdapat pada Surat Al-Araf [7], ayat 54. (Lilis Romdon dan Redmon Windu Gumati, 2021: 61).
Proses terbentuknya alam semesta menurut sains ini dapat diambil melalui teori “Big Bang” dan teori “Ekspansi dan Kontraksi (mengembang dan memapat). Teori Big Bang, teori ini dikembangkan oleh George Lemaitre, teori ini menyatakan bahwa adanya massa yang sangat besar dan mempunyai massa jenis yang sangat besar, karena adanya reaksi inti kemudian meledak dengan hebat. Massa tersebut mengembang dengan cepat menjahui pusat ledakan. Setelah miliaran tahun kemudian membentuk kelompok kelompok yang disebut dengan galaksi-galaksi dalam system tata surya. Teori Ekspansi dan Kontraksi (Mengembang dan Memapat), teori ini berlandaskan pikiran bahwa ada suatu siklus dan alam semesta, yaitu “masa ekspansi” dan “masa kontraksi” diduga bahwa siklus ini berlangsung dalam waktu 30.000 juta tahun. Menurut teori ini alam semesta terbentuk karna adannya siklus materi yang diawali dengan masa ekspansi ( mengembang ) yang disiebabkan adanya reaksi inti hydrogen,pada tahap ini terbentuk lah galaksi galaksii.galaksi dan bintang yang telah terbentuk akan meredup dan memapat dimulai dengan keluar pancaran panas yang sangat tinggi. Setelah memapat maka mengembang lagi dan memapat kembali. (Hartono, 2007: 28-29).
Al Qur’an telah menjelaskan bahwa sebenarnya seluruh kejadian di alam semesta ini, sudah terjadi dan kejadiannya mengikuti segala rencana dan konsep yang sudah tertera di dalamnya. Gambaran jelasnya, bahwa semua proses alam semesta ini mengikuti dan merujuk pada segala yang tertuang dalam Al Qur’an, apakah diketahui atau tidak tabir rahasianya oleh manusia. Dengan kata lain, kejadian dunia ini adalah sebagai “cermin manifestasi” dan “kenyataan lahir” dari rencana Allah yang sebenarnya sudah diberitahukan kepada manusia lewat Al Qur’an, sebelum kejadian tersebut terjadi, dengan tidak ada tekanan apakah manusia mau atau tidak memahaminya guna mendapatkan takwil isyarat-Nya. (Hasan Langgulung, 1987: 185).
Mengenai proses penciptaan alam semesta, Al-Qur’an telah menyebutkan secara gamblang mengenai hal tersebut, dan dapat dipahami bahwa proses penciptaan alam semesta menurut al-Qur`an adalah secara bertahap. Hal ini dapat diketahui melalui firman Allah Swt dalam Surat Al Anbiya ayat 30: “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan daripada air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga yang beriman?”
Proses penciptaan alam semesta ini diungkapkan dengan menggunakan istilah yang beragam seperti: Khalaqa, Sawwa, Fatara, Sakhara, Ja’ala, dan Bada’a. semua sebutan untuk penciptaan ini mengandung makna mengadakan, membuat, mencipta, atau menjadikan, dengan tidak meniscayakan waktu dan tempat penciptaan. Dengan kata lain, bahwa penciptaan alam semesta tidak mesti harus di dahului oleh ruang dan waktu. (Lilis Romdon Nurhasanah, 2021: 63). Dalam diskursus keagamaan dan kefilsafatan, hakikat penciptaan telah terjadi perdebatan panjang yang bermuara pada adanya perbedaan interpretasi etimologis terhadap terma-terma yang digunakan oleh Al-Qur’an. Para teolog muslim berpendapat bahwa alam ini diciptakan dari ketiadaaan (al-khalq min adam atau creation ex nihillo). Bagi mereka, karena Allah maha kuasa, maka dalam menciptakan sesuatu dari ketiadaaan bukanlah suatu kemustahilan. (M. Hadi Masrur, dkk, 2007: 93).
Apabila dikaitkan dengan sejumlah teori seputar terjadinya kosmos menurut sains modern, maka konsep penciptaan semesta yang tertera dalam Al-Qur’an tidak dapat disangkal lagi kebenarannya. Adanya kumpulan kabut gas dan terjadinya pemisahan-pemisahan kabut gas tersebut atau dikenal dengan proses evolusi terbentuknya alam semesta, sudah dipaparkan secara jelas oleh Al-Qur’an jauh sebelum sains modern mengemukakannya. (Zuhairini, dkk, 1991: 32).
Berkenaan Ayat tentang asal mula alam semesta dari kabut/nebula terdapat dalam surat fushilat ayat 9-12 yaitu: Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”.(9) Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. dia memberkahinya dan dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.(10) Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu dia Berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”.(11) Maka dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.(12)
Dapat ditarik kesimpulan melalui ayat-ayat diatas, yaitu: Disebutkan bahwa antara langit dan bumi (kosmos) semula merupakan satu kesatuan lalu mengalami proses pemisahan. Disebutkan adanya kabut gas (dukhan) sebagai materi penciptaan kosmos. Disebutkan pula bahwa penciptaan kosmos (alam semesta) tidak terjadi sekaligus, tetapi secara bertahap.
Al-Rasyidin mengungkapkan bahwa Allah Swt menciptakan alam semesta ini tidak sekaligus atau sekali jadi, akan tetapi melalui beberapa tahapan, masa atau proses. Dalam sejumlah surah, al-Qur`an selalu menggunakan istilah fi sittah ayyam, yang dapat diterjemahkan dalam arti enam hari, enam masa atau enam periode. (Al Rasyidin, 2008: 6). Adapun ayat yang menceritakan tentang penciptaan alam dalam enam masa terdapat pada surat yunus ayat 3 dan surat Al-Araf ayat 54 adalah: “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas ‘Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa’at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah , Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?”.
Terlepas dari perdebatan panjang mengenai penciptaan alam semesta ini, maka Al- Qur’an telah menerangkan bahwa alam diciptakan oleh Allah Swt melalui tahapan dan proses, dan tidak terjadi sekaligus. Dalam hal ini pemakalah mengambil kesimpulan bahwa: 1). Alam semesta diciptakan oleh Allah secara bertahap dan berproses. 2). Asal mula penciptaan alam semesta berasal dari asap. 3). Penciptaan alam semesta terbentuk melalui enam masa atau enam hari atau enam periode.
Tujuan Penciptaan Alam Semesta
Dalam perspektif Islam, tujuan penciptaan alam semesta ini pada dasarnya adalah sarana untuk menghantarkan manusia pada pengetahuan dan pembuktian tentang keberadaan dan kemahakuasaan Allah Swt. Secara ontologis, adanya alam semesta ini mewajibkan adanya zat yang mewujudkannya. Keberadaaan langit dan bumi mewajibkan adanya sang pencipta yang menciptakan keduanya. Yang menciptakan langit dan bumi ini bukanlah manusia, tetapi pastilah yang maha pencipta.Sebab, bila manusia yang menciptaakan langit dan bumi akal kita mewajibkan pastilah sudah banyak langit dan bumi. Namun, dari dahulu sampai sekarang, penyelidikan kita menemukan kenyataaan yang tidak demikian. Karena itu akal mewajibkan bahwa penciptaan langit dan bumi pastilah sang maha pencipta, yang ciptaannya tidak dapat diduplikasi apalagi ditandingi oleh manusia. Dalam konteks ini, keberadaan alam semesta merupakan petunjuk yang sangat jelas tentang keberadaaan Allah Swt sebagai Tuhan yang Maha Pencipta. Karenanya dengan mempelajari alam semesta manusia akan sampai pada pengetahuan bahwa Allah Swt adalah zat yang menciptakan alam semesta ini. (Al Rasyidin, 2008: 8).
Omar menjelaskan bahwa alam semesta tercipta diperutukkan untuk manusia sebagai penerima amanah dengan menjadi khalifah di muka bumi ini. Alam dapat menjadi sumber ilham melalui potensi akal yang diberikan Allah swt kepada manusia untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan hakikat-hakikat yang terdapat di dalam alam semesta ini. (Omar Mohammad Al-Thoumy al-Syaibany, 1979: 75-76).
Menurut konsep Alquran bahwa alam ini diciptakan dengan tujuan untuk memperlihatkan kepada manusia tanda-tanda keberadaan Allah Swt, sebagaimana firman Allah Swt dalam Qs. Fussilat ayat 53:
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُۥ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ شَهِيدٌ
Artinya: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk (alam makro) dan pada diri mereka sendiri (alam mikro), sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Alquran itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?”.
Di dalam tafsir Al- Azhar dinyatakan bahwa Alquran itu ksian lama akan nyata kebenarannya. Bukti kebenaran itu akan muncul disegala penjuru, dan bahkan pada diri mereka sendiri. Mungkin beberapa soal yang diterangkan Alquran tatkala dia mulai diturunkan belum akan dipahami orang benar, tapi kelak zaman yang selalu berputar dan otak manusia yang selalu bekerja akan menampakkan kebenaran itu. (Dedi Sahputra Napitupula, 2017, 6(1): 10).
Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan Alam semesta adalah untuk memperlihatkan kepada manusia tanda-tanda keberadaan kekuasaan Allah. Disamping sebagai sarana untuk menghantarkan manusia akan keberadaan dan ke Maha kekuasaan Allah, dalam perspektif islam, alam semesta beserta segala sesuatu yang berada didalamnya diciptakan untuk manusia. (Al Rasyidin, 2008: 8-9). Dan fungsi konkret alam semesta adalah fungsi Rubbubiyah yang diciptakan Allah kepada manusia, sehingga alam ini akan marah manakala manusia bertindak serakah dan tidak bertanggung jawab. (Hasan Basri, 2009: 21-25).
Peran Manusia Dalam Alam Semesta
Kedudukan manusia yang sering diangkat oleh para pakar adalah sebagai hamba yang harus beribadah kepada Allah. Hal ini biasanya didasarkan pada petunjuk ayat yang artinya ; “ Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecualiagar mereka menyembah (ibadah) kepadaKu.”(Q.S al-Dzariyat, 51:56). Pengertian ibadah dalam ayat ini menurut Langgulung adalah merupakan pengembangan fitrah itu setinggi-tingginya, yang aliran kemanusiaan disebut dengan perwujudan diri ( self actualization). (Abuddin Nata, 2005: 92).
Musa Asy’ari mengatakan bahwa esensi ‘abd adalah ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan semuanya itu hanya layak di berikan pada Tuhan. Ketundukan dan ketaatan pada kodrat alamiah yang senantiasa berlaku baginya. Ia terikat oleh hukum-hukum Tuhan yang menjadi kodrat pada setiap penciptaannya. Manusia menjadi bagian dari setiap ciptaan-Nya, ia bergantung pada sesamanya, hidup dan matinya menjadi bagian dari segala yang hidup dan mati.
Manusia biasa digunakan istilah khala’if yang di dalamnya mempunyai arti yang lebih luas. yaitu bukan hanya sebagai penguasa politik tapi juga penguasa dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam hubungan dengan pembicara dengan kedudukan manusia dalam alam ini, nampaknya lebih cocok digunakan istilah khala’if dari pada khalifah. Namun demikian yang terjadi dalam penggunaan sehari-hari adalah bahwa manusia sebagai khalifah di muka bumi. Pendapat yang demikian memang tidak ada salahnya, karena dalam istilah khala’if sudah terkandung dalam istilah khalifah dan berfungsi menggantikan orang lain dan menempati kedudukannya. Untuk melaksanakan tugasnya sebagai khalifah, Allah telah memberikan kepada manusia seperangkat potensi (fitrah) berupa aql, qalb dan nafs. Namun demikian, aktualisasi fitrah itu tidaklah otomatis berkembang, melainkan tergantung pada manusia itu sendiri.
Untuk itu, Allah menurunkan wahyu Nya kepada para Nabi, agar menjadi pedoman bagi manusia dalam mengaktualisasikan fitrahnya secara utuh selaras dengan tujuan penciptaannya, sehingga manusia dapat tampil sebagai makhluk Allah yang tinggi martabatnya. Jika tidak, manusia akan tidak berbeda esensinya dengan hewan. (Ramayulis, 2009: 10).
Fungsi Alam Semesta
Dalam perspektif Islam, manusia harus merealisasikan tujuan kemanusiaannya di alam semesta, baik sebagai syahid Allah, abd Allah maupun khalifah Allah. Dalam konteks ini Allah menjadikan alam semesta sebagai wahana bagi manusia untuk bersyahadahkan keberadaan dan kemahakuasaanNya. Wujud nyata yang menandai syahadah itu adalah penunaian fungsi sebagai makhluk ibadah dan pelaksanaan tugas- tugas sebagai khalifah. Dalam hal ini, alam semesta merupakan institusi pendidikan, yakni tempat dimana manusia dididik, dibina dilatih dan dibimbing agar berkemampuan merealisasikan atau mewujudkan fungsi dan tugasnya. Karena alam ini bukan hanya syahadah saja, tetapi ada alam ghaib, maka sebagai wilayah studi objek teluah pendidikan islami tidak hanya berkaitan dengan gejala-gejala yang dapat diamati indera manusia (fenomena), tetapi juga mencakup segala sesuatu yang tidak dapat diamati oleh indera (noumena). Karenanya pengetahuan yang ditransfer tidak hanya pengetahuan indrawi dan rasional tetapi juga ilmu-ilmu laduny, isyraqi, iluminasi dan kewahyuan. (Al Rasyidin, 2008: 12).
Dalam Islam, esensi alam semesta adalah selain dari Allah Swt. Dia adalah al- Rabb, yaitu Tuhan yang Maha Pencipta (khalia), yang menciptakan seluruh makhluk, makro dan mikro kosmos. Karenanya la disebut al-Rabb al-‘alamin, Tuhan Pencipta alam semesta. Sebagai Pencipta. Dia juga yang memelihara dan mendidik seluruh alam. (Al Rasyidin, 2008: 11). Alam harus dipelajari sebagai objek studi atau ilmu pengetahuan. Untuk itu, pendidikan islami merupakan instrument kunci guna menemukan, menangkap, dan memahami alam dengan seluruh fenomena dan noumenanya. Upaya itu pada akhimya akan menghantarkan manusia pada kesaksian akan keberadaan dan kemahakuasaan Allah Swt. Karenanya, dalam konteks ini, melalui proses pendidikan islami, manusia dihantarkan pada pengakuan (yahadah) akan keberadaan Allah Swt sebagai Tuhan pencipta. Pemelihara, dan pendidik alam semesta. (Al Rasyidin, 2008: 12).
Melalui proses pendidikan di alam semesta inilah kelak Allah Swt. akan menilai siapa diantara hambaNya yang mampu meraih prestasi terbaik. Sebagaimana firmanNya dalam QS. Al-Kahfi ayat 7:
اِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْاَرْضِ زِيْنَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ اَيُّهُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.”
Allah sebagai pencipta adalah pemilik dan penguasa tidak ada pencipta selain Dia. PenciptaanNya meliputi seluruh alam Dia adalah Robbal alamin Allah adalah Esa sebagai Robb. Pengesahan in disebut tauhid Robobiyah artinya mengimani dengan sungguh-sungguh tanpa ada keraguan bahwa Dialah Rabb satu-satunya, tidak memerlukan apapun kepada selain Dia. Rabb adalah pemilik seluruh alam, pemelihara dan penyempurna segala sesuatu, la yang menyampaikan sesuatu ketingkat kesempumaan sedikit demi sedikit. Kata Rabb bermakna Uluhiyah, penghambaan diri manusia kepadaNya dan tuntutan melaksanakan ibadah hanya kepadaNya. (Nasrun Jamy Daulay, 2009: 6).
Dampak dari memahami esensi alam semesta terhadap Pendidikan Islam adalah menyadarkan kembali tugas dan fungsi manusia di bumi Allah ini sebagai khalifah dan hambaNya melalui saran yang disebut dengan Pendidikan Islam. Pendidikan Islam berfungsi mengarahkan para pendidik dalam membina generasi penerus yang mandiri. cerdas, berkepribadian sempurna (sehat jasmani dan rohani) serta bertanggungjawab dalam menjalani hidupnya sebagai hamba Allah, makhluk individu, dan sosial menuju terbentuknya kebudayaan Islam. “Pendidikan Islam secara luas tidak hanya terbatas pada transfer tiga ranah saja (kognitif, afektif. psikomotorik), akan tetapi mencakup berbagai hal yang berkenaan dengan pendidikan Islam secara luas yang mencakup sejarah, pemikiran, dan lembaga.” (Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pass, 2013: 3).
Penutup
Para ahli filsafat sejak zaman yunanai kuno sampai para filusuf muslim berfikir keras untuk menemukan asal mula alam semesta, hal ini menjadi kontribusi bagi generasi modern sebagai bahan kajian untuk menemukan fakta-fakta alam semesta yang belum mampu diungkapkan oleh siapapun. Mulai dari Tales yang berdapat bahwa asal muasal segala sesuatu yang ada di alam semesta ini berasal dari air hingga stepen hawking dengan teori Big bang atau dikenal dengan dentuman besar pada jutaan tahun yang lampau. Dapat ditarik kesimpulan bahwa alam semesta bermakna sesuatu selain Allah Swt, maka apa-apa yang terdapat di dalamnya baik dalam bentuk konkrit (nyata) maupun dalam bentuk abstrak (ghaib) merupakan bagian dari alam semesta yang berkaitan satu dengan lainnya.
Berdasarkan logika dan ilmu serta dengan pengamatan terhadap fenomena alam secara alamiah, para filosof berpendapat bahwa penciptaan terjadi atas dasar pengubahan bahan dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain. Apabila dikaitkan dengan sejumlah teori seputar terjadinya kosmos menurut sains modern, maka konsep penciptaan semesta yang tertera dalam Al- Qur’an tidak dapat disangkal lagi kebenarannya. kabut gas dan terjadinya Adanya kumpulan kabut gas pemisahan-pemisahan kabut gas tersebut atau dikenal dengan proses evolusi terbentuknya alam semesta. Proses terbentuknya alam semesta menurut sains ini dapat diambil melalui teori “Big Bang” dan teori “Ekspansi dan Kontraksi (mengembang dan memapat).
Mengenai proses penciptaan alam semesta, Al-Qur’an telah menyebutkan secara gamblang mengenai hal tersebut, dan dapat dipahami bahwa proses penciptaan alam semesta menurut al-Qur`an adalah secara bertahap. Terlepas dari perdebatan panjang mengenai penciptaan alam semesta ini, maka Al- Qur’an telah menerangkan bahwa alam diciptakan oleh Allah Swt melalui tahapan dan proses, dan tidak terjadi sekaligus, dan asal mula penciptaan alam semesta berasal dari asap.
Dalam perspektif Islam, tujuan penciptaan alam semesta ini pada dasarnya adalah sarana untuk menghantarkan manusia pada pengetahuan dan pembuktian tentang keberadaan dan kemahakuasaan Allah Swt. Secara ontologis, adanya alam semesta ini mewajibkan adanya zat yang mewujudkannya.
Ketundukan dan ketaatan pada kodrat alamiah yang senantiasa berlaku baginya. Ia terikat oleh hukum-hukum Tuhan yang menjadi kodrat pada setiap penciptaannya. Manusia sebagai khalifah di muka bumi ini, untuk melaksanakan tugasnya sebagai khalifah, Allah telah memberikan kepada manusia seperangkat potensi (fitrah) berupa aql, qalb dan naf.
Dalam hal ini, alam semesta merupakan institusi pendidikan, yakni tempat dimana manusia dididik, dibina dilatih dan dibimbing agar berkemampuan merealisasikan atau mewujudkan fungsi dan tugasnya. Dampak dari memahami esensi alam semesta terhadap Pendidikan Islam adalah menyadarkan kembali tugas dan fungsi manusia di bumi Allah ini sebagai khalifah dan hambaNya melalui saran yang disebut dengan Pendidikan Islam. Pendidikan Islam berfungsi mengarahkan para pendidik dalam membina generasi penerus yang mandiri. cerdas, berkepribadian sempurna (sehat jasmani dan rohani) serta bertanggung ssjawab dalam menjalani hidupnya sebagai hamba Allah, makhluk individu, dan sosial menuju terbentuknya kebudayaan Islam.