SUARA UTAMA – Surabaya, 31 Oktober 2025 — Mekanisme penyelesaian sengketa melalui arbitrase kian naik daun di Indonesia. Pelaku usaha semakin banyak yang memilih jalur arbitrase karena dianggap lebih cepat, fleksibel, dan menjaga kerahasiaan bisnis. Namun di balik tren positif tersebut, persoalan lama tetap menghantui: pelaksanaan atau eksekusi putusan arbitrase masih sulit dilakukan.
Alternatif yang Lebih Efisien dari Pengadilan
Arbitrase semakin diminati karena memberi keleluasaan bagi para pihak untuk memilih arbiter, hukum yang digunakan, serta tempat penyelesaian sengketa. Prosesnya juga bersifat tertutup dan tidak memakan waktu bertahun-tahun seperti litigasi di pengadilan umum.
“Bagi dunia usaha, arbitrase menawarkan efisiensi dan kepastian yang lebih baik dibanding jalur litigasi,” ujar praktisi hukum dari SIP Law Firm, seperti dikutip dari laman resminya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Di sisi regulasi, Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, serta telah meratifikasi Konvensi New York 1958 tentang pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional. Langkah ini menjadikan Indonesia salah satu negara yang diakui dalam rezim arbitrase global.
Eksekusi Putusan Jadi Titik Lemah
Meski secara hukum putusan arbitrase bersifat final dan mengikat, pelaksanaannya di Indonesia tidak semulus yang diharapkan.
Untuk putusan arbitrase nasional, para pihak wajib mendaftarkannya ke pengadilan negeri dalam waktu 30 hari untuk mendapatkan kekuatan eksekutorial. Sedangkan bagi arbitrase internasional, prosesnya harus melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan serangkaian persyaratan administratif tambahan seperti terjemahan resmi, pengesahan diplomatik, dan verifikasi dokumen.
Masalah muncul karena prosedur ini sering berlarut-larut. Tidak jarang pengadilan menolak eksekusi dengan alasan bertentangan dengan ketertiban umum (public order) klausul yang bersifat terbuka dan kerap menimbulkan perbedaan tafsir.
“Interpretasi ketertiban umum di Indonesia masih terlalu luas, sehingga membuka celah penolakan terhadap putusan arbitrase asing,” tulis penelitian hukum dari Universitas Sebelas Maret.
Komentar Yulianto Kiswocahyono: Final Tapi Tak Efektif
Pakar hukum dan konsultan pajak Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP menilai bahwa meningkatnya minat terhadap arbitrase merupakan tanda positif bagi perkembangan sistem hukum bisnis Indonesia, tetapi efektivitasnya belum sepenuhnya tercapai.
“Putusan arbitrase seharusnya menjadi akhir dari sengketa. Namun dalam praktiknya, banyak pihak yang kalah masih mencari celah untuk menunda eksekusi dengan berbagai alasan administratif maupun hukum,” ujar Yulianto.
“Ini menimbulkan kesan bahwa arbitrase memang final di atas kertas, tapi belum final di lapangan.”
Menurut Yulianto, diperlukan pembenahan menyeluruh dalam sistem pelaksanaan putusan arbitrase, terutama di level pengadilan.
“Hakim perlu memahami filosofi arbitrase sebagai forum yang otonom dan mengikat. Kalau putusannya terus ditunda atau diperdebatkan lagi, nilai efisiensi arbitrase hilang,” tambahnya.
Ia juga menekankan pentingnya keselarasan antara lembaga arbitrase, pengadilan, dan aparat penegak hukum, agar setiap putusan dapat dilaksanakan secara cepat dan adil.
“Ketika investor melihat bahwa putusan arbitrase bisa dijalankan dengan pasti, maka kepercayaan terhadap sistem hukum Indonesia juga akan meningkat,” tutup Yulianto.
Dampak bagi Dunia Investasi
Hambatan dalam pelaksanaan putusan arbitrase menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor dan praktisi bisnis. Padahal, bagi investor asing, kepastian eksekusi putusan menjadi faktor penting dalam memilih forum penyelesaian sengketa.
“Arbitrase memang final, tapi tanpa mekanisme eksekusi yang efektif, nilai finalitas itu hilang,” ujar pakar hukum bisnis dari Universitas Diponegoro dalam publikasi akademiknya.
Kondisi ini dinilai dapat menurunkan kepercayaan investor terhadap Indonesia sebagai negara tujuan investasi dan membuat Indonesia dipandang kurang ramah terhadap arbitrase internasional.
Dorongan untuk Reformasi Sistem
Sejumlah pakar hukum menilai perlunya reformasi untuk memperkuat efektivitas arbitrase di Indonesia. Beberapa gagasan yang mengemuka antara lain:
- Menetapkan batas waktu yang jelas untuk proses pendaftaran dan pemberian eksekuatur;
- Menyusun definisi yang tegas tentang “ketertiban umum” agar tidak ditafsirkan secara luas;
- Memperkuat pemahaman hakim dan aparat peradilan mengenai filosofi arbitrase yang final dan mengikat;
- Meningkatkan sosialisasi kepada pelaku usaha tentang manfaat dan mekanisme arbitrase.
“Arbitrase seharusnya menjadi solusi cepat dan pasti bagi dunia usaha,” tambah Yulianto di Surabaya. “Namun tanpa perbaikan pada tahap eksekusi, putusan arbitrase akan tetap sulit diwujudkan dalam praktik.”
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama













