LOMBOK TIMUR, – Tegakkanlah keadilan meski langit runtuh, (Fiat justitia ruat caelum) terjemahan bahasa Latin yang menjadi motto yang sering digaungkan dalam lembaga Peradilan. Namun, dalam implementasi sangat jauh panggang dari api.
Hal itu bukan tidak berdasar, dalam sidang sengketa lahan dengan nomer perkara nomor 93/Pdt.G/2020/PN.Sel, antara H. Lalu Sukradis selaku pihak penggugat, melawan Lalu Isa Idris, Kurnain, Musti, dan Jaelani selalu pihak tergugat. Dalam perkara sengketa sebidang tanah seluas 11 are di Desa Bagek Papan Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepada wartawan pihak tergugat mengatakan, kronologi sengketa berawal dari hutang piutang. Pihak tergugat Lalu Isa Idris, mengaku telah meminjam uang sebesar 3,3 juta rupiah kepada H.Lalu Sukradis selalu pihak penggugat pada tahun 1997 dengan jangka waktu perjanjian selama satu tahun.
Namun, ironisnya, kata Lalu Isa Idris, belum genap satu tahun, hanya selang waktu 3 bulan dari perjanjian, H.Sukardis menagih hutang tersebut dengan jumlah tagihan sebesar 6,5 juta, dengan dalih karena tergugat tidak mampu mengembalikan uang yang dipinjam. Padahal, menurutnya, belum waktu genap waktu pengembalian.
Lebih jauh disampaikan, seminggu setelah penagihan tersebut, Lalu Isa Idris mendatangi penggugat untuk mengembalikan uang pinjaman sesuai dengan permintaan penggugat. Akan tetapi, penggugat menolak dan malah meminta untuk mengambil tanah milik tergugat sebagai ganti pembayaran hutang.
Dirinya merasa dirugikan, bagaimana mungkin hutang yang semula bernilai 3,3 juta harus diganti dengan lahan seluas 11 are dan telah memiliki Sertifikat Hak Milik(SHM). “Sertifikat ini kan resmi dikeluarkan oleh negara, artinya sertifikat yang dikeluarkan oleh negara dikalahkan dengan surat jual beli, kami sangat terkejut dan putusan ini tidak adil,” ucapnya dengan mata berkaca kaca.
Pihak tergugat heran, Pengadilan lebih memprioritaskan klaim hutang piutang daripada sertifikat yang dikeluarkan oleh negara. Meskipun diakui proses sengketa tersebut sudah sampai pada tingkat Mahkamah Agung.
Diterangkannya, sertifikat tersebut saat ini dimiliki dan atas nama di bawah ini:
1) Rihin (isteri Kurnain) dengan SHM nomer 1219
2) Musti dengan SHM nomer 1218
3) Jaelani SHM nomer 1217
Pada kesempatan itu, pihak tergugat membeberkan sejumlah kejanggalan dalam proses persidangan. Bahwa Sertifikat induk No. 497 tahun 1995 atas nama Lalu Sulhan, yang merupakan pemilik pertama (asal-usul kepemilikan tanah) tidak pernah dihadirkan dalam persidangan. Seharusnya, menurut tergugat, harusnya dilibatkan atau diminta keterangan selalu pemilik sertifikat induk.
Hingga saat ini, pihak tergugat mengaku tidak merasa menandatangani surat jual beli apa pun. Dia menduga ada pihak-pihak yang sengaja memanipulasi keadaan.
“Kami sebagai rakyat kecil merasa sangat dirugikan atas putusan eksekusi yang telah dilakukan oleh Pengadilan Negeri Selong, dan berharap keadilan dapat ditegakkan seadil Adilnya,” ujarnya (12/9/2025).
Ia pun meminta, pihak-pihak terkait, termasuk Pemerintah Daerah Lombok Timur dan lembaga hukum yang lebih tinggi memberikan atensi pada sengketa lahan ini.
“Perkara ini sudah berjalan hampir 5 tahun, kami banyak kerugian materiil maupun immateril dan akan tetap memperjuangkan hak hak kami, karena kami percaya kebenaran akan terungkap pada waktunya,” pungkas para tergugat.














