SUARA UTAMA – Pidato Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York pada 23/9/2025 menjadi salah satu momen paling bersejarah bagi diplomasi Indonesia. Disampaikan dengan gaya yang tegas namun penuh empati, pidato tersebut menyoroti ketidakadilan global, konflik berkepanjangan, dan perlunya tatanan dunia yang lebih seimbang.
Yang mengejutkan dunia, Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang dikenal memiliki sikap keras terhadap kerja sama multilateral, secara terbuka memuji pidato Prabowo dan mengakui bahwa pandangannya tentang peran PBB dan negara berkembang “perlu dipertimbangkan ulang.”
“Prabowo berbicara dari hati, dengan keberanian yang jarang saya lihat di forum internasional. Dia membuat saya berpikir kembali tentang bagaimana kita bisa bekerja sama menciptakan dunia yang lebih aman,” ujar Trump dalam wawancara dengan media Amerika.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pidato ini menyoroti empat isu utama yang mendapat sorotan luas dari media nasional dan internasional.
Pertama, keadilan global dan kedaulatan bangsa. Prabowo menyerukan agar negara besar menghentikan praktik standar ganda dan menghormati hak setiap bangsa untuk merdeka. The New York Times menulis bahwa Prabowo “menghidupkan kembali diskusi tentang reformasi tata dunia yang lebih setara,” sementara Kompas menyebut pesan ini sejalan dengan amanat konstitusi Indonesia untuk berperan aktif menciptakan ketertiban dunia.
Kedua, perdamaian dan diplomasi. Prabowo menegaskan bahwa perang hanya membawa penderitaan, dan mengajak semua pihak mencari solusi diplomatik, khususnya di Ukraina dan Palestina. BBC menyebut seruan ini sebagai “panggilan moral dari Asia Tenggara” yang menuntut gencatan senjata, sedangkan The Guardian menilai pidato ini “menggugah hati negara-negara Barat untuk menilai kembali pendekatan mereka terhadap konflik global.”
Ketiga, dukungan tegas untuk Palestina yang menjadi salah satu puncak pidato. Prabowo mengecam agresi militer yang menewaskan ribuan warga sipil Palestina, terutama anak-anak dan perempuan. Ia menyerukan gencatan senjata permanen, pengiriman bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, dan pengakuan penuh terhadap negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota.
“Kemanusiaan kita diuji di Gaza. Jika dunia gagal melindungi anak-anak Palestina, maka kita gagal sebagai peradaban,” tegas Prabowo, yang langsung disambut tepuk tangan meriah di ruang sidang PBB.
Al Jazeera menulis bahwa “Indonesia kini menjadi salah satu suara paling vokal di Asia dalam memperjuangkan Palestina,” sedangkan Middle East Eye menyebut pidato ini “memberi legitimasi baru bagi perjuangan Palestina di forum internasional.” Media nasional seperti Tempo menilai bahwa pernyataan ini meningkatkan kredibilitas Indonesia sebagai negara yang konsisten membela hak-hak rakyat tertindas.
Keempat, peran negara berkembang. Prabowo menegaskan bahwa negara-negara Global South bukan hanya penonton, tetapi harus menjadi pemain utama dalam membentuk tata dunia baru. Reuters menulis bahwa pernyataan ini mencerminkan “kebangkitan suara Selatan Global” yang kini semakin berani berbicara di forum internasional. Jakarta Post menilai langkah ini memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin moral dan strategis di ASEAN.
Reaksi positif juga datang dari sejumlah pemimpin dunia. Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan memuji Prabowo sebagai “mitra strategis dalam membangun dunia yang lebih adil.” Sekjen PBB António Guterres menyebut pidato tersebut “sangat penting untuk menghidupkan kembali semangat multilateralisme,” sedangkan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menulis di X: “Indonesia menunjukkan kepemimpinan moral yang dibutuhkan dunia.”
Pengamat hubungan internasional Prof. Dewi Fortuna Anwar menyebut pidato ini sebagai “salah satu pidato paling kuat dari seorang pemimpin negara berkembang dalam satu dekade terakhir.” Sementara Dr. Dino Patti Djalal menilai bahwa respons Trump menandakan pidato ini memiliki efek nyata terhadap tokoh-tokoh kunci dunia.
Artikel di The Guardian bahkan menyebut bahwa jika sikap Trump benar-benar berubah, ini dapat membuka jalan bagi Amerika Serikat untuk lebih terlibat dalam solusi multilateral, termasuk mendorong pengakuan negara Palestina di masa depan.
Analisis Penulis
Pidato Prabowo bukan sekadar retorika diplomasi, melainkan sinyal kebangkitan diplomasi Indonesia di panggung dunia. Jika Donald Trump yang dikenal keras terhadap PBB saja bisa merefleksi ulang sikapnya, maka peluang terjadinya pendekatan baru AS terhadap forum multilateral dan isu Palestina menjadi semakin besar.
Momentum ini harus diikuti oleh kebijakan luar negeri yang konsisten, diplomasi ekonomi yang agresif, serta keberanian untuk terus berbicara lantang bagi keadilan global. Indonesia berpotensi menjadi jembatan strategis antara Utara dan Selatan, Timur dan Barat, sekaligus mengokohkan perannya sebagai kekuatan moral dunia.
Kesimpulan: Pidato Prabowo di PBB adalah angin segar bagi diplomasi global. Perubahan sikap Donald Trump hanyalah awal dari potensi pergeseran kebijakan dunia yang lebih luas. Dunia kini menunggu langkah konkret Indonesia untuk menjembatani konflik, memperkuat multilateralisme, dan mendorong tatanan dunia yang lebih adil – khususnya bagi rakyat Palestina yang terus berjuang untuk kemerdekaan mereka.














