Surabaya, 11 Juni 2025 – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali melakukan penyempurnaan regulasi di bidang perpajakan dengan merilis Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-6/PJ/2025. Aturan baru ini menggantikan ketentuan sebelumnya dalam PER-4/PJ/2021, khususnya terkait penetapan Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah yang berhak mengajukan restitusi pajak dengan proses percepatan.
Langkah ini juga menjadi bagian dari harmonisasi kebijakan dengan skema restitusi cepat sebagaimana diatur dalam PMK 39/2018, termasuk perubahannya melalui PMK 117/2019 dan PMK 119/2024. Fokus utama kebijakan ini adalah menyederhanakan proses administrasi, mempercepat layanan, dan meningkatkan kepastian hukum bagi wajib pajak.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Secara garis besar, PKP risiko rendah merupakan wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu dan dapat mengajukan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) setiap masa pajak tanpa prosedur yang kompleks. Namun demikian, tidak semua wajib pajak otomatis memenuhi syarat ini.
Dalam ketentuan baru ini, DJP menetapkan sembilan kategori wajib pajak yang masuk dalam klasifikasi PKP risiko rendah sebagai bentuk penyempurnaan dari regulasi sebelumnya.
Salah satu hal penting dalam PER-6/PJ/2025 adalah mekanisme otomatisasi klasifikasi PKP risiko rendah tanpa perlu pengajuan permohonan, bagi wajib pajak yang memenuhi “persyaratan tertentu”. Ketentuan ini mengacu pada Pasal 14 ayat (8) PMK 39/2018, sebagaimana telah diubah terakhir oleh PMK 119/2024.
Adapun empat kategori wajib pajak yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) PMK 39/2018 s.t.d.d PMK 209/2021, mencakup:
- Orang pribadi bukan pengusaha yang mengajukan restitusi atas SPT Tahunan PPh lebih bayar.
- Orang pribadi dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, selama nilai restitusi tidak melebihi Rp100 juta.
- Badan usaha yang mengajukan SPT Tahunan PPh lebih bayar maksimal Rp1 miliar.
- PKP yang mengajukan restitusi PPN lebih bayar hingga Rp5 miliar.
Selain itu, PER-6/PJ/2025 juga menggantikan mekanisme pengembalian pajak yang sebelumnya diatur dalam PER-5/PJ/2023, khusus untuk wajib pajak dengan persyaratan tertentu.
Menurut Konsultan Pajak Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, kebijakan ini menunjukkan progres signifikan dalam reformasi sistem administrasi perpajakan.
“Kebijakan ini memberikan insentif administratif yang positif. Bagi wajib pajak yang patuh, proses menjadi lebih mudah, dan di sisi lain DJP tetap menjaga integritas sistem pengawasan. Dengan adanya otomatisasi klasifikasi, beban birokrasi bisa jauh berkurang,” jelas Yulianto.
Ia juga menambahkan bahwa prosedur yang jelas dan batas nominal yang pasti diharapkan mampu mendorong lebih banyak pelaku usaha untuk melaporkan dan menyetor pajaknya secara sukarela. “Kepastian hukum dan layanan yang cepat seperti ini dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap DJP,” lanjutnya.
Sementara itu, sejumlah isu perpajakan lainnya turut mengemuka hari ini. Di antaranya wacana pemajakan influencer, meningkatnya angka kemiskinan, serta pelaku UMKM yang masih menanti kejelasan teknis terkait tarif final PPh 0,5 persen. Semua ini menandakan pentingnya kebijakan fiskal yang adaptif, adil, dan mendukung pertumbuhan ekonomi riil nasional.
Penulis : Odie Priambodo
Editor : Mas Andre Hariyanto