Apa Solusi, Jika Benar Makanan Pabrik di Suntik Racun?

- Penulis

Selasa, 13 Desember 2022 - 09:16 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

SUARA UTAMA, PANIAI – Prolog: tulisan ini ditulis berdasarkan pengamatan situasi kekenian yang terjadi dibeberapa kabupaten di Meepago-Papua diantaranya: Dogiyai, Deiyai, dan Paniai yang kini melanda dengan dugaan keracunan hingga korban jiwa manusia.

Tulisan ini akan berusaha tidak menghakimi pihak manapun dalam menyikapi peristiwa keracunaan terhadap warga masyarakat di meepago, agar dalam tulisan tidak memberikan kecurigaan-kecurigaan yang akan muncul di kemudian hari, sehingga tidak membangun tendensi politik suku, agama, ras dan agama (SARA).

Peristiwa korban jiwa manusia keracunan terhadap warga masyarakat MEE di Meepago, sehingga warga masyarakat pihak korban merenpons dengan aksi pembakaran beberapa kios buton di pasar wagete. Hal itu juga dibalas dengan aksi penembakan yang terjadi hingga hari ini belum mengetahui berapa jumlah korban jiwa manusia yang melayan di atas tanah meepago.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Apa Solusi, Jika Benar Makanan Pabrik di Suntik Racun? Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Saya melihat dan analisis situasi ini telah, sedang dan akan terjadi kecemburuan sosial hingga tercipta konflik horizontal (perang antar masyakat pendatang dan orang asli meepago). Kemudian traumatis yang besar akan terjadi di tengah kehidupan sosial masyarakat berakibat dari hal tersebut; perputaran ekonpmi mikro maupun makro akan menurun secara signifikan.

Jika situasi seperti itu apa solusinya?

Peristiwa keracunan ini akan mengakibatkan kehidupan masyarakat yang saling curigai dan mencurigai. Mau beli di kios orang pendatang, masyarakat pribumi akan takut teracun.

Kehidupan masyarakat akan sulit untuk hidup dalam damai. Damai tidak tercipta dalam kehidupan yang saling mencurigai tetapi justru akan menciptakan amarah yang bertubi-tubi, sehingga solusinya untuk tidak hidup dalam saling mencurigai dan traumatis, kita orang asli Meepago-Papua harus putuskan mata rantai kehidupan yang tergantung kepada orang pendatang dan berbagai makanan produknya.

BACA JUGA :  Panitia Natal Ipmanapandode Jog-lo telah Sukses Turnamen Futsal internal

Kita orang harus bisa menghidupkan pangam lokal dengan cara kerja. Kita harus bisa membangkitkan budaya kerja, hanya dengan cara tersebut kita bisa putuskan hidup ketergantungan terhadap produk orang pendatang. Kita harus buang budaya konsumtif produk barang makanan milik orang pendatang.

Orang Meepago Papua harus kembali bangunkan tanah yang sudah lama tertidur. Oleh karena itu, kita tidak kerja mengelolah tanah yang diberikan oleh Allah Leluhur kita. Orang MEE proto itu sudah bertahan hidup berjutaan tahun hanya konsumsi pangan lokal justru orang MEE proto itu kuat dan umurnya panjang.

Orang meepago sudah mengusir penjajah jepang tahun 1942 itu karena mereka komsumsi pangan lokal saja. Waktu itu mereka tidak komsumsi bahan pangan produk yang berkimia dan yang kini sudah diberi label makakan produk beracun.

Kita bisa hidup tanpa makan pangan produk. Sekarang solusinya adalah kita kembali hidupkan tanah dan kembali mengkonsumsi pangan lokal. Kita harus beli makanan lokal di pasar. Misalnya: tebu, sayuran, buah-buahan, umbi-umbian, keladi dan berbagai jenis pangan lokal lainnya.

Rakyat Papua tidak akan mati jika hanya mengkonsumsi pangan lokal sebab, pangan lokal adalah makanan yang lansung diberikan oleh Allah melalui berkebun olahan kita sendiri. Mari! ini saatnya kembali hidupkan budaya kerja dan mengkonsumsi pangan lokal olahan kita. Kita harus berdiri diatas kaki kita sendiri (BerDiKaRi) untuk mewujudkan visi tuan diatas negeri kita sendiri hingga berdaulat atas semua yang Tuhan beri kepada kita Bangsa Papua Barat.

Penulis Oleh: ANI-PANIAI Amos kayame, S.H

Berita Terkait

Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  
Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia
Kepatuhan Pajak di Tangan Algoritma: Solusi atau Ancaman?
Friedrich Nietzsche dan Gema Abadi dari Kalimat “Tuhan Telah Mati”
Penulis Tak Lagi Dibebani Administrasi Pajak? Kemenekraf Mulai Lakukan Pembenahan
Eko Wahyu Pramono Gugat Politeknik Negeri Jember ke PTUN Surabaya
Janji Boleh Lisan, Pembuktiannya Harus Kuat: Pesan Advokat Roszi Krissandi
Membedah Pemikiran Filsuf Baruch De Spinoza
Berita ini 14 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 4 Desember 2025 - 19:29 WIB

Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  

Kamis, 4 Desember 2025 - 16:12 WIB

Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia

Rabu, 3 Desember 2025 - 15:29 WIB

Kepatuhan Pajak di Tangan Algoritma: Solusi atau Ancaman?

Rabu, 3 Desember 2025 - 14:43 WIB

Friedrich Nietzsche dan Gema Abadi dari Kalimat “Tuhan Telah Mati”

Selasa, 2 Desember 2025 - 14:11 WIB

Penulis Tak Lagi Dibebani Administrasi Pajak? Kemenekraf Mulai Lakukan Pembenahan

Selasa, 2 Desember 2025 - 12:48 WIB

Eko Wahyu Pramono Gugat Politeknik Negeri Jember ke PTUN Surabaya

Senin, 1 Desember 2025 - 20:03 WIB

Janji Boleh Lisan, Pembuktiannya Harus Kuat: Pesan Advokat Roszi Krissandi

Senin, 1 Desember 2025 - 14:21 WIB

Membedah Pemikiran Filsuf Baruch De Spinoza

Berita Terbaru