“Pep Guardiola Menangis untuk Gaza: Saat Sepak Bola Menjadi Panggung Nurani Kemanusiaan”

- Penulis

Selasa, 23 September 2025 - 14:21 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi Gambar infografis PEP GUARDIOLA (bytonny rivani/Wartawan SUARA UTAMA)

Ilustrasi Gambar infografis PEP GUARDIOLA (bytonny rivani/Wartawan SUARA UTAMA)

SUARA UTAMA – Pep Guardiola dan Luka Gaza

Manajer Manchester City, Pep Guardiola, menerima gelar doktor kehormatan dari Universitas Manchester pada Senin (9 Juni 2025) — sebuah penghormatan atas kontribusinya dalam dunia olahraga dan kemanusiaan. Namun, momen yang seharusnya penuh kebahagiaan itu berubah menjadi panggung nurani dunia ketika Guardiola menyampaikan pidato yang menyentuh hati tentang tragedi kemanusiaan di Gaza.

“Melihat apa yang terjadi di Gaza itu melukai seluruh tubuh saya,” ujar Guardiola dengan mata berkaca-kaca. “Ini bukan persoalan ideologi atau politik, ini tentang cinta pada kehidupan. Tentang kepedulian terhadap sesama.”

Pelatih asal Spanyol berusia 54 tahun itu menyuarakan empati mendalam pada anak-anak yang menjadi korban perang. “Mungkin kita berpikir, melihat anak-anak usia empat tahun dibunuh oleh bom bukan urusan kita. Tapi hati-hati, mungkin anak itu bisa jadi anak kita sendiri. Setiap pagi saya memikirkan Maria, Marius, dan Valentina. Saya takut,” tambahnya.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 “Pep Guardiola Menangis untuk Gaza: Saat Sepak Bola Menjadi Panggung Nurani Kemanusiaan” Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dukungan dan Respons Tokoh Kemanusiaan

Seruan Guardiola mendapat dukungan dari berbagai tokoh kemanusiaan dunia.

  • Malala Yousafzai, peraih Nobel Perdamaian, menyatakan bahwa pernyataan Guardiola adalah “seruan moral penting agar dunia tidak menutup mata terhadap penderitaan anak-anak Gaza.”
  • Jan Egeland, Sekjen Norwegian Refugee Council, menyebut kata-kata Guardiola sebagai “jeritan nurani yang seharusnya memicu gencatan senjata segera.”
  • Miriam Barghouti, jurnalis Palestina, menulis di X (Twitter): “Ketika suara dari dunia olahraga bersatu dengan suara korban perang, kita melihat potensi perubahan narasi global.”
BACA JUGA :  OJK Luncurkan Regulasi Baru Aset Digital, Penawaran Lebih Fleksibel

Pandangan Media Nasional dan Internasional

Media nasional di Inggris seperti The Guardian memuji keberanian Guardiola yang menggunakan momen pribadinya untuk mengangkat isu kemanusiaan.
Di Indonesia, Kompas menulis editorial berjudul “Dari Lapangan Hijau ke Panggung Kemanusiaan” yang menyatakan bahwa sikap Guardiola harus menjadi inspirasi bagi figur publik di Indonesia untuk tidak apatis terhadap penderitaan global.
Media internasional seperti Al Jazeera dan Reuters menyoroti pernyataan Guardiola sebagai “salah satu intervensi moral paling tegas dari figur olahraga sejak invasi Gaza dimulai.”

Analisis: Sepak Bola Sebagai Bahasa Universal Nurani

Pidato Guardiola menunjukkan bahwa olahraga tidak hanya tentang kemenangan dan trofi, tetapi juga tentang keberanian menyuarakan nilai kemanusiaan. Dalam dunia yang sering terpecah oleh politik, agama, dan kepentingan geopolitik, sepak bola bisa menjadi jembatan moral.

Sebagaimana dikatakan oleh sosiolog olahraga Simon Kuper: “Ketika tokoh sekelas Guardiola bicara, dia berbicara bukan hanya pada fans City, tapi pada miliaran penggemar sepak bola di seluruh dunia. Itulah kekuatan moral sepak bola.”

Kesimpulan: Seruan Global untuk Bertindak

Air mata Guardiola adalah simbol bahwa Gaza bukan hanya isu Timur Tengah — ini adalah luka bersama umat manusia. Dunia olahraga, media, politisi, dan masyarakat sipil perlu menjadikannya momentum untuk menuntut penghentian kekerasan, evakuasi kemanusiaan, dan pemulihan hak-hak dasar rakyat Gaza.

Guardiola telah mengingatkan kita bahwa kemanusiaan adalah tim yang seharusnya kita semua bela.

Berita Terkait

Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  
Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia
Kepatuhan Pajak di Tangan Algoritma: Solusi atau Ancaman?
Friedrich Nietzsche dan Gema Abadi dari Kalimat “Tuhan Telah Mati”
Penulis Tak Lagi Dibebani Administrasi Pajak? Kemenekraf Mulai Lakukan Pembenahan
Eko Wahyu Pramono Gugat Politeknik Negeri Jember ke PTUN Surabaya
Janji Boleh Lisan, Pembuktiannya Harus Kuat: Pesan Advokat Roszi Krissandi
Membedah Pemikiran Filsuf Baruch De Spinoza
Berita ini 25 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 4 Desember 2025 - 19:29 WIB

Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  

Kamis, 4 Desember 2025 - 16:12 WIB

Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia

Rabu, 3 Desember 2025 - 15:29 WIB

Kepatuhan Pajak di Tangan Algoritma: Solusi atau Ancaman?

Rabu, 3 Desember 2025 - 14:43 WIB

Friedrich Nietzsche dan Gema Abadi dari Kalimat “Tuhan Telah Mati”

Selasa, 2 Desember 2025 - 14:11 WIB

Penulis Tak Lagi Dibebani Administrasi Pajak? Kemenekraf Mulai Lakukan Pembenahan

Selasa, 2 Desember 2025 - 12:48 WIB

Eko Wahyu Pramono Gugat Politeknik Negeri Jember ke PTUN Surabaya

Senin, 1 Desember 2025 - 20:03 WIB

Janji Boleh Lisan, Pembuktiannya Harus Kuat: Pesan Advokat Roszi Krissandi

Senin, 1 Desember 2025 - 14:21 WIB

Membedah Pemikiran Filsuf Baruch De Spinoza

Berita Terbaru