SUARA UTAMA.- Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Sebagai instrumen pemerintah, BUMN tidak hanya berfungsi sebagai penggerak ekonomi, tetapi juga sebagai penyedia layanan publik yang vital. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, berbagai skandal dan kasus korupsi di tubuh BUMN mencuat ke permukaan, mengguncang kepercayaan publik terhadap institusi-institusi ini.
Berbagai kasus korupsi yang melibatkan perusahaan-perusahaan BUMN mengindikasikan adanya masalah sistemik, mulai dari tata kelola yang lemah hingga penyalahgunaan kekuasaan oleh oknum pejabat perusahaan. Situasi ini memunculkan pertanyaan mendasar: Apakah reformasi BUMN mampu mengembalikan kepercayaan publik, atau justru semakin memperdalam krisis kepercayaan yang ada?
Kasus-kasus Besar yang Mengguncang BUMN
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Beberapa mega kasus yang menimpa BUMN menjadi bukti nyata adanya masalah tata kelola yang serius. Kasus-kasus ini tidak hanya merugikan keuangan negara dalam jumlah triliunan rupiah, tetapi juga semakin mengikis kepercayaan masyarakat terhadap transparansi dan integritas BUMN. Beberapa di antaranya adalah:
- Skandal Jiwasraya
Jiwasraya, perusahaan asuransi milik negara, mengalami kebangkrutan akibat dugaan korupsi dalam pengelolaan investasi. Manipulasi laporan keuangan dan investasi yang tidak sehat menyebabkan kerugian negara mencapai lebih dari Rp16 triliun. - Kasus Asabri
Asabri, yang mengelola dana pensiun TNI-Polri, mengalami skandal serupa dengan Jiwasraya. Investasi yang dilakukan secara tidak bertanggung jawab menyebabkan kerugian hingga Rp22 triliun. - Garuda Indonesia
Maskapai nasional ini mengalami berbagai kasus, mulai dari dugaan korupsi pengadaan pesawat hingga penyalahgunaan wewenang oleh para petinggi perusahaan. Masalah keuangan yang dialami Garuda Indonesia berakar dari tata kelola yang buruk dan kebijakan bisnis yang tidak transparan.
- Kasus Waskita Karya
Salah satu perusahaan konstruksi terbesar milik negara, Waskita Karya, terseret dalam kasus dugaan korupsi proyek-proyek fiktif yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Kasus-kasus tersebut hanyalah sebagian dari banyaknya persoalan yang terjadi di tubuh BUMN. Setiap skandal yang terungkap semakin memperparah krisis kepercayaan publik terhadap institusi yang seharusnya menjadi pilar ekonomi nasional ini.
Akar Masalah: Mengapa Kasus Ini Terus Terjadi?
Maraknya skandal di BUMN tidak terjadi begitu saja. Ada beberapa faktor utama yang menjadi penyebab berulangnya kasus-kasus ini:
- Tata Kelola yang Lemah (Poor Governance)
Banyak BUMN yang masih menerapkan sistem pengelolaan yang tidak transparan dan tidak memiliki mekanisme pengawasan yang efektif. Akibatnya, penyalahgunaan wewenang dan praktik koruptif bisa terus berlangsung tanpa hambatan. - Intervensi Politik : Sebagai perusahaan milik negara, BUMN sering kali menjadi alat politik bagi pemerintah yang berkuasa. Penunjukan direksi dan komisaris tidak selalu didasarkan pada profesionalisme, tetapi lebih kepada kedekatan politik, sehingga berisiko membuka celah bagi penyalahgunaan kekuasaan.
- Minimnya Akuntabilitas : Meski berbagai audit dan laporan keuangan dilakukan, sering kali ada upaya manipulasi data atau penyembunyian fakta oleh oknum di dalam perusahaan. Hal ini membuat pelanggaran sulit terdeteksi hingga akhirnya meledak menjadi skandal besar.
- Budaya Korupsi yang Mengakar : Dalam beberapa kasus, korupsi di BUMN sudah menjadi praktik yang sistematis. Dari level direksi hingga pejabat menengah, praktik suap, gratifikasi, dan penggelembungan proyek masih sering terjadi.
Harapan Reformasi: Mungkinkah Kepercayaan Publik Dipulihkan?
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mereformasi BUMN dan memperbaiki sistem tata kelola. Beberapa langkah yang telah atau sedang dilakukan antara lain:
- Penerapan Good Corporate Governance (GCG)
Pemerintah terus mendorong BUMN untuk menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik, seperti transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme. - Penegakan Hukum yang Lebih Ketat : Beberapa pejabat tinggi BUMN yang terlibat dalam skandal telah dijerat hukum, memberikan sinyal bahwa tidak ada lagi toleransi terhadap korupsi di tubuh BUMN.
- Restrukturisasi dan Transformasi BUMN : Menteri BUMN telah melakukan perombakan besar-besaran terhadap jajaran direksi di beberapa BUMN, serta mendorong efisiensi dan inovasi bisnis agar perusahaan-perusahaan ini lebih sehat secara finansial.
- Digitalisasi dan Transparansi Laporan Keuangan
Dengan memanfaatkan teknologi, pemerintah berharap bisa meningkatkan transparansi dalam pengelolaan keuangan BUMN dan mencegah penyalahgunaan anggaran.
Namun, meskipun berbagai langkah reformasi telah dilakukan, masih ada tantangan besar dalam membangun kembali kepercayaan publik. Masyarakat masih skeptis terhadap efektivitas reformasi yang dilakukan, mengingat skandal demi skandal terus bermunculan.
Kesimpulan : Mega kasus korupsi yang melanda BUMN telah menimbulkan krisis kepercayaan yang mendalam di masyarakat. Meski upaya reformasi terus dilakukan, keberhasilannya masih menjadi tanda tanya besar. Tanpa perubahan mendasar dalam tata kelola, budaya kerja, dan mekanisme pengawasan, BUMN akan terus menjadi lahan subur bagi korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Untuk mengembalikan kepercayaan publik, pemerintah tidak hanya harus memperbaiki sistem di dalam BUMN, tetapi juga membuktikan bahwa tidak ada toleransi terhadap pelanggaran hukum, siapa pun yang terlibat. Transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme harus menjadi pilar utama dalam pengelolaan BUMN ke depan.
Jika reformasi hanya sebatas jargon tanpa implementasi nyata, maka harapan pemulihan akan semakin pudar, dan krisis kepercayaan publik terhadap BUMN akan semakin dalam.
Penulis : Tonny Rivani