SUARA UTAMA. “Sudah menjadi keputusan, saya ikuti saja apa yang menjadi keputusan. Walaupun tidak melalui proses kelembagaan yang semestinya”. Kutipan dalam salah satu dialog ini pernah terjadi dilingkungan kita, yang terjadi adalah adanya suatu ketidakseimbangan dalam melihat suatu persoalan dikaitkan dengan keputusan yang dilakukan karena dominannya kekuasaan yang dimiliki. Kondisi-kondisi ini sering kita temui dalam bentuk kehidupan apapun dilingkungan keluarga, teman, rekan sejawat, pimpinan dan bawahan. Bahkan dalam konteks yang lebih luas secara kelembagaan. Termasuk dalam hal ini, dunia media massa dengan kekuasaan. Kekuasaan disini selain dengan pemerintah adalah dengan kelompok kepentingan tertentu.
Meminjam pemikiran Bendit (dalam Maiwan, 2016) kelompok kepentingan terbatas pada agregasi dan artikulasi kepentingan saja. Mereka merupakan kelompok terorganisasi yang memiliki tujuan bersama yang secara aktif berusaha mempengaruhi pemerintah. Hal inipun diperkuat oleh Berry dan Goldman (dalam Maiwan 2016) tujuan mereka hanyalah berusaha untuk “mempengaruhi” proses pengambilan kebijakan pemerintah agar sesuai dengan keinginan kelompok yang diwakilinya.
Adapun ketidakseimbangan dalam hubungan kekuasaan ini akan selalu tetap ada dan hadir, ketika kepentingan-kepentingan masih berkelindan pada manusia. Hal ini selaras dengan pendapat Brown dan Gilman ( 2003) bahwa, kekuasaan seseorang dapat dikatakan memiliki kekuasaan pada orang lain, jika ia dapat mengontrol perilaku orang lain. Kekuasaan adalah hubungan nonresiprokal antara dua orang atau lebih. Nonresiprokal dalam konteks ini dapat diartikan sebagai ketidakseimbangan kuasa yang dimiliki oleh individu yang satu dan individu yang lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Keberadaan media massa sangat srategis dan menentukan dalam negara demokrasi, terutama dalam membantu perjalanan bangsa ke arah yang lebih baik, curahan informasi yang dilakukan secara terus menerus diharapkan mampu membangkitkan kesadaran dan sikap masyarakat dalam melihat persoalan-persoalan yang terkait dengan ranah publik secara bijak dan proporsional. Rika Purnama Lubis (2021) menegaskan bahwa, kedewasaan dan kebijaksanaan dalam menggunakan media massa menjadi salah satu cita-cita bagi pembangunan nasional baik pembangunan fisik dan non fisik.
Kualitas demokrasi akan semakin baik ketika fungsi media massa diberi ruang untuk menempatkan posisinya sebagai media massa pencerah dan penguat bagi masyarakat. Namun media massa tidak bergerak diruang hampa, media massa menjadi tempat pertarungan ideologi kelompok-kelompok kepentingan tertentu. Dimana kelompok-kelompok ini berusaha menguasai media massa agar dapat memberikan pengaruh pada agenda-agenda yang bersifat publik. Terkait hal tersebut Mohammad Zamroni (2022) berpendapat ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi suatu media massa : faktor idealis, ekonomis, ideologis dan faktor politis.
Apabila kelompok kepentingan ini mempunyai dominasi kekuasaan, adakalanya suatu media massa terpengaruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya. Sehingga kekhawatiran suatu opini objektif, netral dan berimbang yang dibangun, akan bergeser pada penggiringan opini publik yang tidak proporsional. Implikasi yang terasa ada pada masyarakat, masyarakat akan menjadi masyarakat penerima settingan informasi yang dikonstruksi dan tidak dapat dipertanggung jawabkan secara profesional.
Media massa sebagai ruang publik
Media massa yang mencakup : surat kabar, majalah, televisi, radio maupun portal berita online secara prinsip adalah sebagai saluran beragam informasi yang saling berinteraksi dari berbagai sumber, interaksi informasi tidak berlangsung diruang privat namun berada ditengah-tengah ruang publik. Dimana setiap orang siapapun itu dapat saling bertukar pikiran mengenai hal-hal yang terkait dengan publik : Kebijakan pemerintah, layanan kesehatan, perbaikan infrastruktur, persoalan-persoalan pendidikan, harga sembako bagi masyarakat, perlakuan keadilan bagi masyarakat. Hal ini menyiratkan pada kita bahwa, walaupun suatu media massa dikelola oleh perorangan ataupun kelompok. Hakikatnya secara mendasar informasi adalah milik publik yang harus kita pahami dan sadari.
Isu-isu publik yang aktual dan menjadi sorotan publik melalui media massa dapat di diskusikan, dialogkan bahkan diperdebatkan oleh masyarakat secara terbuka untuk mendapatkan sudut pandang baru. Hal ini akan menumbuhkan kultur dialog dan debat secara sehat, terbuka dan transparan sebagai salah satu praktik dalam kebebasan berekspresi.
Peran yang dilakukan oleh para pejabat publik, tokoh publik ataupun pihak swasta yang terkait dengan kekuasaan melalui media massa dapat dijadikan sebagai sarana kontrol sosial terhadap kekuasaan bagi masyarakat. Sehingga memunculkan transparansi dan akuntabilitas. Selain itu dalam media massa dapat dijadikan tempat pembentukan opini publik tentang suatu isu yang dapat mempengaruhi suatu kebijakan publik yang sudah berjalan.
Persoalan-persoalan dalam Relasi Kuasa Media Massa
Dalam konteks relasi kuasa media massa, semuanya merupakan interaksi yang kompleks antara berbagai pihak dalam media massa : pemerintah dan kelompok kepentingan : Sifat interaksi tentunya akan berlangsung secara dinamis yang akan memunculkan persoalan-persoalan tersendiri bagi media massa.
Oligarki media massa akan muncul ketika sejumlah kelompok pemilik media-media besar akan mendominasi seluruh informasi yang ada, sehingga media-media massa kecil hanyalah sebagai pelengkap. Tentunya hal ini akan menciptakan ketimpangan dalam pengelolaan informasi yang seharusnya. Sehingga keragaman dalam kepemilikan (diversity of owner) maupun keragaman dalam konten (diversity of content) yang diamanatkan noleh UU 32 th 2002, hanyalah sebatas jargon-jargon yang tidak bermakna diatas kertas.
Sensorsip dari pemerintah, terkait berita-berita yang sensitif dan dapat membahayakan keamanan negara dan tidak sesuai regulasi maupun norma-norma etik yang berlaku. Media massa sebagai tempat propaganda dari pemerintah terkait kebijakan-kebijakan pemerintah.
Pengiklan yang menjadi iklan utama dalam suatu media massa apabila tidak dilihat secara proporsional, akan memberikan beban bagi media massa dalam benturan konflik kepentingan. Ketika persoalan-persoalan produk suatu perusahaan bermasalah dimasyarakat, media massa yang menjadi tempat bagi pengiklan cenderung mengambil jalan aman, daya kritisnya seolah-olah tidak terlihat untuk menjaga hubungan bisnis yang selama ini telah dijalinnya.
Sikap dalam Relasi kuasa media massa
Penguatan regulasi yang jelas dan tepat serta tindak lanjut dalam implementasi yang dilakukan oleh pemerintah pada media massa, akan memberikan landasan yang kuat bagi media massa didalam konsistensinya ketika menjalankan fungsi-fungsinya.
Independensi dari berbagai pihak : pemerintah dan kelompok kepentingan harus senantiasa dijaga oleh media massa, dalam menjaga kepercayaan publik dan kualitas berita. Senantiasa bertanggung jawab atas informasi berita yang disampaikan, dengan segala konsekuensi yang ada selalu siap dihadapi secara profesional.
Senantiasa menempatkan skala prioritas pada regulasi yang ada dan yang berlaku sebagai landasan utama didalam menjalankan fungsi-fungsinya untuk tetap menjaga kredibilitas, kualitas dan marwah sebagai media massa yang senantiasa dipercaya oleh publik. Semuanya tidak instant, tapi proseslah yang akan menjawab semuanya itu.
Semoga..
Penulis : Agus Budiana
Editor : Redaksi Suara Utama