Puisi Pelangi Cinta Para Guruku

- Writer

Senin, 25 November 2024 - 23:19 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Selamat Hari Guru (Foto : Zahruddin Hodsay/Suara Utama)

Selamat Hari Guru (Foto : Zahruddin Hodsay/Suara Utama)

SUARA UTAMA, Palembang – Puisi

Puisi Pelangi Cinta Para Guruku
Karya : Zahruddin Hodsay

Waktu berjalan
Penuh beragam makna
Mengukir selaksa asa dan harapan
Tertawa dan menangis
Terpompa, pun jiwa tergores
Merangkai memory kembali
Akan sebuah perjalanan
Pelangi cinta para guruku
Sekolah Dasar
Medio 1977 hingga 1983

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Puisi Pelangi Cinta Para Guruku Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

 

Pak Imron…
Adalah guru pertamaku kelas 1 SD
Dialah yang mengenalkan aksara
Telaten merangkai serpihan-serpihan karton
Berbantu sepotong rotan

Papan tulis hitam, kapur putih berdebu
Hingga kami mampu terbata-bata membaca

Kau sering memanggilku Sah-Sah Din
Padahal namaku adalah Zahruddin

Tapi aku tak merasa terhina, dia adalah guruku

 

Matematika…
Ada 2 poros yang berbeda
Ibu Siti, sosok yang tegas dan ditakuti

Kulit perutku sering terkelupas, menyisakan rona merah

Cubitan kuku panjangnya
Ketika kami tak mampu menghapal perkalian
Tapi aku tak merasa sakit hati
Ataupun dendam membara
Kadang kubuka bajuku kini
Kalau-kalau ada tanda cubitannya
Tapi tak ada lagi, hilang ditelan zaman
Sebagaimana hilang juga rasa tak suka
Justru menyisakan cinta

 

Mashur, adalah guru matematika juga

Sosok guru paling sabar yang pernah kukenal
Mengayomi…menyayangi…
Penuh kelembutan, penuh keayahan

Matematika menjadi hal yang menyenangkan
Darinya bibit numerasiku muncul

Cinta kami padanya tak terhingga
Sebagaimana cintanya tak terhitung

 

Ibu Satriah…

Ia mengajarkan cinta pada bangsa dan negara

Berpegang pada pancasila

Bersama lagu-lagu perjuangan

Kau sering memanggilku “Raja Kentut”

Sejak tanpa sengaja angin bersuara itu menggema di kelas
Menebar aroma

Jujur, pernah ada rasa malu dan kesal
Mengapa harus disematkan nama itu padaku
Namun itu dulu
Seiring waktu, telah hilang ditelan rasa
Tak perlu tuk disimpan
Karena di adalah guruku

 

Ibu Fathomah…

Bahasa Ingris dan hapalan Quran
Itulah cirimu
Bibirmu sampai tak karuan
Tuk ekspresi total dalam mengenalkan conversation

BACA JUGA :  Jovanov, Apatisme Dalam Goresan Puisi

Pun tuk melafalkan huruf dan tajwid

Ia sering memuji 3 serangkai
Atas bagusnya bacaan dan banyaknya hafalan

Aku…
Jauhari, kakakku…
Azizuddin, kakak sepupuku…

 

Pak X

Jujur aku lupa namanya
Ia dulu guru baru, guru honor
Mengajar IPA kelas 6
Ada kenangan kelam
Setidaknya bagiku
Saat kelas kosong, teman sekalas ribut

Ia masuk kelas penuh amarah
Memukul punggug semua siswa laki-laki
Sekuat tenaga, menyisakan sakit yang amat
Pun denganku, tak luput
Padahal aku anak pendiam, tak ikut ribut

Tapi aku tak mampu berontak dan melawan
Yang ada adalah rasa benci dan sakit hati
Pernah kucoba melawan rasa itu ketika aku dewasa
Saat jumpa Idul Fithri, kudatangi rumahnya
Kusujud dan kucium tangan dan jarinya
Walau terbayang memory kelam itu
Tapi itu dulu
Kini rasa itu telah hilang
Karena memang aku harus belajar melupakannya

 

Pak Juanda, guru olahraga…
Dialah yang menugaskanku membaca doa dalam upacara
Dia juga pernah menugaskanku membawa teks pancasila

Dialah yang menugaskanku membawa bendera
Bersama siswa kelas 6, padahal aku kelas 1
Dialah pernah menugaskanku memimpin senam kesegaran jasmani

Padahal jiwaku kerdil, tak percaya diri dan penakut
Tubuhkupun mungil
Anak desa yang gizi tak sempurna
Ternyata kelak di kemudian hari
Aku terbiasa mejadi pasukan pembawa bendera ketika upacaya
Kelak aku percaya diri public speaking
Ternyata…
Dialah yang telah mempersiapkanku
Sejak dini…

 

Kini tahun 2024
36 tahun kujalani profesi pendidik

Seperti para guru-guruku
Belajar banyak mutiara hikmah dari mereka

Belajar bagaimana cara mereka menebar cinta
Belajar dari mereka
Akan keikhlasan dan kecintaan
Mengabdi untuk anak negeri
Tanpa kenal waktu dan tempat

Inilah salah satu ladang amal maha luas
Semoga lelah ini menjadi lillah…

Penulis : Zahruddin Hodsay

Editor : Zahruddin Hodsay

Sumber Berita : Puisi

Berita Terkait

Bimbang
Sesaat Indah
Diam Menyakitkan
Lembar Rindu Sendu Dalam Kemasan Semu
Jovanov, Apatisme Dalam Goresan Puisi
Di Lelilef Kematian Mengawasi
Siswi SMK Darul Falah Raih Juara 3 Lomba Menulis Puisi Tingkat Nasional
Peringatan Hari Santri, SMK Marif 1 Semaka Raih Sejumlah Penghargaan
Berita ini 70 kali dibaca
Tag :

Berita Terkait

Senin, 25 November 2024 - 23:19 WIB

Puisi Pelangi Cinta Para Guruku

Jumat, 30 Agustus 2024 - 00:12 WIB

Bimbang

Jumat, 30 Agustus 2024 - 00:05 WIB

Sesaat Indah

Senin, 26 Agustus 2024 - 15:21 WIB

Diam Menyakitkan

Senin, 24 Juni 2024 - 19:13 WIB

Lembar Rindu Sendu Dalam Kemasan Semu

Minggu, 16 Juni 2024 - 02:38 WIB

Jovanov, Apatisme Dalam Goresan Puisi

Kamis, 13 Juni 2024 - 19:56 WIB

Di Lelilef Kematian Mengawasi

Senin, 29 April 2024 - 07:01 WIB

Siswi SMK Darul Falah Raih Juara 3 Lomba Menulis Puisi Tingkat Nasional

Berita Terbaru

Business man standing back during sunrise overlay with cityscape Illustration Generative AI

Advertorial

Dampak kenaikan UMK 2025 dan Ancaman PHK

Senin, 9 Des 2024 - 16:25 WIB