SUARA UTAMA, Palembang – Puisi
Puisi Pelangi Cinta Para Guruku
Karya : Zahruddin Hodsay
Waktu berjalan
Penuh beragam makna
Mengukir selaksa asa dan harapan
Tertawa dan menangis
Terpompa, pun jiwa tergores
Merangkai memory kembali
Akan sebuah perjalanan
Pelangi cinta para guruku
Sekolah Dasar
Medio 1977 hingga 1983
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pak Imron…
Adalah guru pertamaku kelas 1 SD
Dialah yang mengenalkan aksara
Telaten merangkai serpihan-serpihan karton
Berbantu sepotong rotan
Papan tulis hitam, kapur putih berdebu
Hingga kami mampu terbata-bata membaca
Kau sering memanggilku Sah-Sah Din
Padahal namaku adalah Zahruddin
Tapi aku tak merasa terhina, dia adalah guruku
Matematika…
Ada 2 poros yang berbeda
Ibu Siti, sosok yang tegas dan ditakuti
Kulit perutku sering terkelupas, menyisakan rona merah
Cubitan kuku panjangnya
Ketika kami tak mampu menghapal perkalian
Tapi aku tak merasa sakit hati
Ataupun dendam membara
Kadang kubuka bajuku kini
Kalau-kalau ada tanda cubitannya
Tapi tak ada lagi, hilang ditelan zaman
Sebagaimana hilang juga rasa tak suka
Justru menyisakan cinta
Mashur, adalah guru matematika juga
Sosok guru paling sabar yang pernah kukenal
Mengayomi…menyayangi…
Penuh kelembutan, penuh keayahan
Matematika menjadi hal yang menyenangkan
Darinya bibit numerasiku muncul
Cinta kami padanya tak terhingga
Sebagaimana cintanya tak terhitung
Ibu Satriah…
Ia mengajarkan cinta pada bangsa dan negara
Berpegang pada pancasila
Bersama lagu-lagu perjuangan
Kau sering memanggilku “Raja Kentut”
Sejak tanpa sengaja angin bersuara itu menggema di kelas
Menebar aroma
Jujur, pernah ada rasa malu dan kesal
Mengapa harus disematkan nama itu padaku
Namun itu dulu
Seiring waktu, telah hilang ditelan rasa
Tak perlu tuk disimpan
Karena di adalah guruku
Ibu Fathomah…
Bahasa Ingris dan hapalan Quran
Itulah cirimu
Bibirmu sampai tak karuan
Tuk ekspresi total dalam mengenalkan conversation
Pun tuk melafalkan huruf dan tajwid
Ia sering memuji 3 serangkai
Atas bagusnya bacaan dan banyaknya hafalan
Aku…
Jauhari, kakakku…
Azizuddin, kakak sepupuku…
Pak X
Jujur aku lupa namanya
Ia dulu guru baru, guru honor
Mengajar IPA kelas 6
Ada kenangan kelam
Setidaknya bagiku
Saat kelas kosong, teman sekalas ribut
Ia masuk kelas penuh amarah
Memukul punggug semua siswa laki-laki
Sekuat tenaga, menyisakan sakit yang amat
Pun denganku, tak luput
Padahal aku anak pendiam, tak ikut ribut
Tapi aku tak mampu berontak dan melawan
Yang ada adalah rasa benci dan sakit hati
Pernah kucoba melawan rasa itu ketika aku dewasa
Saat jumpa Idul Fithri, kudatangi rumahnya
Kusujud dan kucium tangan dan jarinya
Walau terbayang memory kelam itu
Tapi itu dulu
Kini rasa itu telah hilang
Karena memang aku harus belajar melupakannya
Pak Juanda, guru olahraga…
Dialah yang menugaskanku membaca doa dalam upacara
Dia juga pernah menugaskanku membawa teks pancasila
Dialah yang menugaskanku membawa bendera
Bersama siswa kelas 6, padahal aku kelas 1
Dialah pernah menugaskanku memimpin senam kesegaran jasmani
Padahal jiwaku kerdil, tak percaya diri dan penakut
Tubuhkupun mungil
Anak desa yang gizi tak sempurna
Ternyata kelak di kemudian hari
Aku terbiasa mejadi pasukan pembawa bendera ketika upacaya
Kelak aku percaya diri public speaking
Ternyata…
Dialah yang telah mempersiapkanku
Sejak dini…
Kini tahun 2024
36 tahun kujalani profesi pendidik
Seperti para guru-guruku
Belajar banyak mutiara hikmah dari mereka
Belajar bagaimana cara mereka menebar cinta
Belajar dari mereka
Akan keikhlasan dan kecintaan
Mengabdi untuk anak negeri
Tanpa kenal waktu dan tempat
Inilah salah satu ladang amal maha luas
Semoga lelah ini menjadi lillah…
Penulis : Zahruddin Hodsay
Editor : Zahruddin Hodsay
Sumber Berita : Puisi