Oleh: M. Mahfudz Alafghoni,
Mahasiswa STEI Daerah Istimewa Yogyakarta
SUARA UTAMA – Haloo sobat pembaca, sebagai seorang remaja dalam memiliki pasangan yang sesuai sebagaimana yang diidamkan tentu menjadi kebahagian tersendiri dalam kehidupan. Meski sebenarnya dalam Islam, cinta barulah akan hidup dan memberikan makna positif bila telah dibingkai dalam mahligai pernikahan (Halal).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Islam memandang cinta sebagai sebuah fitrah manusia, sehingga terdapat ayat Alquran tentang cinta yang menjelaskan hal tersebut.
Repository UIN Banten mencatat, dengan berbagai bentuknya Alquran telah menyebut kata cinta hingga 93 kali. Kata tersebut ditulis baik dalam bentuk kata kerja masa lampau, kata kerja masa kini dan akan datang.
BACA JUGA : Kronologi Kasus Antara Pemuda di Kota Gudeg Yogyakarta
Kesemua bentuk tersebut memiliki tujuan, dan memberikan pelajaran kepada manusia bahwa perasaan cinta adalah bagian dari fitrah manusia. Penjelasan ini bahkan juga disebutkan dalam hadis Rasulullah SAW, namun tidak sedikit manusia yang masih keliru dalam memandang cinta yang sejati, cinta yang benar-benar indah.
BACA JUGA : BMH Sidoarjo Support Lansia Terampil Usia 70 tahun
Dr. Aidh Al-Qarni menggoreskan sebuah kalimat indah dalam karyanya yang sangat populer, La Tahzan (jangan bersedih). “Jadilah orang-orang yang termasuk kekasih Allah agar engkau merasakan kebahagiaan sejati. Sebab orang itu dikatakan berbahagia ketika ia mencurahkan seluruh orientasi hidupnya untuk sesuatu yang ia cintai. Tiada sesuatu yang paling membahagiakan seorang hamba kecuali ibadah yang ia persembahkan semata-mata hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.”
Bagi orang beriman, cinta tentu saja tak sekedar pesona yang menjadikan hidup jadi terasa indah. Ia bukan semata pemanis bibir yang membuat setiap ucapan menjadi puitis laksana seorang pujangga. Tapi cinta hakiki adalah pernyataan iman seorang hamba kepada Sang Pencipta.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam bersabda, “Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu (1) barangsiapa yang Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) apabila ia mencintai seseorang, ia hanya mencintainya karena Allah. (3) Ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam Neraka.” (Muttafaqun ‘alaih).
Dengan demikian, bagi seorang muslim, mau remaja atau dewasa, cinta harus dilandasi iman, dimanivestasikan untuk meneguhkan iman, dan diperjuangkanpun demi menguatkan iman. Dengan kata lain, cinta yang benar pasti membawa keberkahan dan keindahan.
Jika ada orang yang dengan cinta hidup dalam penderitaan dan kerugian, sudah barang tentu cintanya keliru, tidak dilandaskan pada iman dan juga tidak dioreientasikan untuk memelihara dan mengokohkan keimanan. Padahal, cinta yang indah hanya bisa dicapai bila seseorang komitmen terhadap iman dalam dadanya.