Laporan Keuangan Wajib Akuntan Publik! PP 43/2025 Picu Polemik di Dunia Pajak dan Bisnis

- Penulis

Jumat, 24 Oktober 2025 - 08:44 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP dan Eko Wahyu Pramono, S.Ak menyoroti polemik PP 43/2025 tentang kewajiban laporan keuangan oleh akuntan publik. (Foto: Suara Utama)

Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP dan Eko Wahyu Pramono, S.Ak menyoroti polemik PP 43/2025 tentang kewajiban laporan keuangan oleh akuntan publik. (Foto: Suara Utama)

SUARA UTAMA – Surabaya, 24 Oktober 2025 — Pemerintah resmi memberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2025 tentang Pelaporan Keuangan sejak 19 September 2025, dan aturan ini langsung menjadi perbincangan panas di kalangan akuntan, konsultan pajak, dan pelaku usaha.

Aturan tersebut menegaskan bahwa penyusunan laporan keuangan hanya boleh dilakukan oleh akuntan berpraktik atau akuntan publik, dengan tujuan meningkatkan integritas dan akuntabilitas pelaporan keuangan nasional. Namun, kebijakan ini menuai polemik karena dinilai bisa “mengunci” peran profesi lain di bidang keuangan dan perpajakan terutama bagi konsultan pajak dan pelaku UMKM.

Yulianto Kiswocahyono: “Aturan ini baik, tapi bisa buat UMKM kelimpungan”

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Laporan Keuangan Wajib Akuntan Publik! PP 43/2025 Picu Polemik di Dunia Pajak dan Bisnis Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP, konsultan pajak senior sekaligus Ketua Komite Tetap Bidang Fiskal dan Moneter KADIN Jawa Timur, menilai PP 43/2025 merupakan langkah positif untuk memperkuat profesionalisme, namun implementasinya perlu disertai masa transisi yang proporsional.

“Kita dukung profesionalisasi pelaporan keuangan. Tapi kalau langsung diterapkan tanpa masa transisi, UMKM bisa kelimpungan. Banyak konsultan pajak yang selama ini membantu mereka justru akan kehilangan peran,” ujar Yulianto.

Ia menekankan pentingnya sinergi antara akuntan publik dan konsultan pajak agar kebijakan ini tidak justru menambah beban kepatuhan bagi dunia usaha kecil.

“Idealnya kolaborasi, bukan pembatasan. Pemerintah perlu membuka ruang kerja sama lintas profesi agar aturan ini bisa berjalan efektif,” tambahnya.

Eko Wahyu Pramono: “Kita perlu standar, tapi jangan matikan profesi non-CPA”

Sementara itu, Eko Wahyu Pramono, S.Ak. anggota Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) dan praktisi akuntansi, menilai PP 43/2025 sebagai langkah maju yang tetap perlu disikapi hati-hati.

“Saya mendukung peningkatan standar pelaporan keuangan, tapi jangan diartikan sempit bahwa hanya akuntan publik yang boleh menyusun laporan. Banyak tenaga profesional non-CPA yang juga kompeten dan berpengalaman,” jelas Eko.

Ia menyoroti potensi dampak biaya tambahan bagi pelaku usaha kecil.

“Kalau semua laporan keuangan wajib lewat akuntan publik, biayanya jelas akan meningkat. Pemerintah perlu menyiapkan mekanisme sertifikasi alternatif agar penyusun laporan non-akuntan publik tetap bisa berperan,” tegasnya.

 

Pemerintah Ingin Transparansi, Tapi Implementasi Masih Ditunggu

PP 43/2025 juga memperkenalkan Platform Bersama Pelaporan Keuangan (PBPK) sistem digital nasional yang akan mengintegrasikan data laporan keuangan dengan berbagai lembaga pengawas. Selain itu, pemerintah membentuk Komite Standar Laporan Keuangan Nasional (KSLKN) untuk menetapkan standar pelaporan yang seragam dan sesuai praktik internasional.

BACA JUGA :  Pemerintah Siapkan Sistem Pemungutan Pajak Digital Otomatis Melalui SPPTDLN

Namun, pelaksanaan penuh PP ini masih menunggu aturan turunan dari kementerian dan lembaga teknis terkait. Pemerintah menargetkan uji coba sistem PBPK pada tahun fiskal 2026 untuk kelompok usaha menengah dan besar.

 

Siapa yang Wajib Menerapkan PP 43/2025

Berdasarkan ketentuan resmi, pihak-pihak yang wajib melaksanakan aturan ini meliputi:

  1. Pelaku Usaha di Sektor Keuangan

Meliputi bank, lembaga pembiayaan, perusahaan asuransi, dana pensiun, lembaga penjaminan, penyelenggara fintech lending, lembaga pembiayaan ekspor, penyelenggara sistem pembayaran, hingga infrastruktur pasar modal seperti bursa, KSEI, dan KPEI.

Mereka wajib menyusun laporan keuangan sesuai standar nasional dan melaporkannya melalui PBPK, disusun oleh Akuntan Publik atau Akuntan Berpraktik.

  1. Pelaku Usaha Non-Keuangan yang Berinteraksi dengan Sektor Keuangan

Termasuk badan usaha dan individu yang:

  • Melakukan pembukuan dan transaksi dengan lembaga keuangan (debitur bank, nasabah lembaga pembiayaan, emiten di pasar modal);
  • Wajib pembukuan berdasarkan ketentuan perpajakan; atau
  • Melakukan transaksi keuangan lintas batas atau bernilai signifikan.

Artinya, hampir semua entitas yang berhubungan dengan sistem keuangan nasional baik langsung maupun tidak langsung akan terdampak PP 43/2025.

  1. Akuntan Publik dan Akuntan Berpraktik

PP ini menegaskan bahwa hanya akuntan publik atau akuntan berpraktik yang berwenang menyusun dan menandatangani laporan keuangan yang akan dikirimkan melalui PBPK.
Profesi lain, seperti konsultan pajak atau staf akuntansi internal, masih dapat berperan sebagai pendukung atau penyedia data, tetapi tidak dapat lagi menandatangani laporan resmi.

 

Tahapan dan Masa Transisi

  • Mulai berlaku: 19 September 2025
  • Uji coba PBPK: Tahun fiskal 2026 untuk usaha menengah dan besar
  • UMKM: Diberikan masa transisi yang akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksana (Permenkeu dan POJK)

 

Kesimpulan

PP 43/2025 membawa semangat transparansi dan profesionalisme dalam pelaporan keuangan nasional, namun menimbulkan perdebatan mengenai kesiapan dunia usaha dan profesi keuangan.
Pemerintah berkomitmen memperkuat sistem pelaporan digital dan meningkatkan kualitas data ekonomi nasional, tetapi kalangan bisnis berharap implementasinya bertahap dan inklusif, agar tidak menambah beban bagi pelaku UMKM maupun profesi non-akuntan publik.

 

Penulis : Odie Priambodo

Editor : Andre Hariyanto

Sumber Berita : Wartawan Suara Utama

Berita Terkait

Eksorsisme atau Skizofrenia? Mengurai Ambiguitas Kerasukan dalam Perspektif Medis dan Teologis
Meriah West Java Festival (WJF) 2025 Guncang Kiara Artha Park Bandung
Galian C dan PETI Marak di Kelurahan Kampung Baruh Tabir, Abu Bakar Diduga Jadi Aktor Lapangan
Tim Jelajah Titik Cahaya Tempuh Perjalanan Ekstrem untuk Survei Kebutuhan Masjid di Pedalaman Timor 
Ambiguitas Konsep ‘Menguji Kepatuhan’ dalam Pemeriksaan Pajak: Kritik terhadap Pasal 12A PMK 15/2025
The Seven Lakes Festival 2025 Probolinggo Sukses di Gelar, Ini Harapan Pengunjung 7 Danau dan 7 Air Terjun 
Savira, Yatim Piatu Penderita Tumor Langka Butuh Pertolongan, Bupati Merangin Diharap Hadirkan Kepedulian
Terindikasi Dugaan Kongkalikong, Pengadaan Barang dan Jasa serta Pengelolaan Gizi RSUD Waluyo jati 
Berita ini 1,057 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 8 November 2025 - 21:28 WIB

Eksorsisme atau Skizofrenia? Mengurai Ambiguitas Kerasukan dalam Perspektif Medis dan Teologis

Sabtu, 8 November 2025 - 20:27 WIB

Meriah West Java Festival (WJF) 2025 Guncang Kiara Artha Park Bandung

Sabtu, 8 November 2025 - 14:41 WIB

Galian C dan PETI Marak di Kelurahan Kampung Baruh Tabir, Abu Bakar Diduga Jadi Aktor Lapangan

Sabtu, 8 November 2025 - 13:19 WIB

Tim Jelajah Titik Cahaya Tempuh Perjalanan Ekstrem untuk Survei Kebutuhan Masjid di Pedalaman Timor 

Sabtu, 8 November 2025 - 13:03 WIB

Ambiguitas Konsep ‘Menguji Kepatuhan’ dalam Pemeriksaan Pajak: Kritik terhadap Pasal 12A PMK 15/2025

Sabtu, 8 November 2025 - 09:49 WIB

Savira, Yatim Piatu Penderita Tumor Langka Butuh Pertolongan, Bupati Merangin Diharap Hadirkan Kepedulian

Sabtu, 8 November 2025 - 09:02 WIB

Terindikasi Dugaan Kongkalikong, Pengadaan Barang dan Jasa serta Pengelolaan Gizi RSUD Waluyo jati 

Sabtu, 8 November 2025 - 07:47 WIB

KWIP Merangin Kutuk Keras Aksi Premanisme terhadap Wartawan di Dam Betuk

Berita Terbaru