SUARA UTAMA- Hibah idealnya adalah sumbangan yang diberikan oleh siapapun tanpa terikat oleh apapun dengan tujuan penerima hibah dapat memanfaatkan sumbangan tersebut untuk tujuan-tujuan baik dan mulya bagi kepentingan publik. Hibah biasanya menyasar pada lembaga- lembaga atau yayasan yang mempunyai tujuan jelas dan diakui secara resmi oleh pemerintah secara formalitas. Melalui hibah pula pemberdayaan masyarakat dapat tercipta dan terbantu melalui kegiatan-kegiatan yang produktif dalam bidang perekonomian, sosial, Pendidikan, budaya, hukum. Jenis hibah berupa : barang dan manfaat.
Sumber hibah bisa berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, dari dalam negeri : berasal dari lembaga keuangan dalam negeri, lembaga non keuangan dalam negeri, Pemerintah Daerah, perusahaan asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan di wilayah Negara Republik ataupun perorangan. Luar negeri : berasal dari negara asing, lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, lembaga multilateral, lembaga keuangan asing, lembaga non keuangan asing, lembaga keuangan nasional yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara Republik Indonesia dan perorangan.
Biasanya dalam pemberian hibah ada ketentuan yang menjadi komitmen bagi penerima hibah. Dana yang digunakan untuk alokasi-alokasi disesuaikan dengan visi, misi ataupun tujuan yayasan atau lembaga yang diakhiri dengan kewajiban penerima hibah melaporkan seluruh kegiatan beserta laporan keuangan selama kegiatan berlangsung sampai dengan selesai. Termasuk bentuk fisik apabila dana hibah masuk pada pembangunan sarana prasarana secara fisik, sebagai bentuk akuntabilitas bagi penerima hibah.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Sayangnya ketika hibah bersinggungan dengan hasrat materi yang tidak pernah terpuaskan, hanya demi kepentingan dan kepuasan pribadi maupun kelompok, fakta dilapangan seringkali hibah berupa sumbangan uang disalah gunakan untuk keuntungan pribadi. Apalagi mengatasnamakan yayasan pendidikan agama, yang muncul adalah terkikisnya nilai-nilai spiritual, etika dan tujuan luhur yang seharusnya dijunjung tinggi. Terutama dalam lingkungan pendidikan agama seperti pesantren, kampus agama. Karena orientasi yang ada, materi diatas segala-galanya sehingga memunculkan demoralisasi.
Menarik kita cermati pemberian hibah dari pemprov Jabar pada yayasan di Jabar yang tidak merata dan terindikasi penyalahgunaan nama yayasan untuk kepentingan pribadi atau kelompok, sebut saja yayasan perguruan Al-Ruz’han Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya. Dana hibah yang di sumbangkan mencapai 34 milliar, beberapa kali hibah disumbangkan atas nama yayasan yang sama bahkan ada yayasan baru tidak terverifikasi mendapat sumbangan hibah. Padahal di Jabar sendiri banyak tersebar yayasan pesantren yang belum tersentuh oleh pemprov Jabar. Inilah gambaran ketika hibah menjadi materi berhala, dengan memanfaatkan akses politik pada kekuasaan, atas nama agama.
Tahun 2023 giliran STAI Al-Ruz’han mendapatkan dana hibah dari Biro Kesra Setda Jabar sebesar Rp30 milyar dan Pondok Pesantren Al-Ruz’han sebesar Rp2,5 milyar. Hibah senilai Rp 30 miliar digunakan untuk Persiapan Pekerjaan Pembangunan Gedung Rektorat Gedung Perkuliahan sebesar Rp 5.439.999.000; Pekerjaan Struktur pembangunan Gedung Rektorat & Gedung Perkuliahan sebesar Rp 12.702.054.000; Pekerjaan Arsitektur pembangunan gedung rektorat & gedung perkuliahan Rp 8.978.546.000; dan Pekerjaan MEP (melanical elekteical plumbing sebesar Rp 2.879.401.000,- Terakhir, pada tahun 2024 SMK Al-Ruz’han kembali mendapatkan dana hibah sebesar Rp2 milyar dari Dinas Pendidikan Jabar semua lembaga pendidikan yang mendapatkan dana hibah selama empat tahun berturut-turut ini di bawah naungan Yayasan Perguruan Al-Ruz’han yang berada di Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. (jpnn.com 28/4/2025)
Pemberian dana hibah yang berulang pada yayasan yang sama, membuat Dedi Mulyadi sebagai gubernur Jabar mengevaluasi postur anggaran APBD 2025, termasuk penyalurannya pada sasaran yang tepat dan terverifikasi dengan baik. Kasus yang muncul diatas tentunya menjadi sorotan dan menimbulkan keprihatinan.
Tepat sasaran
Basisnya adalah pembangunan yang dibutuhkan berdasarkan data faktual, tepat sasaran dan bukan dari aspirasi. Tentunya diperlukan dalam pemberian hibah ke depan dan memastikan hibah memberikan manfaat maksimal bagi pesantren. Informasi mengenai alokasi dan penggunaan dana hibah harus terbuka dan dapat diakses oleh publik, merupakan wujud dari transparansi. Selain itu pesantren secara rutin melaporkan penggunaan dana hibah secara detail dan akuntabel.
Hal lain yang tidak kalah penting, diperlukan adanya mekanisme pertanggungjawaban yang jelas bagi pengelola hibah. Audit independen secara berkala perlu dilakukan untuk memastikan penggunaan dana sesuai dengan peruntukannya.
Dalam aspek pengawasan, selain oleh pemerintah diperlukan juga oleh masyarakat, tokoh agama dan organisasi masyarakat sipil. Pendidikan karakter dan penanaman nilai-nilai agama yang kuat perlu terus ditekankan dilingkungan pesantren. Keteladanan dari para kiai dan pengurus pesantren sangat penting dalam menjaga integritas.
Hibah pada pesantren idealnya menjadi sarana untuk memajukan pendidikan agama dan memberdayakan masyarakat. Namun ketika fokus bergeser semata-mata pada materi dan mengabaikan nilai-nilai luhur, potensi penyalahgunaan dan dampak negatifnya sangat besar.
Penulis : Itam Mustopa
Editor : Agus Budiana