Kedaulatan Pangan,Perempuan Papua dan Perubahan Iklim 

- Penulis

Jumat, 27 Juni 2025 - 23:45 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ket: Mama Laurensia yang sedang menjala ikan di sungai Digoel. Sumber : Project Multatuli 2023

Ket: Mama Laurensia yang sedang menjala ikan di sungai Digoel. Sumber : Project Multatuli 2023

Yogykarta SuaraUtama   Sebuah Kisah Mama-Mama adat Suku Awyu Papua Selatan melawan koorporasi sawit dan terdampak perubahan iklim.    

Ket: Mama Laurensia yang sedang menjala ikan di sungai Digoel. Sumber : Project Multatuli 2023
Ket: Mama Laurensia yang sedang menjala ikan di sungai Digoel. Sumber : Project Multatuli 2023

 

Penulis: Oscar Ugipa| Mahasiswa IlmuKomunikasi Unika Atma Jaya, Kedaulatan Pangan,Perempuan Papua dan Perubahan Iklim

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Kedaulatan Pangan,Perempuan Papua dan Perubahan Iklim  Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Siang itu,nyanyian “Napiyee napiyoo kiso dego nereke niyabadii” mengema di sepanjang sungai Digul dinyanyikan oleh  seorang perempuan Suku Awyu,Mama Laurensia Yame,Perempuan adat Suku Awyu dari Kali Wosu, Kampung Ampera,Distrik Mandobo menyusuri Sungai itu sembari mencerna kehidupan masa lalunya yang  ditelan oleh korporasi sawit.

Merusak Hutan Adalah Merusak Polah Hidup Maayarakat

ia mendayung perahu berukurang kecil yang memuat peralata pancing ikan, dari mata air sungai Digul ke arah muarah sambil membuang jaring ikan megikuti arus ke Wosu.

 

”Ini semua sudah berubah,pohon sudah tidak ada,sungai jadi kabur,ikan juga susah dapat.kata perempuan itu sambil menegok kiri kanan sesekali sepanjang sungai itu dengan nada yang penuh risau.

“Apapun Perusahaan Ilegal Yang Masuk di Papua Tengah Siapa Yang akan tanggun jawab jika lingkungan Masyarakat Rusak: Pemerintahan daerah dan Pemerintahan pusat dan parah penguasa kapitalis”

Boven Digoel, Papua Selatan, sekitar 280.000 atau diperkiran empat kali Ibu Kota Jakarta  hutan telah dialokasikan untuk diahlifungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit melalui Proyek Tanah Merah.Tanh adat itu menjadi perebutan para investor Perusahaan seperti PT Indo Asiana Lestari, PT Menara Group, dan lainnya terlibat dalam pembukaan hutan ini. Namun, proyek ini menghadapi banyak masalah, termasuk pelanggaran hukum seperti manipulasi dokumen AMDAL dan pelibatan masyarakat adat tanpa persetujuan yang sah.

Hutan adalah Pasar Gratis Bagi Orang Papua

Kehidupan berubah sangat drastis semenjak adanya ekspansi kelapa sawit di Boven Digoel,lantaran terjadinya memecah belah suku suku terbesar di wilayah tersebut.mereka yang setuju dengan alasan perusahan akan membantu memenuhi kebutuhan dan jaminan pekerjaan,sementara mereka yang menolak meyakini bahwa hutan sudah cukup untuk menghidupi mereka,sawit justru membawa penderitaan baru.

 

Dampaknya mencakup kerusakan ekosistem yang mengancam keanekaragaman hayati, kehilangan sumber penghidupan masyarakat adat suku Awyu terutam dusun sagu, dan meningkatnya risiko perubahan iklim akibat deforestasi masif Pemerintah Indonesia telah mencabut beberapa izin usaha, tetapi upaya hukum perusahaan masih terus berlangsung.

Hutan Papua Bukan Milik Negara Tapi Masyarakat Adat

Mama Laurensia adalah satu dari sekian banyak Ibu-ibu  yang mengahdapai arus perubahan iklim,kehadiran proyek tersebut merebut hutan adat yang merupakan satu-satunya sumber kehidupan mereka.

 

Sejak 1997, kesepakatan rahasia hancurkan surga Papua  oleh beberapa perusahan sawit raksasa  mulai ekspasi penggundulan hutan di Papua selatan. kondisi tersebut menyebabkan perempuan Papua Awyu kehilangan akses atas ruang produksinya: dusun, hutan, dan sungai; ruang hidup yang selama ini saling bergantung sebagai kesatuan ekosistem perawatan juga sumber penghasilan.

 

Perempuan yang memasuki usia lansia itu sering bermimpi,Moyang bilang pada saya,tanah itu tidak boleh dijual,tidak boleh dirusak, tanah itu mama.

Dampak Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Menipisnya Hutan Hujan Tropis

“ Moyang itu memang asalnya dari tanah,tidak boleh dirusak,kalau kami jual tanah berarti kami sudah jual mama,karena kami asalnya dari tanah” ia mengucapkan itu dengan terbatah-batah ,sesekali menyeka air mata di pipihnya.

 

Bagi Mama Laurensia, masa depan anak-anak dan cucunya kini terancam.Ia khawatir mereka tidak akan pernah merasakan keindahan dan kekayaan yang dimiliki hutan adat seperti sediah kalah.”Apa yang akan terjadi pada mereka,Apakah mereka harus pergi mencari kehidupan yang lebih baik di kota Atau mereka harus bertahan di sini, di tanah yang telah rusak?” Pertanyaan-pertanyaan itu selalu mengganggu pikirannya setiap malam.

 

Mama Laurensia ,mencoba berbicara dengan pihak perusahaan,Ia berkali-kali memohon agar hutan adatnya tidak diganggu.“Kami akan memberikan kompensasi yang layak,rumah yang layak ,kata seorang perwakilan perusahaan.namun, kenyataanya yang diterima hanyalah janji-janji kosong.

Dampak Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Menipisnya Hutan Hujan Tropis

Mestinya dalam hal kebijkan solusinya adalah mengarusutamakan perempuan dan kaum rentan dalam kebijakan koorporasi dengan memperhatiakn pola gender juga dalam kebijakan ekologi politik,berarti secara sistematis  memasukkan perspektif, kebutuhan, dan pengalaman perempuan dalam semua tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan lingkungan.Seperti melibatkan salah satu perspektif analisis gender terhadap kebijakan lingkungan untuk mengidentifikasi dampak berbeda yang dialami oleh perempuan dan laki-laki.Juga memberikan ruang serta dukungan partisipasi perempuan.serta penguatan kapasitas  memberikan pelatihan dan dukungan kepada perempuan untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam memahami isu-isu lingkungan memperkerjakan mereka.(Yayasan KEHATI Indonesia :Mengarusutamakan Ekologi Politik Dalam Upaya Konservasi  )

 

Kedamaian mulai terusik beberapa tahun terakhir.Perusahaan sawit datang dengan janji manis pembangunan dan pekerjaan.Mereka mengiming-imingi masyarakat dengan uang dan fasilitas. Awalnya, beberapa warga tergoda.namun, Mama Laurensia tahu bahwa janji itu hanyalah ilusi.Ia merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Betapa tidak, tanah yang mereka janjikan untuk ditukar dengan uang adalah warisan nenek moyang yang tidak ternilai harganya.

Merusak Hutan Adalah Merusak Polah Hidup Maayarakat

Sore itu,awan telah berkurang dan langit mulai terlihat lebih cerah.ia menyaksikan matahari perlahan-lahan tenggelam di balik cakrawala muarah sungai Digul,senja memancarkan warna-warni yang indah.

BACA JUGA :  Ipmanapandode joglo nyata 10 Pertanyaan Sikap Terhadap Situasi Meepago

 

Mama Laurensia,memutuskan untuk pergi ke hutan yang lebih dalam, berharap bisa menemukan hewan buruan.Ia berjalan sejak fajar, menembus belantara yang masih tersisa.namun, hingga matahari mulai tenggelam, Ia tidak juga menemukan apa-apa sampai senja menjemput pulang.

Hutan Papua Bukan Milik Negara Tapi Masyarakat Adat

Saat itu untuk pertama kalinya setelah sekian lama berjuang memenuhi kebutuahan sehari-hari ditengah hutan yang gersang dibabat habis oleh Perusahaan,Ia melihat matahari terbenam dengan jelas diatas perahu di sungai wosu.

 

“ Mama lihat awan jatuh di tepi sungai Digul” adalah Ilustrasi sebuah kisah perjuangan Mama Laurensia memenuhi kebutuhan sehari- hari dalam  kondisi tempat tinggalnya yang berubah drastis karena kehadiran perusahaan sawit,dimana sebelum fajar pagi datang,ia keluar utuk menafkahi keluarganya namun realita datang tidak sesuai harapan.

Hutan adalah Pasar Gratis Bagi Orang Papua

Di sela kesibukanya sesekali ia menegok kiri-kanan melihat alam sekitar seolah tak memihak padanya,sembari ia duduk memikirkan kehidupan sebelumnya yang jauh dari kata susah.tentu hal tersebut menyita banyak waktu pikiran dan perasaannya.

 

Tidak hanya hewan buruan yang sulit didapat, tetapi ikan di sungai pun semakin langka. Setiap kali Mama Laurensia dan tetangganya pergi menjala ikan, mereka hanya mendapatkan segelintir ikan kecil yang bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan satu keluarga.terkadang anak-anak di desa itu sering kali tidur dalam keadaan lapar karena kekurangan makanan.

Dampak Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Menipisnya Hutan Hujan Tropis

Keadaan ini membuat kehidupan sehari-hari menjadi semakin berat.para Ibu di kampung Wosu harus berjuang lebih keras untuk menyediakan makanan bagi keluarga mereka. Ia harus berjalan lebih jauh, lebih lama, dan dengan risiko yang lebih besar.rasa cemas dan frustasi menghantui setiap langkah .”Apa yang akan kita makan hari ini?” pertanyaan itu selalu muncul di benak Mama Laurensia  setiap pagi.

 

Dalam sebuha laporan tahunan WRI Indonesia,menjelaskan bahwasanya: perempuan Papua dan anak-anak menghadapi dampak yang lebih kompleks.hal ini dikarenakan tradisi budaya di Indonesia yang cenderung primitif,seperti : perempuan memiliki tanggung jawab besar terhadap kebutuhan rumah tangga, termasuk juga memenuhi kewajiban sosial. Ketika kekeringan terjadi atau sumber daya menjadi langka akibat perubahan iklim, beban kerja mereka meningkat. Anak-anak, terutama yang berasal dari keluarga miskin, sering kali terpaksa putus sekolah untuk membantu orang tua mereka. Hal ini tidak hanya menghambat perkembangan mereka tetapi juga memperkuat siklus

 

Dalam realitas kehidupan perempuan Papua diyakini sebagai  penghasil pangan utama dalam keluarga,sehingga perempuan dianggap paling memahami dengan baik kondisi alam dan perubahan ekologi dari waktu ke waktu,sayangnya,perubahan tersebut berpengaruh besar pada pemenuhan pangan keluarga.dalam kondisi seperti ini perempuan harus lebih bekerja keras untuk memastikan kesediaan pangan keluarga harus terpenuhi.

 

Mereka memegang kunci kendali pada pengelolaan sumber daya alam: pengetahuan sejarah suku, ilmu pengobatan, pengetahuan tata cara berladang, dan pengetahuan tradisional menjaga kelestarian alam untuk kehidupan.

 

Selain pemenuhan kebutuhan keluarga, perempuan juga berperan pada pemenuhan kebutuhan adat. Dalam berbagai upacara adat, kesuksesan acara sangat bergantung pada perempuan.Ketersediaan pangan dan kelancaran rangkaian ritual menjadi tanggung jawab kaum perempuan.mereka berada di balik layar dalam mempengaruhi semua keputusan adat dan menjadi aset kebanggaan.

 

Di tengah hiruk-pikuk modernisasi dan eksploitasi sumber daya alam,perempuan terutama mereka yang termarginalisasi dan masyarakat adat  menjadi benteng yang tangguh dalam perjuangan melawan perubahan iklim.

 

Hidup mereka yang selaras dengan alam telah terbukti menjaga keseimbangan ekosistem yang vital bagi bumi. Itu mengapa orang asli Papua sangat mengahargai perempuan Perempuan Papaua dalam kontek Ekofemisme.

perempuan Perempuan Papaua dalam kontek Ekofemisme.

 

Refrensi:

1.      https://www.youtube.com/watch?v=wzWEWGnQ_Xo&t=78s.( Diakes 12 Desember 2024.pukul 10: 00)

2.      https://wri-indonesia.org/id/wawasan/ibu-bumi-papua-relasi-perempuan-adat-dengan-alam-di-tanah-papua.( Diakses 13 Desember 2024.Pukul 01:13 )

3.      https://kehati.or.id/mengarusutamakan-ekologi-politik-dalam-upaya-konservasi-alam/.( Diakses 13 Desember 2024.Pukul 03:00 )

*Tulisan ini adalah Kisah nyata yang sebelumnya ditayangkan di Youtube Project Multatuli,yang kemudian penulis diizinkan untuk menulis dalam bentuk Storytelling.

 

BudayaHonai Papuan CultureHutan  PapuaMakna Papua CultureMasyarakat AdatPapuan CultureSuku-sukuTanah keramatTanah PapuaTradisionalWilayah Adat

 

 

 

Penulis : Oskar Ugipa

Editor : Mas Yatt

Berita Terkait

Bumdes Desa Mudo Diduga Mangkrak, Kolam Lele Senilai Rp 85 Juta Tak Beroperasi Maksimal
Semakin Memanas, Terindikasi Dugaan Pesanan Dalam Rotasi/Mutasi Pegawai Perumda Air Minum Tirta Argapura 
Umat Stase Goodide Gelar Renungan Pendalaman Masa Adven: Keluarga dalam Terang Iman 
Warga Desa Tegalwatu di Dampingi Pakopak, Terduga Pelaku Penipuan Asli Kelahiran Dusun Klagin Desa Brabe
Rakor Kecamatan Dorong Efektivitas Program Tata Kelola Pemerintahan Responsif
Polsek Tabir Bergerak Cepat Usai Viral Dugaan Penampungan Emas Ilegal Milik Badi
Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  
Program Rehabilitasi Lapas IIB Bangko Berakhir, 20 WBP Tunjukkan Hasil Positif Pemulihan
Berita ini 52 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 5 Desember 2025 - 21:28 WIB

Bumdes Desa Mudo Diduga Mangkrak, Kolam Lele Senilai Rp 85 Juta Tak Beroperasi Maksimal

Jumat, 5 Desember 2025 - 19:21 WIB

Semakin Memanas, Terindikasi Dugaan Pesanan Dalam Rotasi/Mutasi Pegawai Perumda Air Minum Tirta Argapura 

Jumat, 5 Desember 2025 - 18:08 WIB

Umat Stase Goodide Gelar Renungan Pendalaman Masa Adven: Keluarga dalam Terang Iman 

Jumat, 5 Desember 2025 - 12:32 WIB

Warga Desa Tegalwatu di Dampingi Pakopak, Terduga Pelaku Penipuan Asli Kelahiran Dusun Klagin Desa Brabe

Jumat, 5 Desember 2025 - 11:26 WIB

Rakor Kecamatan Dorong Efektivitas Program Tata Kelola Pemerintahan Responsif

Kamis, 4 Desember 2025 - 19:29 WIB

Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  

Kamis, 4 Desember 2025 - 19:14 WIB

Program Rehabilitasi Lapas IIB Bangko Berakhir, 20 WBP Tunjukkan Hasil Positif Pemulihan

Kamis, 4 Desember 2025 - 16:12 WIB

Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia

Berita Terbaru