SUARA UTAMA-
Mengapa Kita Merasa Lelah?
Pernahkah Anda merasa hidup Anda berjalan normal, tapi tiba-tiba saja lelah setelah mendengar curahan hati seseorang? Rasanya seperti energi Anda terserap habis oleh cerita mereka. Jika ini terdengar familiar, mungkin Anda adalah seorang emotional sponge.
Menjadi emotional sponge berarti Anda memiliki empati yang sangat tinggi, sehingga mudah menangkap emosi orang lain. Namun, kepekaan ini punya konsekuensi: Anda rentan terkuras secara emosional, terutama jika terlalu sering menyerap kesedihan atau masalah orang lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mengapa Orang Menjual Kesedihan?
Beberapa orang kerap berbagi cerita sedih, bukan untuk mencari solusi, tetapi demi validasi. Dalam psikologi, ini sering disebut sebagai victim mentality. Mereka merasa dunia tidak adil dan ingin orang lain tahu betapa beratnya hidup yang mereka jalani.
Sebagai contoh, ada seorang teman bernama Budi yang selalu mengeluhkan pekerjaannya. Meski diberi berbagai solusi, ia selalu menolak dengan alasan, “Aku tidak punya pilihan.” Lama-kelamaan, bukan hanya masalah Budi yang terasa berat, tetapi juga energi orang-orang di sekitarnya yang tersedot habis oleh keluhannya.
Dampak Menjadi Emotional Sponge
Menyerap terlalu banyak emosi orang lain bisa berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik Anda. Otak yang terus-menerus menghadapi cerita penuh emosi akan memproduksi hormon stres seperti kortisol. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan kelelahan emosional, gangguan tidur, bahkan menurunkan imunitas tubuh.
Lebih dari itu, Anda bisa kehilangan ruang untuk diri sendiri. Rasa bersalah karena tidak mendengarkan orang lain bisa membuat Anda terus memaksakan diri, meskipun itu mengorbankan kesehatan Anda.
Cara Menjaga Keseimbangan
1. Kenali batas empati. Tidak semua cerita perlu Anda dengarkan. Belajarlah berkata, “Aku ingin mendukungmu, tapi aku juga butuh waktu untuk diriku sendiri.”
2. Arahkan pada solusi. Jika seseorang hanya curhat tanpa niat mencari jalan keluar, coba alihkan percakapan ke hal yang lebih konstruktif.
3. Berlatih mindfulness. Teknik ini membantu Anda mengenali mana emosi milik Anda sendiri dan mana yang berasal dari orang lain.
4. Pilih lingkungan positif. Dekati orang-orang yang membawa energi baik, bukan yang hanya menumpahkan kesedihan tanpa akhir.
Hidup dengan Batas yang Sehat
Hidup adalah tentang keseimbangan antara memberi dan menjaga diri. Dengan menetapkan batasan, Anda tidak hanya melindungi kesehatan emosional Anda, tetapi juga mengajarkan orang lain untuk lebih bertanggung jawab terhadap kebahagiaan mereka.
Jadi, jangan takut untuk berkata “tidak” pada curhatan yang tak berujung. Anda berhak menjaga ruang untuk diri sendiri, karena menolong orang lain tidak harus mengorbankan kesejahteraan Anda. Ingatlah, batasan bukan bentuk ketidakpedulian, melainkan cinta yang sehat—untuk diri Anda sendiri dan untuk mereka yang Anda sayangi.
Penulis : Nafian faiz. Pegiat Sosial dan Jurnalis