Friedrich Nietzsche dan Gema Abadi dari Kalimat “Tuhan Telah Mati”

- Penulis

Rabu, 3 Desember 2025 - 14:43 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

ilustrasi Friedrich Nietzsche yang dililit ular dengan nuansa gelap, menggambarkan pergulatan filosofisnya

ilustrasi Friedrich Nietzsche yang dililit ular dengan nuansa gelap, menggambarkan pergulatan filosofisnya

Oleh: Eko Wahyu Pramono

SUARA UTAMA – Surabaya, 3 Desember 2025 – Friedrich Nietzsche mungkin bukan filsuf yang mudah dipahami, tetapi gagasannya telah mengguncang fondasi peradaban Barat selama lebih dari satu abad. Ungkapan terkenalnya, “Tuhan telah mati, Tuhan tetap mati, dan kitalah yang membunuhnya,” bukan sekadar kalimat provokatif, melainkan diagnosis tajam terhadap perubahan besar dalam moralitas dan pemikiran manusia modern.

Nietzsche lahir pada 15 Oktober 1844 di Röcken, Prusia, dari keluarga religius Lutheran. Ayahnya seorang pendeta yang wafat ketika Nietzsche masih berusia lima tahun. Kehilangan itu, ditambah kondisi fisiknya yang rapuh dan kesehatan yang sering menurun, membentuk pribadi yang sensitif sekaligus tajam dalam mengamati fenomena moral dan religius.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Friedrich Nietzsche dan Gema Abadi dari Kalimat “Tuhan Telah Mati” Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sejak muda, Nietzsche banyak membaca dan menantang pemikiran para filsuf besar sebelum masanya. Namun ia tidak puas dengan jawaban-jawaban yang diterima secara dogmatis. Ia melihat bahwa dunia sedang berubah, dan manusia membutuhkan keberanian baru untuk menghadapi kenyataan.

Adegan “Madman” dan Kelahiran Sebuah Kritik Besar

Pada 1882, Nietzsche menerbitkan karya revolusionernya The Gay Science. Di dalamnya terdapat adegan terkenal tentang seorang madman yang berlari ke pasar sambil membawa obor dan berteriak bahwa “Tuhan telah mati.” Adegan itu bukan sekadar satir; ia adalah metafora tentang hilangnya otoritas moral tradisional di masyarakat Barat.

Sains, rasionalitas, dan modernitas perlahan menggantikan posisi agama sebagai penuntun hidup. Nietzsche mengingatkan bahwa tanpa nilai absolut, manusia berisiko kehilangan arah, menjadi lemah, atau terjebak nihilisme.

Namun Nietzsche tidak mengajak manusia menjadi amoral. Ia justru menuntut manusia menciptakan nilai-nilai baru, bertanggung jawab atas hidupnya sendiri, dan tidak lagi bergantung pada dogma. Di sinilah konsep Übermensch, atau manusia unggul, lahir sebuah figur yang berani menghadapi dunia tanpa ilusi.

Kontroversi dan Kritik

Penerbitan The Gay Science memicu perdebatan luas. Banyak kalangan menuduh Nietzsche radikal, nihilistik, bahkan berbahaya. Gagasannya dianggap menyerang agama serta moralitas yang telah mengikat masyarakat selama berabad-abad.

BACA JUGA :  Suara Utama Tak Tolerir Anggota Berjejak Kriminal dan Pencemar Nama Baik Media

Namun Nietzsche tidak menulis untuk menyenangkan semua orang. Ia menulis untuk mengguncang kesadaran manusia.

Tragedi di Turin dan Keruntuhan Mental

Di puncak kejeniusannya, kehidupan pribadi Nietzsche justru dipenuhi penderitaan fisik. Ia sering mengalami migrain hebat, gangguan penglihatan, dan insomnia. Ketegangan antara tubuh yang rapuh dan ide-ide yang berapi-api menjadi ironi yang menyayat.

Pada 3 Januari 1889 di Turin, dua polisi menemukan Nietzsche membuat kegaduhan publik. Kisah populer menyebut ia memeluk leher seekor kuda yang sedang dicambuk sebelum jatuh pingsan. Setelah kejadian itu, Nietzsche mengalami gangguan mental berat dan menghabiskan sisa hidupnya dalam kondisi tidak stabil.

Ia sempat mengirimkan surat-surat pendek yang dikenal sebagai Wahnbriefe catatan penuh delirium yang menjadi penanda tragis runtuhnya sang filsuf besar.

Relevansi Abadi Ungkapan “Tuhan Telah Mati”

Makna kutipan itu masih relevan hingga hari ini. Nietzsche bukan ingin manusia membuang moralitas; ia ingin manusia menyadari bahwa nilai lama tidak lagi cukup untuk menjawab tantangan zaman modern.

Kebebasan tanpa arah bisa berbahaya, tetapi keberanian menciptakan nilai baru adalah jalan menuju kedewasaan manusia.

Nietzsche mengajarkan bahwa berpikir sendiri adalah bentuk keberanian paling tinggi. Ia membuktikan bahwa satu orang yang berani menggugat dogma bisa mengubah arah sejarah.

Refleksi Penulis

Dalam pandangan saya, Nietzsche adalah simbol bagi individu yang berani mempertanyakan dunia, menghadapi ketakutannya, dan menciptakan makna hidup tanpa bergantung pada ilusi. Kalimat “Tuhan telah mati” bukan penolakan terhadap agama, melainkan seruan agar manusia hidup dengan kesadaran penuh, kreativitas, dan tanggung jawab pribadi.

Kehidupan Nietzsche mungkin berakhir dalam keterbatasan, namun ide-idenya justru menunjukkan bahwa kekuatan berpikir tidak selalu lahir dari tubuh yang kuat, melainkan dari keberanian melampaui batas-batas diri.

 

Catatan Redaksi: Tulisan ini adalah opini penulis dan tidak mewakili sikap redaksi. SUARA UTAMA membuka ruang hak jawab bagi siapa pun yang berkepentingan dengan materi artikel ini.

 

Penulis : Odie Priambodo

Editor : Andre Hariyanto

Sumber Berita : Wartawan Suara Utama

Berita Terkait

Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  
Penguatan HAM Dalam Wadah Negara Demokrasi Indonesia
Kepatuhan Pajak di Tangan Algoritma: Solusi atau Ancaman?
Penulis Tak Lagi Dibebani Administrasi Pajak? Kemenekraf Mulai Lakukan Pembenahan
Eko Wahyu Pramono Gugat Politeknik Negeri Jember ke PTUN Surabaya
Janji Boleh Lisan, Pembuktiannya Harus Kuat: Pesan Advokat Roszi Krissandi
Membedah Pemikiran Filsuf Baruch De Spinoza
Banjir Sumatera: Bukan Soal Warga Lalai Menjaga Hutan, Tapi Ulah Mafia Kekuasaan
Berita ini 8 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 4 Desember 2025 - 19:29 WIB

Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  

Rabu, 3 Desember 2025 - 15:29 WIB

Kepatuhan Pajak di Tangan Algoritma: Solusi atau Ancaman?

Rabu, 3 Desember 2025 - 14:43 WIB

Friedrich Nietzsche dan Gema Abadi dari Kalimat “Tuhan Telah Mati”

Selasa, 2 Desember 2025 - 14:11 WIB

Penulis Tak Lagi Dibebani Administrasi Pajak? Kemenekraf Mulai Lakukan Pembenahan

Selasa, 2 Desember 2025 - 12:48 WIB

Eko Wahyu Pramono Gugat Politeknik Negeri Jember ke PTUN Surabaya

Senin, 1 Desember 2025 - 20:03 WIB

Janji Boleh Lisan, Pembuktiannya Harus Kuat: Pesan Advokat Roszi Krissandi

Senin, 1 Desember 2025 - 14:21 WIB

Membedah Pemikiran Filsuf Baruch De Spinoza

Senin, 1 Desember 2025 - 13:17 WIB

Banjir Sumatera: Bukan Soal Warga Lalai Menjaga Hutan, Tapi Ulah Mafia Kekuasaan

Berita Terbaru

Artikel

Dakwah Dan Aktivitas Amar Ma’ruf Nahi Munkar  

Kamis, 4 Des 2025 - 19:29 WIB