Defisit Tetap 3 Persen, Menkeu Tolak Revisi UU Keuangan Negara

- Penulis

Senin, 22 September 2025 - 14:51 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

“Komitmen menjaga defisit 3 persen adalah langkah hati-hati,” ujar Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP.
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa tetap menolak melonggarkan batas defisit, kecuali dalam kondisi krisis mendesak.

“Komitmen menjaga defisit 3 persen adalah langkah hati-hati,” ujar Yulianto Kiswocahyono, SE., SH., BKP. Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa tetap menolak melonggarkan batas defisit, kecuali dalam kondisi krisis mendesak.

SURA UTYAMA – Jakarta, 22 September 2025 – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memastikan pemerintah tidak akan melonggarkan batas defisit APBN 3 persen maupun rasio utang 60 persen PDB, meski DPR telah memasukkan revisi UU Keuangan Negara ke dalam Prolegnas Prioritas 2026.

“Apakah saya akan melanggar batas defisit APBN 3 persen? Tentu tidak,” tegas Purbaya di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025).

Menurutnya, ketika perekonomian nasional mampu tumbuh dengan baik, revisi UU Keuangan Negara tidak lagi menjadi kebutuhan mendesak. Pemerintah saat ini sedang mengupayakan percepatan pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan fiskal, antara lain dengan memperkuat likuiditas perbankan untuk meningkatkan penyaluran kredit serta pemberian berbagai insentif hingga akhir tahun.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Defisit Tetap 3 Persen, Menkeu Tolak Revisi UU Keuangan Negara Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Kalau jurus saya berhasil, aktivitas ekonomi akan lebih bergairah dan penerimaan pajak meningkat. Maka tidak perlu mengubah undang-undang untuk menaikkan defisit atau rasio utang,” jelas Purbaya.

Batas Defisit Dinilai Arbitrer

Meski demikian, mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu mengakui, batas defisit anggaran sebesar 3 persen dan rasio utang 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dalam UU Keuangan Negara bukanlah hasil perhitungan ekonomi yang spesifik. Angka tersebut hanya mengacu pada praktik di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan Eropa.

Purbaya mencontohkan, Uni Eropa menetapkan batas defisit 3 persen dan rasio utang 60 persen melalui Maastricht Treaty, tetapi saat ini banyak negara anggota yang melanggar aturan itu. Bahkan, rasio utang Amerika Serikat dan Jepang sudah melampaui 100 persen dari PDB.

BACA JUGA :  Wall Street Terperosok, Tarif Baru Trump Picu Kepanikan Pasar Global

“Pada akhirnya, yang lebih penting adalah kemampuan negara mengelola keuangan agar tidak terjadi gagal bayar. Indonesia sejauh ini tidak pernah default, dan kekayaan nasional kita cukup kuat,” tambahnya.

Keluwesan dalam Kondisi Krisis

Kendati menegaskan tidak ada niat melonggarkan batas defisit, Purbaya membuka peluang jika Indonesia menghadapi kondisi krisis yang mendesak, seperti saat pandemi Covid-19 2020–2021. Kala itu, pemerintah memperlebar defisit hingga 5,07 persen terhadap PDB.

“Kalau keadaan benar-benar terdesak, tentu bisa dipertimbangkan. Pertanyaannya, kenapa negara-negara lain boleh melampaui batas, sementara kita selalu dibatasi ketat?” ungkapnya.

 

Komentar Ahli

Yulianto Kiswocahyono, S.E., S.H., BKP, konsultan pajak senior sekaligus pengurus KADIN Jawa Timur, menilai sikap Menkeu realistis namun tetap penuh tantangan.

“Pernyataan Menkeu sejalan dengan prinsip kehati-hatian fiskal. Namun, pasar global tidak hanya melihat angka defisit atau rasio utang, melainkan juga konsistensi kebijakan dan kredibilitas pemerintah dalam menjaga disiplin anggaran. Investor akan menaruh kepercayaan bila komitmen ini dijalankan dengan konsisten,” kata Yulianto.

Ia menambahkan, fleksibilitas dalam situasi krisis memang diperlukan, tetapi harus dipastikan memiliki dasar hukum yang jelas agar tidak menimbulkan ketidakpastian kebijakan.

 

 

Penulis : Odie Priambodo

Editor : Andre Hariyanto

Sumber Berita : Wartawan Suara Utama

Berita Terkait

Orang Tua Kader PKS Palaran Jadi Korban Kecelakaan, Penabrak Diduga Kabur dari Rumah Sakit
Eksorsisme atau Skizofrenia? Mengurai Ambiguitas Kerasukan dalam Perspektif Medis dan Teologis
Meriah West Java Festival (WJF) 2025 Guncang Kiara Artha Park Bandung
Galian C dan PETI Marak di Kelurahan Kampung Baruh Tabir, Abu Bakar Diduga Jadi Aktor Lapangan
Tim Jelajah Titik Cahaya Tempuh Perjalanan Ekstrem untuk Survei Kebutuhan Masjid di Pedalaman Timor 
Ambiguitas Konsep ‘Menguji Kepatuhan’ dalam Pemeriksaan Pajak: Kritik terhadap Pasal 12A PMK 15/2025
The Seven Lakes Festival 2025 Probolinggo Sukses di Gelar, Ini Harapan Pengunjung 7 Danau dan 7 Air Terjun 
Terindikasi Dugaan Kongkalikong, Pengadaan Barang dan Jasa serta Pengelolaan Gizi RSUD Waluyo jati 
Berita ini 41 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 9 November 2025 - 08:32 WIB

Orang Tua Kader PKS Palaran Jadi Korban Kecelakaan, Penabrak Diduga Kabur dari Rumah Sakit

Sabtu, 8 November 2025 - 21:28 WIB

Eksorsisme atau Skizofrenia? Mengurai Ambiguitas Kerasukan dalam Perspektif Medis dan Teologis

Sabtu, 8 November 2025 - 20:27 WIB

Meriah West Java Festival (WJF) 2025 Guncang Kiara Artha Park Bandung

Sabtu, 8 November 2025 - 14:41 WIB

Galian C dan PETI Marak di Kelurahan Kampung Baruh Tabir, Abu Bakar Diduga Jadi Aktor Lapangan

Sabtu, 8 November 2025 - 13:19 WIB

Tim Jelajah Titik Cahaya Tempuh Perjalanan Ekstrem untuk Survei Kebutuhan Masjid di Pedalaman Timor 

Sabtu, 8 November 2025 - 10:05 WIB

The Seven Lakes Festival 2025 Probolinggo Sukses di Gelar, Ini Harapan Pengunjung 7 Danau dan 7 Air Terjun 

Sabtu, 8 November 2025 - 09:02 WIB

Terindikasi Dugaan Kongkalikong, Pengadaan Barang dan Jasa serta Pengelolaan Gizi RSUD Waluyo jati 

Jumat, 7 November 2025 - 22:10 WIB

Wartawan NTV Jadi Korban Intimidasi di Lokasi Tambang Ilegal Dam Betuk, Lapor ke Polres Merangin

Berita Terbaru