Dasar Fa1safah Madrasah Sebagai lembaga Pendidikan Islam Indonesia

- Writer

Rabu, 15 Maret 2023 - 09:36 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto : Penulis Dasar Falsafah Madrasah Sebagai lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia,  di Kelas MPI, IAIDU ASAHAN

Foto : Penulis Dasar Falsafah Madrasah Sebagai lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia, di Kelas MPI, IAIDU ASAHAN

Penulis Oleh : Dr. Suhardi,S.Pd.I,MA dan Siti Khodijah

Manajemen Pendidikan Islam, IAIDU Asahan Kisaran.

SUARA UTAMA, Falsafah madrasah adalah tempat pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama maupun umum, yang berada di bawah naungan Kementerian Agama RI. Madrasah berasal dari kata Arab yang artinya tempat belajar. Madrasah didirikan karena ketidakpuasan masyarakat dengan sistem pesantren, jadi lahirnya lembaga ini merupakan kelanjutan dari sistem pendidikan pesantren dengan lama yang dimodifikasi dengan model penyelenggaraan sekolah-sekolah umum dengan sistem klasikal. ( Zuhdi, 2012, 5 (1) : 2 ). Stanton menyebutkan Madrasah sebagai “the institution of higher learning “ yang memiliki arti lembaga keilmuan (pendidikan) tinggi( Azyumardi Azra : 2012 )

Pada hakikatnya pendidikan islam bertujuan untuk menjadikan manusia lebih baik, hal ini diwujudkan melalui konsep ta’dib. Dengan demikian peserta didik akan lebih beradab. Penonjolan kualitatif tarbiyah lebih mengedepankan rasa kasih-sayang (rahmah) dan bukannya pengetahuan (ilm). Sementara dalam kasus ta’dib pengetahuan lebih ditonjolkan dari pada kasih sayang. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam, mulai didirikan dan berkembang di dunia Islam sekitar Abad ke-5 H atau abad ke 10- 11 M. Ketika penduduk Naisabur mendirikan lembaga pendidikan Islam model madrasah tersebut pertama kalinya. Akan tetapi tersiarnya justru melalui menteri kerajaan Bani Saljuk yang bernama “Nizham al-mulk” yang mendirikan madrasah “Nijhamiyah” tahun 1065 M, yang oleh Gibb dan Karmens disebutkan, bahwa setelah madrasahnya Nizham al- Mulk ini didirikan madrasah tersebut disebarkan oleh Salahuddin Al- Ayyubi ( Suryani, 2018, 9 (2) : 2)

Landasan hukum yang membahas perundangan – undangan pendidikan di Indonesia memberikan konsep pendidikan hasru berakar pada kebudayaan nasional. Landasan filsafat memberikan konsep pendidikan antara lain, dibutuhkan prakarsa pemerintah untuk segera dirumuskan nya filsafat pendidikan Indonesia, dalam rangka mewujudkan ilmu pendidikan bercorak Indonesia. Landasan sejarah yang mencakup sejarah pendidikan Islam Indonesia masa perjuangan dan masa pembangunan serta reformasi memberikan konsep pendidikan. Landasan sosial budaya yang membahas sosiologi, kebudayaan, dan kondisi masyarakat Indonesia. Landasan psikologi yang mencakup psikologi perkembangan, belajar dan aspek-aspek individu ( Made Pidarta : 2009 )

Desain ideal madrasah di Indonesia umumnya adalah apakah madrasah tersebut dapat dikatakan unggul atau tidaknya dalam mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Untuk mewujudkan, mendirikan, dan menciptakan sekolah dan madrasah unggulan setidaknya ada 4 langkah sederhana, praktis, dan deskriptif, yaitu dengan metode atau langkah Four Mim(4M), yaitu: Pertama,Memperbaiki Manajemen.Untuk 3 bulan pertama memperbaiki 15 jenis manajemen. Kedua Manajemen Sumber Daya Manusia. Ketiga, Manajemen Kurikulum. Manajemen kurikulum sebenarnya menekankan pada strategi pengelolaan proses pembelajaran secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil pendidikan secara maksimal. Keempat, Manajemen Kesiswaan. Manajemen kesiswaan adalah pengelolaan Kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik mulai dari awal masuk (bahkan Sebelum masuk) hingga akhir (tamat) dari lembaga pendidikan ( Abdul Wahid, 2018, 3(1) : 3)

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Dasar Fa1safah Madrasah Sebagai lembaga Pendidikan Islam Indonesia Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Maka dari itu, tantangan dari masyarakat muslim dibagian dunia mana pun guna mengembangkan ilmu sains dan teknologi sekarang dan masa datang tidak lebih ringan. Keberadaan madrasah di Indonesia merupakan fenomena era modern yang bukan berasal dari tradisi asli Nusantara. Dengan demikian, berbeda dengan situasi pada masa rezim Soekarno, dimana banyak orang muslim merasa malu dikenal orang muslim, kini kaum muslim bangga dengan agamanya, dikarenakan madrasah yang semakin berkembang pesat.

Tulisan ini bermanfaat bagi semua kalangan pembaca baik mahasiswa maupun tenaga pendidik, dan tokoh masyarakat yang ingin mengkaji mengenai dasar falsafah madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Setelah beberapa pemaparan yang telah penulis sampaikan, penulis berharap para pembaca dapat memahami apa yang akan dikaji pada penelitian ini. Semoga harapan-harapan diatas tercapai. Tulisan berikut, dengan segala keterbatasannya, akan menjelaskan dasar falsafah madrasah di Indonesia, hakikat, landasan, dan desain ideal madrasah di Indonesia.

 

Falsafah Madrasah pendidikan Islam di Indonesia

 Arti kata falsafah adalah anggapan, gagasan, pendidikan, dan sikap batin yang paling dasar yang dimiliki oleh orang atau masyarakat. Jadi, falsafah adalah dasar pemikiran yang harus dimiliki setiap individu sebagai kerangka dalam berfikir (Risnah, Muhammad Irwan: 2021).  Madrasah merupakan isim makan dari kata darasa yang berarti tempat duduk untuk belajar. Dalam konteks Indonesia istilah madrasah ini telah menyatu dengan istilah sekolah formal atau perguruan di bawah binaan Departemen Agama Islam(Manpan Drajat: 2018 ). Perhatian masyarakat internasional terhadap pendidikan Islam, khususnya madrasah, tiba-tiba meningkat sejak kebangkitan Taliban di Afghanistan pada 1996, yang terus semakin meningkat pada masa pasca-Peristiwa 11 September 2001 di Amerika Serikat.

Sebagaimana dijelaskan Prof. Azyumardi Azra, M.A., M.Phil., Ph.D. didalam salah satu karyanya yang berjudul “Pendidikan Islam: tradisi dan modernisasi ditengah tantangan milenium III” beliau menyatakan bahwasanya tidak mudah meyakinkan orang-orang asing yang skeptis tentang madrasah dan pesantren serta lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional lainnya bahwa terlalu simplistis untuk menggeneralisasi madrasah di seluruh kawasan Dunia Muslim sebagai “hotbed Of radicalism”, berdasarkan persepsi dan pengamatan tentang madrasah di Afghanistan pada masa Taliban, atau madrasah di Pakistan yang memang berada di luar kontrol otoritas pendidikan di negara tersebut. Karena itulah madrasah-madrasah di kedua negara ini hampir sepenuhnya berada di bawah kekuasaan ulama-ulama yang tidak jarang lebih menanamkan perspektif sangat sempit tentang berbagai aspek Islam yang pada gilirannya dengan mudah memicu radikalisme(Azyumardi Azra: 2012)

Tetapi di negara-negara Muslim lainnya situasinya sangat berbeda, Untuk sekadar contoh saja, Presiden Mesir, Gamal Abdel Nas-ser, pada awal 1960-an menasionalisasi seluruh madrasah dari yang semula merupakan ‘sekolah agama’ menjadi sepenuhnya ‘sekolah umum’ meski tetap disebut sebagai madrasah, karena memang tidak ada istilah lain untuk menyebut lembaga pendidikan formal ini.

Kemudian, pemerintah Arab Saudi berbarengan dengan meningkatnya petro-dollar pada 1970-an juga menasionalisasi seluruh madrasah yang umumnya dimiliki ulama-ulama non-pemerintah untuk kemudian menjadikannya sebagai madrasah negeri dengan kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Salah satu di antara madrasah yang mengalami nasib seperti itu adalah Madrasah Darul Ulum yang menampung banyak murid Indonesia dan pernah dipimpin Syaikh Muhammad Yasin bin Isa al-Padani (wafat 1990). Tetapi sejak awal 1970-an, berkat Menteri Agama, Profesor A. Mukti Ali, merintis jalan ke arah transformasi madrasah dan juga perguruan tinggi Islam. Dan, momentum itu, dalam berbagai kesempatan saya sebut sebagai ‘mainstreaming of Islamic education’ pengarusutamaan pendidikan Islam, tegasnya, dari yang semula berada di pinggiran menuju ke tengah, ke dalam arus utama pendidikan nasional Indonesia secara keseluruhan.

Meski demikian, madrasah modern jelas dalam segi-segi tertentu merupakan kesinambungan madrasah abad pertengahan. Sejak masa ini madrasah bagi banyak masyarakat Muslim tidak sekadar lembaga pendidikan, ia menjadi lembaga sangat penting bagi identitas Muslim, Itulah argumen pokok Jonathan Berkey dalam “Madrasas Medieval and modern:  Politics, Education, and the Problem of Muslim identity” (2007)

Al-Azhar, Kairo, sering disebut sebagai salah satu madrasah (college) tertua, atau bahkan sebagai universitas tertua di dunia, dan sekaligus sebagai lembaga dakwah. Berabad-abad memiliki otoritas keagamaan dan keilmuan yang kuat, Presiden Nasser menasionalisasi al-Azhar sejak 1960-an, menjadikannya sebagai lembaga semipemerintah. Akibatnya, otoritasnya mengalami kemerosotan. Tetapi sejak beberapa dasawarsa terakhir, al-Azhar berusaha kembali bangkit, seperti dikemukakan Malika Zeghal dalam The Re-centering of Religious Knowledge and Discourse: The Case of al-Azhar in Twentieth-Century Egypt (2007).

Madrasah khususnya tipikal klasik, yang hampir sebangun dengan pesantren salafi (tradisional) di Indonesia jelas merupakan salah satu kelembagaan otoritas ulama. Madrasah tipikal klasik yang masih bertahan dalam masyarakat Muslim tertentu sampai sekarang tetap memainkan peran itu. Salah satu contohnya Madrasah Deoband di Asia Selatan, yang menghadapi berbagai tantangan intraMuslim dan lingkungan lebih luas. Ini terlihat dalam artikel Muhammad Oasim Zaman, “Tradition and Authority in Deobandi Madrasas of South India”, dan Barbara Metcalf, “Madrasas and Minorities in Secular India” (2007). Dinamika madrasah di lingkungan minoritas Muslim lain bisa disimak dari pengalaman Inggris seperti diungkapkan Peter Mandaville.

Menghadapi berbagai tantangan, madrasah di lingkungan masyarakat Muslim mana pun jelas mengalami perubahan dan bahkan transformasi, yang membuatnya bisa bertahan. Dalam pandangan Dale Eickelman, madrasah di Maroko gagal meresponi perubahan sehingga peran publiknya terus memudar. Sementara medresse Turki yang dihapuskan Ataturk pada 1924, tetapi dalam beberapa dasawarsa terakhir muncul berbagai model pendidikan Islam. Gerakan Nurculuk terutama melalui sayap dan jaringan Fethullah Gullen memperkenalkan sistem pendidikan keagamaan alternatif yang sering disebut sebagai “hidden medresse’, madrasah terselubung.

 

Hakikat Madrasah pendidikan Islam di Indonesia

Pada hakikatnya timbulnya madrasah-madrasah di dunia Islam merupakan usaha pengembangan dan penyempurnaan kegiatan proses belajar mengajar dalam upaya untuk menampung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan jumlah pelajar yang semakin meningkat dan bertambah setiap tahun ajaran. Sementara itu, madrasah boleh dikatakan sebagai fenomena baru dari lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia, yang kehadirannya sekitar permulaan abad ke-20. Namun dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajarannya masih belum punya keseragaman antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, terutama sekali menyangkut kurikulum dan rencana pelajaran. Madrasah adalah ujung tombak terdepan dalam pelaksanaan proses pendidikan Islam. Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang dari tradisi pendidikan agama dalam masyarakat, memiliki arti penting sehingga keberadaannya terus diperjuangkan. Lembaga Pendidikan Agama Islam pertama didirikan di Indonesia adalah dalam bentuk pesantren. Dengan karaktemya yang khas “religius oriented”, pesantren telah mampu meletakkan dasar-dasar pendidikan keagamaan yang kuat. Para santri tidak hanya dibekali pemahaman tentang ajaran Islam tetapi juga kemampuan untuk menyebarkan dan mempertahankan Islam( Nurhafid Ishari, 2014, 7 (1) :2 )

 

Pengertian Madrasah di Indonesia

Madrasah merupakan isim makan dari “darasa” yang berarti”tempat duduk untuk belajar. Istilah madrasah ini sudah menyatu dengan istilah sekolah atau perguruan (terutamape slam). Sementara itu Karel A. Steenbrink justru membedakan antara madrasah dan sekolah-sekolah, dia beralasan bahwa antara madrasah dan sekolah memiliki ciri yang berbeda. Meskipun dalam buku yang di tulis oleh Hasbullah menyamakan antara sekolah dan madrasah. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam, mulai didirikan dan berkembang di dunia Islam sekitar Abad ke-5 H atau abad ke 10- 11 M. Ketika penduduk Naisabur mendirikan lembaga pendidikan Islam model madrasah tersebut pertama kalinya. Akan tetapi tersiarnya justru melalui menteri kerajaan Bani Saljuk yang bernama “Nizham al-mulk” yang mendirikan madrasah “Nijhamiyah” tahun 1065 M, yang oleh Gibb dan Karmens disebutkan, bahwa setelah madrasahnya Nizham al- Mulk ini didirikan madrasah tersebut disebarkan oleh Salahuddin Al- Ayyubi. Pada saat itu Islam telah berkembang secara luas dalam berbagai macam ilmu pengetahuan, dengan berbagai macam aliran atau mazhab dan pemikiranya. Pembimbingan ilmu pengetahuan tersebut, bukan hanya meliputi ilmu-ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur‟an dan Al-Hadist, seperti ilmu-ilmu al-qur‟an, hadits, fiqh, ilmu kalam, maupun ilmu tasawuf, tetapi juga bidang-bidang filsafat, astronomi, kedokteran, matematika, dan berbagai bidang ilmu-ilmu alam dan kemasyarakatan(Suryani, 2018, 9(2) : 64)

 

Sejarah Madrasah di Indonesia

Sejarah pendidikan Islam di Indonesia telah dimulai pada awal abad XX M hingga dewasa ini merupakan perjalanan yang cukup panjang. Dimana perkembangan cukup draktis terjadi pada masa orde lama dan terus berkembang pada masa orde baru.

Orde Lama

Setelah Indonesia merdeka, pendidikan agama telah mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha tersebut dimulai dengan memberikan bantuan sebagaimana anjuran oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945, disebutkan :“Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang telah berurat dan berakar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaknya mendapatkan perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah”

Berawal dari pandangan John Dewey, seorang ahli pendidikan abad ke-19 di Amerika serikat. Dia mengatakan pendidikan itu adalah The general theory of educationa. Di bagian lain dia juga mengatakan Philosophy is the general theory of education. Disini tampak bahwa John Dewey tidak membedakan filsafat pendidikan dengan teori pendidikan, atau filsafat pendidikan disamakan dengan teori pendidikan(Made Pidarta: 2009). Perkembangan madrasah tak lepas dari peran Departemen Agama sebagai lembaga yang secara politis telah mengangkat posisi madrasah sehingga memperoleh perhatian yang terus menerus dari kalangan pengambil kebijakan. Walau tak lepas dari usaha keras yang sudah dirintis oleh sejumlah tokoh agama seperti Ahmad Dahlan, Hasyim Asy`ari dan Mahmud Yunus. Dengan perkembangan politis dan zaman, Departemen Agama secara bertahap terus menerus mengembangkan program-program peningkatan dan perluasan ases serta peningkatan mutu madrasah.

Madrasah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan diakui oleh negara secara formal pada tahun 1950. Undang-undang No. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah, pada pasal 10 menyatakan bahwa untuk mendapatkan pengakuan Departemen Agama, madrasah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok paling sedikit 6 jam seminggu secara teratur disamping pelajaran umum. Dengan persyaratan tersebut, diadakan pendaftaran madrasah yang memenuhi syarat. Jenjang pendidikan pada sistem madrasah pada masa itu terdiri dari tiga jenjang. 1) Pertama Madrasah Ibtidaiyah dengan lama pendidikan 6 tahun 2) Kedua Madrasah Tsanawiyah Pertama untuk 4 tahun 3) Ketiga Madrasah Tsanawiyah Atas untuk 4 Tahun.

Terdapat pula sejumlah Hadis Nabi SAW yang sangat relevan dengan tuntutan pencarian dan pengembangan ilmu, Salah satu yang paling populer adalah(Azyumardi Azra: 2012): “Menuntut ilmu Itu fardu (wajib) bagi muslimin dan muslimat.” (HR. Al. Bukhari dan Muslim). Sedangkan kurikulum madrasah terdiri dari sepertiga pelajaran agama dan sisanya pelajaran umum. Rumusan kurikulum seperti itu bertujuan untuk merespon pendapat umum yang menyatakan bahwa madrasah tidak cukup hanya mengajarkan agama saja, tetapi juga harus mengajarkan pendidikan umum, kebijakan seperti itu untuk menjawab kesan tidak baik yang melekat kepada madrasah, yaitu pelajaran umum madrasah tidak akan mencapai tingkat yang sama bila dibandingkan dengan sekolah umum. Perkembangan madrasah yang cukup penting pada masa Orde Lama adalah berdirinya madrasah Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN). Tujuan pendiriannya untuk mencetak tenaga-tenaga profesional yang siap mengembangkan madrasah sekaligus ahli keagamaan yang profesional. PGA pada dasarnya telah ada sejak masa sebelum kemerdekaan. Khususnya di wilayah Minangkabau, tetapi pendiriannya oleh Departemen Agama menjadi jaminan strategis bagi kelanjutan madrasah di Indonesia.

Perkembangan PGA dan PHIN bermula dari progam Departemen Agama yang secara tehnis ditangani oleh Bagian Pendidikan. Pada tahun 1950, bagian itu membuka dua lembaga pendidikan dan madrasah profesional keguruan: 1) Sekolah Guru Agama Islam (SGAI) SGAI terdiri dari dua jenjang: a) Jenjang jangka panjang yang ditempuh selama 5 tahun dan diperuntukkan bagi siswa tamatan SR/MI, dan b) Jenjang jangka pendek yang ditempuh selama 2 tahun diperuntukkan bagi lulusan SMP/Madrasah Tsanawiyah. 2) Sekolah Guru Hakim Agama Islam (SGHAI) SGHAI ditempuh selama 4 tahun diperuntukkan bagi lulusan SMP/Madrasah Tsanawiyah. SGHAI memilki empat bagian: a) Bagian “a” untuk mencetak guru kesusastraan b) Bagian “b” untuk mencetak guru Ilmu Alam/Ilmu Pasti c) Bagian “c” untuk mencetak guru agama d) Bagian “d” untuk mencetak guru pendidikan agama.

Perguruan Tinggi Islam khusus terdiri dari fakultas-fakultas keagamaan mulai mendapat perhatian pada tahun 1950. Pada tanggal 12 Agustus 1950, fakultas agama UII dipisahkan dan diambil alih oleh pemerintah. Pada tanggal 26 September 1951 secara resmi dibuka perguruan tinggi baru dengan nama PTAIN ( Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri) dibawah pengawasan Kementerian Agama. Pada tahun 1957, di Jakarta didirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA). Akademi ini bertujuan sebagai sekolah latihan bagi para pejabat yang berdinas di penerintahan ( Kementerian Agama) dan untuk pengajaran agama di sekolah. Pada tahun 1960 PTAIN dan ADIA disatukan menjadi IAIN(Amiruddin, 2017, XLI (1) :102 )

Pondok Pesantren sebagai bagian dari sistem pendidikan Nasional, keberadaan pondok pesantren sebelum Indonesia merdeka diperhitungkan oleh bangsa-bangsa yang pernah menjajah Indonesia. Pada masa kolonialisme dari Pondok Pesantren lahirlah tokoh-tokoh nasional yang tangguh yang menjadi pelopor pergerakan kemerdekaan Indonesia, seperti KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Zaenal Mustopa dll. Maka dapat dikatakan bahwa masa itu Pondok Pesantren memberikan kontribusi yang besar bagi terbentunya republik ini. Bila dianalisis lebih jauh kenapa dari lembaga pendidikan yang sangat sederhana ini muncul tokoh-tokoh nasional yang mampu menggerakan rakyat untuk melawan penjajah, jawabannya karena figur Kiyai sebagai Pimpinan pondok pesantren sangat dihormati dan disegani, baik oleh komunitas pesantren (santri) maupun masyarakat sekitar pondok, mereka meyakini bahwa apa yang diucapkan kiyai adalah wahyu Tuhan yang mengandung nilai-nilai kebenaran hakiki ( Ilahiyyah).

Pada masa pasca kemerdekaan, Pondok Pesantren perkembangannya mengalami pasang surut dalam mengemban misinya sebagai pencetak generasi kaum muslimin yang mumpuni dalam bidang Agama (tafaqquh fiddien). Pada masa priode transisi antara tahun 1950 – 1965 Pondok Pesantren mengalami fase stagnasi, dimana Kyai yang disimbolkan sebagai figur yang ditokohkan oleh seluruh elemen masyarakat Islam, terjebak pada percaturan politik praktis, yang ditandai dengan bermunculannya partai politik bernuasa Islami peserta PEMILU pertama tahun 1955, contohnya dengan lahirnya Partai Politik NU yang mewaliki warga Nahdiyyin, Partai Politik NU tersebut dapat dikatakan merepresentasikan dunia Pondok Pesantren. Hal ini dikarenakan sebagian besar pengurus dari parpol tersebut adalah Kiyai yang mempunyai Pondok Pesantren.

Orde Baru

Sejak dibubarkan PKI dengan G30S/PKI pada tanggal 30 Oktober 1965, bangsa Indonesia telah memasuki masa “Orde Baru”. Perubahan yang terlihat pada Masa Orde Baru adalah : 1) Sikap mental yang positif untuk menghentikan dan mengoreksi segala bentuk penyelewengan terhadap pancasila dan UUD 1945 2) Memperjuangkan adanya masyarakat yang adil dan makmur, baik material dan spiritual melalui pembangunan nasional 3) Sikap mental mengabdi kepada kepentingan rakyat dan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Indonesia ialah negara dengan mayoritas penduduk yang menganut agama Islam, dengan begitu berkembangnya pendidikan Islam di lingkungan masyarakat tidak terhindarkan, misalnya pendidikan madrasah. Madrasah adalah pendidikan Islam yang mengadopsi sistem sekolah, yang juga menyertakan ilmu-ilmu umum dalam pembelajaran.  Pelaksanaan madrasah di Indonesia diatur oleh pemerintah, pernyataan ini juga berlaku saat masa orde baru. Orde baru ialah masa terjadinya penumpasan komunis dan penegakkan ideologi Pancasila yang menyebabkan adanya penguatan kepercayaan agama di masyarakat(Meutia Rahmi :2021 )

BACA JUGA :  Fakultas Teknik Unhas Berkolaborasi dengan Gercepta Takalar dan Academy Rumah Enterpreneur, untuk Kegiatan Bina UMKM Desa

Perkembangan pendidikan Islam selanjutnya pada masa orde baru dimulai dari kebijakan pada pasal 4 TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 yang memuat kebijakan tentang isi pendidikan. Pada awal pemerintahan orde baru, pendekatan legal formal dijalankan tidak memberikan dukungan pada madrasah. Tahun 1972 dikeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 34 Tahun 1972 dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 15 Tahun 1974 yang mengatur madrasah di bawah pengelolaan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang sebelumnya dikelola oleh Menteri Agama secara murni. Perkembangan pendidikan pada orde baru selanjutnya dikuatkan dengan UU No. 2 Tahun 1989 tentang pendidikan nasional. Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan ber budi pekerti luhur, memiliki ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan( Meutia Rahmi:2021)

Penegerian Madrasah Swasta

Pada tahun 1967 terbuka kesempatan untuk menegerikan madrasah swasta untuk semua tingkatan, Madrasah Ibtidayah Negeri (MIN), Madrasah Tsanawiyah Islam Negeri (MTsIN) dan Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN). Namun ketentuan itu hanya berlangsung 3 tahun, dan dengan alasan pembiayaan dan fasilitas yang sangat terbatas, maka keluarnya Keputusan Menteri Agama No. 213 tahun 1970 tidak ada lagi penegerian bagi madrasah madrasah swasta. Namun kebijakan tersebut tidak berlangsung lama, memasuki tahun 2000 kebijakan penegerian dimunculkan kembali.

Lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri No. 6 tahun 1975 dan No. 037/U/1975 antara Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri, tentang Peningkatan Mutu Pendidiikan pada Madrasah. SKB ini muncul dilatar belakangi bahwa setiap waganegara Indonesia berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pengajaran yang sama, sehingga lulusan madrasah yang ingin melanjutkan, diperkenankan melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang setingkat di atasnya. Dan bagi siswa madrasah yang ingin pindah sekolah dapat pindah ke sekolah umum setingkat. Ketentuan ini berlaku mulai dari tingkat sekolah dasar sampai ke tingkat perguruan tinggi. Dalam SKB tersebut disebutkan pula bahwa yang dimaksud dengan madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-kuranya 30 % disamping mata pelajaran umum, meliputi Madrasah Ibtidaiyah setingkat dengan Sekolah Dasar, Madrasah Tsanawiyah setingkat SMP dan Madrasah Aliyah setingkat SMA. SKB ini juga menetapkan hal-hal yang menguatkan posisi madrasah pada lingkungan pendidikan, diantaranya : 1) Ijazah madrasah mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yang setingkat 2) Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih diatasnya 3) Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat 4) Pengelolaan madrasah dan pembinaan mata pelajaran agama dilakukan Menteri Agama, sedangkan pembinaan dan pengawasan mata pelajaran umum pada madrasah dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, bersama-sama Menteri Agama serta Menteri Dalam Negeri.

Istilah kurikulum memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu hingga dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda satu dengan lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari(Aulia, Rahmayani: 2020)

Pada tahun 1984 dikeluarkan SKB 2 Menteri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama tentang Pengaturan Pembakuan Kurikulum Sekolah Umum dan Kurikulum Madrasah. Lahirnya SKB tersebut dijiwai oleh Ketetapan MPR No. II/TAP/MPR/1983 tentang perlunya Penyesuaian Sistem Pendidikan, sejalan dengan kebutuhan pembangunan disegala bidang, antara lain dengan melakukan perbaikan kurikulum sebagai salah satu di antara pelbagai upaya perbaikan penyelenggaraan pendidikan di sekolah umum dan madrasah. Sehingga sebagai tindak lanjut SKB 2 Menteri tersebut lahirlah “Kurikulum 1984” untuk madrasah, yang tertuang dalam Keputusan Menteri Agama No. 99 tahun 1984 untuk Madrasah Ibtidaiyah, No. 100/1984 untuk Madrasah Tsanawiyah dan No. 101 Tahun 1984 untuk Madrasah Aliyah. Diantara rumusan kurikulum 1984 adalah memuat hal-hal strategies, diantaranya : 1) Program kegiatan kurikulum madrasah (MI, MTs, dan MA) tahun 1984 dilakukan melalui kegiatan intra kurikuler dan ekstra kurikuler baik dalam program inti maupun program pilihan. 2) Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan memperhatikan keserasian antara cara seseorang belajar dan apa yang dipelajarinya. Penilaian dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk keperluan peningkatan proses dan hasil belajar serta pengelolaan program.

Lahirnya MAPK

Dengan dilatarbelakangi akan kebutuhan tenaga ahli di bidang agama Islam (“ulama”) dimasa mendatang sesuai dengan tuntutan pembangunan nasional, maka dilakukan usaha peningkatan mutu pendidikan pada Madrasah Aliyah. Lebih lanjut dibentuklah Madrasah Aliyah Pilihan Ilmu-Ilmu Agama (MAPK) dengan berdasarkan persyaratan-persyaratan yang ditentukan. Kekhususan MAPK ini adalah komposisi kurikulum 65 studi agama dan 35 pendidikan dasar umum. Sasarannya adalah penyiapan lulusan yang mampu menguasai ilmu-ilmu agama yang nantinya menjadi dasar lulusan untuk terus melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi bidang keagamaan dan akhirnya menjadi calon ulama yang baik. Selanjutnya MAPK berganti nama menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK). Namun lebih lanjut program ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah sehingga nasibnya sampai hari ini belum jelas keberadaannya.

Lahirnya UU No, 2 Tahun 1989

Lahirnya UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diundangkan dan berlaku sejak tanggal 27 Maret 1989, memberikan perbedaan yang sangat mendasar bagi pendidikan agama. Pendidikan agama tidak lagi diberlakukan berbeda untuk negeri dan swasta, dan sebagai konsekuensinya diberlakukan Peraturan Pemerintah sebagai bentuk operasional undang-undang tersebut, yaitu PP 27/1990 tentang Pendidikan Pra Sekolah, PP 28/1990 tentang Pendidikan Dasar, PP. 29/1990 tentang Pendidikan Menengah, PP. No. 30/1990 tentang Pedidikan Tinggi (disempurkankan dengan PP.22/1999). Semua itu mengatur pelaksanaan pendidikan agama di lembaga umum. UU dan peraturan pemerintah tersebut telah memberi dampak positif bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam. Sejak diberlakukan UU No. 2 Tahun 1989 tesebut lembaga-lembaga pendidikan Islam menjadi bagian integral (sub-sistem) dari sistem pendidikan nasional. Sehingga dengan demikian, kebijakan dasar pendidikan agama pada lembaga-lembaga pendidikan Islam adalah sebangun dengan kebijakan dasar pendidikan agama pada lembaga-lembaga pendidikan nasional secara keseluruhan.

Lahirnya Kurikulum 1994

Pada tahun 1994, kebijakan kurikulum pendidikan agama juga ditempatkan di seluruh jenjang pendidikan, menjadi mata pelajaran wajib sejak SD sampai Perguruan Tinggi. Pada jenjang pendidikan SD, terdapat 9 mata pelajaran, termasuk pendidikan agama. Di SMP struktur kurikulumnya juga sama, dimana pendidikan agama masuk dalam kelompok program pendidikan umum. Demikian halnya di tingkatan SMU, dimana pendidikan agama masuk dalam kelompok program pengajaran umum bersama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa dan Sastra Indonesia, Sejarah Nasional dan Sejarah Umum. Bahasa Inggris, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Matematika, IPA (Fisika, Biologi, Kimia), IPS (Ekonomi, Sosiologi, Geografi) dan Pendidikan Seni. Dari sudut pendidikan agama, Kurikulum 1994, hanyalah penyempurnaan dan perubahan-perubahan yang tidak mempengaruhi jumlah jam pelajaran dan karakter pendidikan keagamaan siswa, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Sampai tahun 1998, pendidikan di Indonesia, masih menggunakan UU Pendidikan tahun 1989, dan kuriklum 1994. Tumbangnya rezim orde baru menggulirkan gagasan reformasi sekitar tahun 1998, yang salah satu agendanya adalah perubahan dan pembaruan dalam bidang pendidikan, sebagaimana yang menjadi tema kritik para pemerhati pendidikan dan diharapkan oleh banyak pihak.

Lahirnya UU No, 20 Tahun 2003

Selanjutnya pada tahun 2003 ditetapkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya disebut dengan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003. Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 ini pasal yang diperdebatkan adalah pasal 12 yang menyebutkan bahwa pendidikan agama adalah hak setiap peserta didik. “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidikan yang seagama,” (Pasal 12 ayat a).

Lahirnya KBK

Perjalanan kebijakan pendidikan Indonesia belum berakhir, pada tahun 2004 pemerintah menetapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kehadiran Kurikulum berbasis kompetensi pada mulanya menumbuhkan harapan akan memberi keuntungan bagi peserta didik karena dianggap sebagai penyempurnaan dari metode Cara belajar siswa Aktif (CBSA). Namun dari sisi mental maupun kapasistas guru tampaknya sangat berat untuk memenuhi tuntutan ini. Pemerintah juga sangat kewalahan secara konseptual, ketika pemerintah bersikeras dengan pemberlakukan Ujian Nasional, sehingga KBK segera diganti dan disempurnakan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP masih berlaku sampai sekarang.

 

Tujuan Madrasah pendidikan di Indonesia

Tujuan pendidikan di Indonesia tertulis pada Undang-undang Republik Indonesia (UURI) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan-peraturan pemerintah yang bertalian dengan pendidikan. Pada uraian berikut akan dikemukakan tujuan-tujuan pendidikan itu, yang diakhiri dengan tujuan pendidikan secara umum.  Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan  Pasal 26 Ayat 1 disebutkan pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar( Made Pidarta: 2009): a) Kecerdasan, b).Pengetahuan, c) Kepribadian Akhlak mulia d) Keterampilan untuk hidup mandiri e) Mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Pendidikan adalah enkulturasi (Imran Manan, 1989). Pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya) Enkulturasi ini terjadi di mana-mana, di setiap tempat hidup seseorang dan setiap waktu. Dari sinilah muncul pengertian kurikulum yang sangat luas, yaitu semua lingkungan tempat hidup manusia. Sebab di manapun orang berada di situlah terjadi proses pendidikan, di situ terjadi enkulturasi. Sekolah adalah salah satu dari tempat enkulturasi, tempat-tempat lain adalah dalam keluarga, dalam perkumpulan pemuda, perkumpulan olahraga, kesenian, keagamaan, di tempat-tempat kursus dan latihan, dan sebagainya(Made Pidarta: 2009).

 

Landasan Ideal Madrasah pendidikan Islam di Indonesia

Dalam Undang-Undang Pendidikan Nomor 4 tahun 1950 tentang dasar pendidikan dan pengajaran sekolah pada Bab III Pasal 4 tercantum bahwa landasan ideal pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.

Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dalam buku Program Akta Mengajar VB, komponen bidang studi pendidikan Moral Pancasila (1984/1985) dikemukakan seperti berikut :“Sistem Pendidikan Nasional Pancasila ialah sistem pendidikan nasional Indonesia satu-satunya yang menjamin teramalkan dan telestarikan Pancasila. Predikat Pancasila perlu ditonjolkan sebagai identitas sistem karena pada hakekatnya secara intrinsik Pancasila adalah kepribadian (identitas sistem kenegaraan RI dengan segala jenis implikasinya terhadap subsistem dalam negara). Pendidikan nasional adalah sistem kelembagaan yang bertanggung jawab atas pengembangan dan pelestarian sistem kenegaraan Pancasila dan kebudayaan nasional.” (Fuad Ihsan :2005)

Pengertian Landasan Pendidikan

Secara leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasanm tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik tolak atau dasar pijakan ini dapat bersifat material (contoh: landasan pesawat terbang); dapat pula bersifat konseptual (contoh: landasan pendidikan). Landasan yang bersifat koseptual identik dengan asumsi, adapun asumsi dapat dibedakan menjadi tiga macam asumsi, yaitu aksioma, postulat dan premis tersembunyi.Pendidikan antara lain dapat dipahami dari dua sudut pandang, pertama dari sudut praktek sehingga kita mengenal istilah praktek pendidikan, dan kedua dari sudut studi sehingga kita kenal istilah studi pendidikan.

Praktek pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang atau lembaga dalam membantu individu atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan pedidikan. Kegiatan bantuan dalam praktek pendidikan dapat berupa pengelolaan pendidikan (makro maupun mikro), dan dapat berupa kegiatan pendidikan (bimbingan, pengajaran dan atau latihan). Studi pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang dalam rangka memahami pendidikan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.( Babang Robandi: 2005)

Jenis-jenis Landasan Pendidikan

Ada berbagai jenis landasan pendidikan, berdasarkan sumber perolehannya kita dapat mengidentifikasi jenis landasan pendidikan menjadi: a) Landasan religius pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari religi atau agama yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. b) Landasan filosofis pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. c) Landasan ilmiah pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari berbagai cabang atau disiplin ilmu yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. Tergolong ke dalam landasan ilmiah pendidikan antara lain: landasan psikologis pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan, landasan historis pendidikan, dsb. Landasan ilmiah pendidikan dikenal pula sebagai landasan empiris pendidikan atau landasan faktual pendidikan. d) Landasan yuridis atau hukum pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.

Fungsi Landasan Pendidikan

Misi utama mata kuliah landasan-landasan pendidikan dalam pendidikkan tenaga kependidikan tidak tertuju kepada pengembangan aspek keterampilan khusus mengenai pendidikan sesuai spesialisasi jurusan atau program pendidikan, melainkan tertuju kepada pengembangan wawasan kependidikan, yaitu berkenaan dengan berbagai asumsi yang bersifat umum tentang pendidikan yang harus dipilih dan diadopsi oleh tenaga kependidikan sehingga menjadi cara pandang dan bersikap dalam rangka melaksanakan tugasnya. Berbagai asumsi pendidikan yang telah dipilih dan diadopsi oleh seseorang tenaga kependidikan akan berfungsi memberikan dasar rujukan konseptual dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan yang dilaksanakannya. Dengan kata lain, fungsi landasan pendidikan adalah sebagai dasar pijakan atau titik tolak praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.

Dalam pembukaan (prembule) UUD 1945, antara lain termaktub : “Atas berkat Rahmat Tuhan yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan berkebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk status pemerintahan negara republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam status undang-undang dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam status susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dab beradap, persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan status keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.” Dari pernyataan-pernyataan di atas jelaslah bahwa landasan ideal Pendidikan nasional, sekaligus naga madrasah di Indonesia adalah Pancasila.

 

Desain Ideal Madrasah pendidikan Islam di Indonesia

Desain madrasah ideal dapat diwujudkan dengan reposisi atau penataan ulang dalam segi manajemen  pendidikan  yang  mencakup  pendidikan  berbasis  masyarakat,  revolusi  pendidikan, otonomi manajemen madrasah atau manajemen berbasis madrasah, daya dukung pembelajaran, serta dewan pendidikan dan komite madrasah. Adapun kriteria untuk menuju madrasah meliputi standar nasional pendidikan, madrasah yang nyaman, dan fasilitas ideal madrasah. A. Standar Nasional Pendidikan Pendidikan  merupakan  salah  satu  sektor  penting  dalam  pembangunan  bangsa.

Madrasah hendaknya menjadi tempat dimana semua siswa dapat belajar dengan baik, Madrasah harus menjadi lembaga yang adil dengan memberikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang sama baik secara kualitas maupun kuantitas bagi setiap siswa. Ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap anak dilahirkan dengan tingkat kecerdasan bawaan yang sama dan kemampuan lebih merupakan hasil pencarian ketimbang anugerah.(Amizan Wardi: 2018) Untuk mendapatkan hasil pendidikan yang optimal tersebut, Madrasah perlu memiliki kultur Madrasah diantaranya: 1) Lingkungan yang teratur, 2) Kesepakatan dan kerja sama antar guru, 3) Konsentrasi kepada kemampuan dasar dan waktu yang dibutuhkan untuk belajar.

 

Kesimpulan

Dari semua kajian, penelitian, serta survei yang sudah di selenggarakan. Saya menyimpulkan bahwa arti kata falsafah adalah anggapan, gagasan, pendidikan, dan sikap batin yang paling dasar yang dimiliki oleh orang atau masyarakat. Pada hakikatnya timbulnya madrasah-madrasah di dunia Islam merupakan usaha pengembangan dan penyempurnaan kegiatan proses belajar mengajar dalam upaya untuk menampung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan jumlah pelajar yang semakin meningkat dan bertambah setiap tahun ajaran. Madrasah merupakan isim makan dari “darasa” yang berarti”tempat duduk untuk belajar. Istilah madrasah ini sudah menyatu dengan istilah sekolah atau perguruan (terutamape slam). Pada masa pasca kemerdekaan, Pondok Pesantren perkembangannya mengalami pasang surut dalam mengemban misinya sebagai pencetak generasi kaum muslimin yang mumpuni dalam bidang Agama (tafaqquh fiddien). Pada tahun 1994, kebijakan kurikulum pendidikan agama juga ditempatkan di seluruh jenjang pendidikan, menjadi mata pelajaran wajib sejak SD sampai Perguruan Tinggi. Pada jenjang pendidikan SD, terdapat 9 mata pelajaran, termasuk pendidikan agama. Tujuan pendidikan di Indonesia tertulis pada Undang-undang Republik Indonesia (UURI) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan-peraturan pemerintah yang bertalian dengan pendidikan. Pada uraian berikut akan dikemukakan tujuan-tujuan pendidikan itu, yang diakhiri dengan tujuan pendidikan secara umum. Dalam Undang-Undang Pendidikan Nomor 4 tahun 1950 tentang dasar pendidikan dan pengajaran sekolah pada Bab III Pasal 4 tercantum bahwa landasan ideal pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Secara leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasanm tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Ada berbagai jenis landasan pendidikan, berdasarkan sumber Perolehannya kita dapat mengidentifikasi jenis landasan pendidikan Menjadi:Landasan religius pendidikan, Landasan filosofis pendidikan, Landasan ilmiah pendidikan, Landasan yuridis atau hukum pendidikan. Desain madrasah ideal dapat diwujudkan dengan reposisi atau penataan ulang dalam segi manajemen  pendidikan  yang  mencakup  pendidikan  berbasis  masyarakat,  revolusi  pendidikan, otonomi manajemen madrasah atau manajemen berbasis madrasah, daya dukung pembelajaran, serta dewan pendidikan dan komite madrasah.

Berita Terkait

Milad Akbar dan Silaturahmi Nasional: Momen Bersama Membangun Peradaban
Nikah Siri Dalam Pandangan Islam Dan Hukum Negara
KESAMRAUTAN DUNIA KAMPUS
Sanksi Hukum Pelanggaran Rahasia Kedokteran
Berperilaku Anti Koruptif Sebagai Sebuah Kesadaran
ARISAN BULANAN SUKU BALAI MANSIANG
Dramaturgi Dalam Komunikasi
Apa itu Segitiga Eksposur dan Mengapa Penting dalam Photography
Berita ini 184 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 8 Januari 2025 - 20:23 WIB

Milad Akbar dan Silaturahmi Nasional: Momen Bersama Membangun Peradaban

Selasa, 7 Januari 2025 - 15:23 WIB

Nikah Siri Dalam Pandangan Islam Dan Hukum Negara

Selasa, 7 Januari 2025 - 11:53 WIB

KESAMRAUTAN DUNIA KAMPUS

Senin, 6 Januari 2025 - 17:14 WIB

Sanksi Hukum Pelanggaran Rahasia Kedokteran

Senin, 6 Januari 2025 - 12:03 WIB

Berperilaku Anti Koruptif Sebagai Sebuah Kesadaran

Minggu, 5 Januari 2025 - 17:10 WIB

ARISAN BULANAN SUKU BALAI MANSIANG

Minggu, 5 Januari 2025 - 10:22 WIB

Dramaturgi Dalam Komunikasi

Sabtu, 4 Januari 2025 - 15:09 WIB

Apa itu Segitiga Eksposur dan Mengapa Penting dalam Photography

Berita Terbaru

Oyot Eron tokoh masyarakat desa Cikeas Udik gunung putri Bogor

Feature

Mengenang Tokoh Masyarakat Cikeas Udik, Oyot Eron

Rabu, 8 Jan 2025 - 11:27 WIB