Budaya Feodalisme dan Kelas Sosial

- Writer

Kamis, 24 Oktober 2024 - 11:06 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi : Feodalisme
Sumber : Freepik

Ilustrasi : Feodalisme Sumber : Freepik

SUARA UTAMA- ” Jangan, kita mah orang miskin beda level, dengan orang-orang yang mempunyai  segalanya.” Demikian salah satu obrolan warung kopi yang sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, ketika kita sedang kongkow berkumpul dengan warga pada suatu kesempatan tertentu.

Seperti kita ketahui negara Indonesia pernah dikolonisasi oleh Belanda  dalam kurun waktu yang lama, semenjak masa kerajaan-kerajaan lokal sampai dengan masa kebangkitan nasional. Salah satu warisan nilai yang sekarang masih ada adalah warisan hubungan antara raja, bangsawan sebagai penguasa yang mempunyai fasilitas dan rakyat sebagai hambanya, hubungan yang dijalin adalah hubungan atasan bawahan. Dimana bawahan harus selalu patuh, tunduk dan hormat pada atasan. Hal ini selaras dengan pemikiran Gus Dur ( Kompas, 1990 dalam Koencaraningrat) “Sikap  hidup feodal tanda primordial paling tinggi.” Koencaraningrat  (2021) menegaskan pemikiran Gus Dur tersebut. Seakan-akan menyatakan, mentalitas yang sangat mengagungkan kekuasaan dan pangkat tinggi tetap bertahan dalam jiwa bangsa Indonesia pada umumnya, karena melalui proses sosialisasinya mentalitas itu sudah tertanam dalam diri seseorang sejak sangat dini.

Pada perkembangannya istilah feodalisme mengarah pada hal-hal pengagungan, penghormatan pada orang-orang yang mempunyai jabatan, kepangkatan, gelar. istilah “feodal” tidak mengacu ke suatu struktur sosial ekonomi dan politik seperti dipaparkan diatas. Tetapi pada suatu mentalitas yang negatif, yaitu sikap sombong yang diakibatkan oleh kekuasaan dan pangkat tinggi yang dimiliki,  dan akhir-akhir ini bahkan juga oleh kekayaaan, sikap menjilat ke atas, dan seterusnya sebagainya (Koencaraningrat, 2021).

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Budaya Feodalisme dan Kelas Sosial Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pengkondisian tersebut, akan berdampak pada penggolongan kelas sosial yang ada di masyarakat. Kelas sosial merupakan suatu kondisi dimana masyarakat terpilah-pilah pada beberapa kategori kelas berdasarkan konsesus masyarakat setempat. Bahkan terkadang ada juga kondisi tersebut dikondisikan secara sengaja berdasarkan orientasi tertentu karena status, politik, kekayaan, pengaruh. Seperti yang disampaikan oleh  Usman, Elly (2011) bahwa suatu kelas sosial sebenarnya berada dalam ruang lingkup kajian yang lebih sempit, artinya kelas sosial lebih merujuk pada satu lapisan atau strata tertentu dalam sebuah stratifikasi sosial.  Kelas sosial cenderung diartikan sebagai kelompok yang anggota-angoota memiliki orientasi politik, nilai budaya, sikap dan perilaku yang secara umum sama.

Relevansi Budaya Feodalisme dan Kelas Sosial

Budaya feodalisme secara formal sudah tidak ada pada zaman sekarang ini, namun warisan nilai-nilainya masih kentara dan dapat kita lihat, rasakan dalam struktur masyarakat modern. Dimana sebagian orang yang mempunyai struktur kuasa dan ekonomi, mengatur orang-orang yang berada dibawahnya.

Wujud budaya feodalisme pada zaman modern dapat dilihat dalam dunia bisnis, hierarki yang kaku dalam sebuah perusahaan, pimpinan mempunyai kekuasaan mutlak yang mencerminkan struktur feodal. Dalam bidang politik, dinamika politik yang seringkali didominasi oleh elit politik dan keluarga tertentu, memperlihatkan adanya warisan feodalisme.

BACA JUGA :  Peningkatan Kemampuan Menjumlah Melalui Media Aneka Buah -  Buahan  di  Kelompok B TK Miftahul Ulum Tobaddung Bangkalan - Semester II Tahun Ajaran 2020/2021

Dalam kehidupan masyarakat, dapat dilihat dari sikap hormat masyarakat yang berlebihan terhadap orang yang memiliki kekuasaan atau status sosial tinggi, salah satu contoh pengaruh dari budaya feodalisme.

Dalam konteks kelas sosial, dapat dilihat adanya ketidaksetaraan sosial memunculkan kesenjangan sosial yang cukup tajam pada tataran dilapangan, adanya perbedaan akses terhadap sumber daya, peluang dan kekuasaan antara elit tertentu dan masyarakat umum. Adanya orientasi pada status yang menitikberatkan pada status sosial, hal lain diukur dari kekayaan, jabatan dan koneksi sosial.

Hubungan patron klien yang masih kental, hal ini dapat kita lihat dalam hubungan nepotisme, kolusi dan korupsi, terkonfirmasi dalam pemikiran James C Scot (dalam Rokhmat, Handoyo 2015) Patron klien merupakan hubungan timbal balik antara dua orang (yang memiliki perbedaan status sosial ekonomi) yang dijalin secara khusus atau dengan dasar saling menguntungkan, serta saling memberi dan menerima, dimana status sosial yang lebih tinggi (patron) dengan adanya sumber daya yang dimiliki memberikan perlindungan serta keuntungan kepada orang dengan status sosial lebih rendah, kekuasaan lebih cenderung memberikan keuntungan untuk kelompok tertentu.

Adanya nilai-nilai lama yang sifatnya konservatif yang masih dipertahankan, hal ini akan berdampak pada hambatan kemajuan  dan perkembangan masyarakat, terutama pada perubahan dan inovasi.

Sikap pada Budaya Feodalisme dalam Kelas Sosial

Feodalisme tidak hanya masa lalu, walaupun sistem feodal klasik sudah tidak ada, namun nilai-nilai dan praktiknya masih bisa kita temui dalam berbagai bentuk kehidupan masyarakat modern.

Menolak segala bentuk diskriminasi berdasarkan kelas sosial, ras, gender atau latar belakang lainnya. Setiap individu mempunyai hak dasar yaitu hak azasi untuk diperlakukan secara adil dan terhormat. Mendorong perlakuan-perlakuan positif mengenai kesetaraan, dimana  setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berkembang.

Mempunyai sikap kritis terhadap suatu sistem yang memperlakukan dan melanggengkan ketidaksetaraan pada setiap orang. Selalu merefleksi ulang dengan mengenal sejarah dan dampak negatif feodalisme, yang dapat membantu kita lebih peka terhadap masalah-masalah sosial saat ini. Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan organisasi yang memperjuangkan kesetaraan atau terlibat dalam kegiatan-kegiatan komunitas.

Tidak instant memang, untuk membangun masyarakat yang adil dan setara membutuhkan waktu dan proses yang panjang. Namun setiap individu memiliki peran yang sangat penting dalam membangun suatu peradaban manusia, kearah yang lebih baik. Tindakan kecil kita dapat berkontribusi pada perubahan yang lebih besar.

 

 

 

 

 

 

Penulis : Agus Budiana

Editor : Redaksi Suara Utama

Berita Terkait

Musrenbang Kelurahan Pasar III, Desiana: Fokuskan Pembangunan dan Pemberdayaan Ekonomi Lokal
Habis Energi Karena Simpati
Ruang Publik Media Massa Untuk Siapa?
Ketika AI Mengubah Segala Lini Kehidupan
Implikasi Positip Kebijakan Hilirisasi terhadap Perekonomian Indonesia
Saat Tindakan Lebih Bermakna daripada Suara
Tiga Hal yang Menghalangi Datangnya Hidayah
Revitalisasi Pasar Simpang Pematang: Harapan Baru untuk Perekonomian Mesuji
Berita ini 483 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 13 Januari 2025 - 09:54 WIB

Musrenbang Kelurahan Pasar III, Desiana: Fokuskan Pembangunan dan Pemberdayaan Ekonomi Lokal

Senin, 13 Januari 2025 - 05:45 WIB

Habis Energi Karena Simpati

Minggu, 12 Januari 2025 - 05:44 WIB

Ketika AI Mengubah Segala Lini Kehidupan

Jumat, 10 Januari 2025 - 17:10 WIB

Implikasi Positip Kebijakan Hilirisasi terhadap Perekonomian Indonesia

Jumat, 10 Januari 2025 - 17:05 WIB

Saat Tindakan Lebih Bermakna daripada Suara

Jumat, 10 Januari 2025 - 10:45 WIB

Tiga Hal yang Menghalangi Datangnya Hidayah

Kamis, 9 Januari 2025 - 18:12 WIB

Revitalisasi Pasar Simpang Pematang: Harapan Baru untuk Perekonomian Mesuji

Kamis, 9 Januari 2025 - 18:00 WIB

Dari Singa Kritikus Menjadi Kucing Jinak di Kursi Kekuasaan

Berita Terbaru

Ilustrasi: Habis Energi Karena Simpati (Nafian Faiz)

Artikel

Habis Energi Karena Simpati

Senin, 13 Jan 2025 - 05:45 WIB

Berita Utama

Scale Up PHR dan Peluncuran Program TIHWA di Gresik

Minggu, 12 Jan 2025 - 16:26 WIB