Suara Utama, Pandeglang, 6 September 2025 – Di tengah harapan masyarakat akan perbaikan infrastruktur dan pemerataan pembangunan di Kabupaten Pandeglang, justru muncul kegelisahan yang kian menguat. Miliaran rupiah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) digelontorkan setiap tahunnya, namun hasilnya tak sebanding dengan besarnya anggaran yang digunakan. Jalan rusak, proyek mangkrak, hingga pembangunan fisik yang cepat mengalami kerusakan, jasa perencanaan dan pengawasan yang amburadul dan jadi temuan Badan Pengawas Keuangan menjadi pemandangan umum yang menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat.
Aktivis dan pemerhati kebijakan publik, Aditia Iksan Nurohman, menilai bahwa stagnasi pembangunan ini bukan semata akibat lemahnya perencanaan atau kurangnya anggaran, melainkan karena adanya pola budaya korupsi yang telah mengakar dalam sistem pengelolaan proyek-proyek pemerintah daerah. Ia mengungkap bahwa selama ini terdapat indikasi kuat adanya praktik monopoli proyek APBD oleh kelompok-kelompok tertentu yang disebut sebagai “Genk Koordinator Proyek” dan memiliki keterkaitan erat dengan lingkaran kekuasaan kepala daerah, mulai dari Paket/Proyek Perencanaan, Pengawasan, dan Pelaksanaan.
“Siapa pun pengusaha lokal yang tidak terhubung dengan kelompok ini, hampir bisa dipastikan tidak akan pernah mendapatkan Pekerjaan Pengadaan Langsung apalagi menang lelang, dengan sistem yang diduga tidak transparan. Bahkan penunjukan langsung paket-paket pekerjaan kecil pun tertutup rapat. Ini jelas menutup ruang persaingan sehat dan mematikan potensi pengusaha lokal lainnya,” ungkap Aditia.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Tak hanya soal distribusi proyek, Aditia juga membeberkan adanya dugaan kuat praktik setoran proyek yang sudah menjadi rahasia umum di kalangan kontraktor dan pelaku usaha. Ia menyebut bahwa besaran setoran yang diminta dari setiap proyek berkisar antara 25 hingga 30 persen dari nilai kontrak, bahkan untuk paket kegiatan Perencanaan dan Pengawasan diduga sampai 50 peresn, yang disinyalir mengalir kepada pihak tertentu yang dikenal luas oleh masyarakat dengan sebutan Koordinator Proyek tangan kanan “Raja Pandeglang”.
“Setoran itu sudah dianggap sebagai bagian dari sistem. Kalau tidak setor, tidak akan dapat proyek. Dan ini bukan sekadar cerita gelap di belakang layar, tapi sudah menjadi praktik terbuka yang diketahui banyak pihak,” tegasnya.
Lebih mengkhawatirkan lagi, menurut Aditia, masyarakat yang mencoba menyuarakan kecurigaan atau melaporkan dugaan penyimpangan justru merasa tidak mendapatkan perlindungan hukum yang semestinya. Laporan masyarakat sering kali tidak mendapat respons, bahkan muncul dugaan bahwa sebagian aparat penegak hukum (APH) di daerah juga ikut terlibat dalam pola pembagian jatah proyek tersebut.
“Masyarakat tahu ada yang tidak beres, tapi juga tahu tidak ada gunanya melapor. Semua seolah sudah dikondisikan. Akibatnya, publik kehilangan kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum lokal,” jelas Aditia.
Ia menilai kondisi ini sangat berbahaya jika terus dibiarkan. Korupsi yang berlangsung secara Sistematis, Terstruktur dan Masif. bukan hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga merusak struktur sosial, merusak Perekonomian Daerah dan menghancurkan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Karena itu, menurutnya, situasi di Pandeglang sudah tidak bisa lagi hanya disikapi dengan keluhan dan laporan di tingkat daerah.
“Ini bukan sekadar praktik kotor pengadaan proyek, ini sudah menjadi konspirasi kekuasaan yang merampas hak masyarakat. Harus dibawa ke tingkat nasional. Kita mendesak KPK untuk turun tangan. Masyarakat Pandeglang harus bergerak bersama, mengawal dan menekan KPK agar membongkar jaringan korupsi ini sampai ke akar-akarnya di Pandeglang,” tutup Aditia.
Rakyat Pandeglang, kata Aditia, tidak boleh terus dibungkam oleh sistem yang busuk. Saatnya membangun keberanian kolektif untuk merebut kembali hak atas pembangunan yang adil, transparan, dan berpihak kepada kepentingan publik, bukan hanya untuk sekelompok elit yang terus mengeruk keuntungan dari uang rakyat sementara membuat kemiskinan ekstrem di daerah tersebut.
Penulis : IdGunadi Turtusi
Editor : IdGunadi Turtusi
Sumber Berita : Aditia Iksan Nurohman














