Aparatur dan Regulasi Berlapis Jadi Penghambat Sertifikasi Tanah Ulayat

- Penulis

Sabtu, 4 Oktober 2025 - 12:50 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

Padang, 4 Oktober 2025 – Proses pengurusan sertifikat tanah ulayat di Sumatera Barat hingga kini masih menemui jalan terjal. Alih-alih mempermudah, regulasi berlapis serta praktik birokrasi justru memperlambat dan mempersulit masyarakat adat dalam mengurus hak atas tanahnya.

Fakta-fakta utama yang ditemukan:

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Aparatur dan Regulasi Berlapis Jadi Penghambat Sertifikasi Tanah Ulayat Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

1. Pengakuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Tersendat

Sertifikasi tanah ulayat hanya bisa diproses bila komunitas adat diakui pemerintah daerah.

Banyak nagari/kaum belum diakui formal sehingga proses berhenti di meja Pemda.

 

2. Persyaratan Adat yang Berat

Masyarakat diwajibkan melampirkan ranji/silsilah kaum, kesepakatan seluruh anggota, dan persetujuan Kerapatan Adat Nagari (KAN).

Proses ini memakan waktu lama, rawan konflik internal, dan sering tidak lengkap.

 

3. Status Lahan Belum Clear and Clean

Klaim tumpang tindih antar kaum/nagari dan benturan dengan izin pihak ketiga membuat tanah sulit didaftarkan.

Aparat pertanahan sering menolak berkas dengan alasan batas wilayah tidak jelas.

 

4. Peran Aparatur yang Mempersulit

Sejumlah masyarakat mengeluhkan praktik berbelit-belitnya birokrasi, mulai dari desa/nagari hingga kantor pertanahan.

Ada laporan pungutan tidak resmi, permintaan dokumen tambahan di luar aturan, serta proses yang ditunda-tunda tanpa kepastian.

Hal ini membuat biaya dan waktu pengurusan semakin berat bagi masyarakat adat.

 

5. Risiko Privatisasi Pasca-PTSL

Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) membuka peluang tanah ulayat bergeser ke kepemilikan pribadi.

BACA JUGA :  Pedagang Kaki Lima pasar 16 Ilir Palembang Menuntut Keadilan

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran hilangnya hak kolektif.

 

6. Kelemahan Posisi Hukum di Pengadilan

Sertifikat formal lebih kuat dibanding klaim ulayat berbasis adat.

Tanpa dokumen resmi, posisi masyarakat adat sering kalah dalam persidangan.

 

7. Regulasi Baru Menimbulkan Polemik

Permen ATR/BPN No. 14 Tahun 2024 menggantikan aturan lama dan membuka opsi Hak Pengelolaan (HPL) di tanah ulayat.

Skema ini dikhawatirkan memberi celah masuknya pihak ketiga, sementara masyarakat adat semakin tersisih.

 

 

Kutipan Tokoh Adat

Ketua LKAAM Sumatera Barat, Fauzi Bahar, menegaskan:
“Tanah ulayat adalah identitas dan sumber kehidupan orang Minangkabau. Jika pengurusannya dipersulit oleh regulasi yang berlapis dan aparatur yang berbelit-belit, maka hak kolektif masyarakat akan semakin terancam. Pemerintah harus hadir untuk mempermudah, bukan malah memperumit.”

Sementara itu, Ketua Lakam, Azwar Sirri, menyampaikan:
“Masyarakat sudah berulang kali mengurus, tapi sering dipingpong dari satu meja ke meja lain. Ada pula syarat tambahan yang tidak jelas dasarnya. Kami berharap pemerintah dan BPN memberikan jalan yang jelas agar tanah ulayat bisa diakui secara sah tanpa memberatkan rakyat.”

📌 Kesimpulan
Hambatan pengurusan sertifikat tanah ulayat bukan hanya soal teknis, tetapi menyangkut politik pengakuan, birokrasi aparatur, dan regulasi yang belum berpihak penuh pada masyarakat adat. Jika tidak segera dibenahi, tanah ulayat berisiko besar tergerus oleh kepentingan pihak lain.

Penulis : Ziqro fernando

Editor : Ziqro fernando

Sumber Berita : Tim wartawan

Berita Terkait

Orang Tua Kader PKS Palaran Jadi Korban Kecelakaan, Penabrak Diduga Kabur dari Rumah Sakit
Eksorsisme atau Skizofrenia? Mengurai Ambiguitas Kerasukan dalam Perspektif Medis dan Teologis
Meriah West Java Festival (WJF) 2025 Guncang Kiara Artha Park Bandung
Galian C dan PETI Marak di Kelurahan Kampung Baruh Tabir, Abu Bakar Diduga Jadi Aktor Lapangan
Tim Jelajah Titik Cahaya Tempuh Perjalanan Ekstrem untuk Survei Kebutuhan Masjid di Pedalaman Timor 
Ambiguitas Konsep ‘Menguji Kepatuhan’ dalam Pemeriksaan Pajak: Kritik terhadap Pasal 12A PMK 15/2025
The Seven Lakes Festival 2025 Probolinggo Sukses di Gelar, Ini Harapan Pengunjung 7 Danau dan 7 Air Terjun 
Savira, Yatim Piatu Penderita Tumor Langka Butuh Pertolongan, Bupati Merangin Diharap Hadirkan Kepedulian
Berita ini 28 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 9 November 2025 - 08:32 WIB

Orang Tua Kader PKS Palaran Jadi Korban Kecelakaan, Penabrak Diduga Kabur dari Rumah Sakit

Sabtu, 8 November 2025 - 21:28 WIB

Eksorsisme atau Skizofrenia? Mengurai Ambiguitas Kerasukan dalam Perspektif Medis dan Teologis

Sabtu, 8 November 2025 - 20:27 WIB

Meriah West Java Festival (WJF) 2025 Guncang Kiara Artha Park Bandung

Sabtu, 8 November 2025 - 14:41 WIB

Galian C dan PETI Marak di Kelurahan Kampung Baruh Tabir, Abu Bakar Diduga Jadi Aktor Lapangan

Sabtu, 8 November 2025 - 13:19 WIB

Tim Jelajah Titik Cahaya Tempuh Perjalanan Ekstrem untuk Survei Kebutuhan Masjid di Pedalaman Timor 

Sabtu, 8 November 2025 - 10:05 WIB

The Seven Lakes Festival 2025 Probolinggo Sukses di Gelar, Ini Harapan Pengunjung 7 Danau dan 7 Air Terjun 

Sabtu, 8 November 2025 - 09:49 WIB

Savira, Yatim Piatu Penderita Tumor Langka Butuh Pertolongan, Bupati Merangin Diharap Hadirkan Kepedulian

Sabtu, 8 November 2025 - 09:02 WIB

Terindikasi Dugaan Kongkalikong, Pengadaan Barang dan Jasa serta Pengelolaan Gizi RSUD Waluyo jati 

Berita Terbaru