Suarautama.id | Halmahera Selatan – Polemik distribusi minyak tanah bersubsidi di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) makin memanas. Dugaan keterlibatan pejabat Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag) Halsel kini mengarah langsung pada Kepala Bidang (Kabid) Perdagangan berinisial NK, yang disebut-sebut memiliki pangkalan minyak tanah di wilayah Bacan Barat.
Sejumlah sumber menyebut, minyak tanah subsidi yang seharusnya dijual sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp6.000 per liter, justru dilepas hingga Rp8.000 per liter saat masuk ke Desa Nondang. Kondisi ini jelas merugikan masyarakat kecil yang masih bergantung penuh pada BBM subsidi.
“Minyak dari Indari masuk ke Nondang pakai bodi besar warna kuning, dan dijual Rp8.000 per liter. Padahal HET cuma Rp6.000,” ungkap seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Informasi lain bahkan menguatkan bahwa pangkalan tersebut diduga dikelola oleh keluarga dekat NK untuk menghindari sorotan publik. Tidak hanya itu, sejumlah pemilik pangkalan di sekitar Kota Labuha juga mengaku kerap dimintai setoran oleh oknum tersebut.
“Kami juga dibebankan untuk setor minyak ke NK,” tegas salah seorang pemilik pangkalan.
Namun, ketika dikonfirmasi, Kabid Perdagangan enggan memberikan jawaban. Ia justru melempar klarifikasi kepada Kepala Dinas Perindagkop, Ani Rajilun. Sikap bungkam ini semakin menimbulkan kecurigaan publik.
“Kalau memang tidak terlibat, mestinya Kabid sendiri yang berani menjelaskan, bukan menghindar dan melempar tanggung jawab ke Kadis,”
Praktisi hukum Mudafar Hi Din, S.H. menegaskan, dugaan keterlibatan pejabat dalam bisnis BBM bersubsidi bukan perkara sepele, melainkan tindak pidana serius.
“BBM subsidi itu jelas diatur. Jika ada pejabat yang bermain, maka itu melanggar UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020, serta Perpres Nomor 191 Tahun 2014. Pasal 55 UU Migas menegaskan, penyalahgunaan niaga BBM bersubsidi dapat dipidana penjara hingga 6 tahun dan denda Rp60 miliar,” tegas Mudafar.
Ia mendesak Polres Halsel untuk segera membuka penyelidikan tanpa pandang bulu.
“Ini bukan soal administrasi, tapi tindak pidana yang merugikan rakyat kecil. Aparat penegak hukum harus segera bertindak tegas,” pungkasnya.
Hingga berita ini dipublikasikan, Kepala Dinas Perindagkop Halsel, Ani Rajilun, belum memberikan keterangan resmi. Publik mendesak Bupati Bassam Kasuba dan Wakil Bupati Halsel untuk turun tangan menertibkan pangkalan-pangkalan nakal sekaligus menindak pejabat yang diduga bermain dalam distribusi minyak tanah bersubsidi.
Penulis : Rafsanjani M.utu
Editor : Admin Suarautama.id
Sumber Berita : Wawancara















