SUARA UTAMA – Krisis kemanusiaan di Gaza telah mencapai titik nadir. Ribuan warga sipil — terutama anak-anak dan perempuan — menjadi korban dari konflik berkepanjangan yang terus menelan korban jiwa. Laporan organisasi internasional menyebutkan bahwa lebih dari separuh korban jiwa sejak pecahnya eskalasi terbaru adalah kelompok rentan: anak-anak, perempuan, dan lansia. Di tengah situasi yang semakin memburuk, seruan global pun menggema: PBB dan dunia Islam harus segera bertindak untuk mengevakuasi warga sipil Gaza sebelum terlambat.
Realitas di Lapangan: Krisis Kemanusiaan yang Tak Terbantahkan
Gaza kini ibarat penjara terbuka. Infrastruktur kesehatan lumpuh, rumah sakit kewalahan, akses listrik dan air bersih terputus, dan obat-obatan semakin menipis. Menurut laporan UN OCHA, lebih dari 70% fasilitas medis rusak atau tidak berfungsi. Anak-anak yang seharusnya bermain, kini hidup dalam ketakutan setiap hari. Situasi ini bukan sekadar tragedi, tetapi ancaman nyata terhadap generasi mendatang.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
PBB: Perlu Beranjak dari Retorika ke Aksi Nyata
Sebagai organisasi internasional yang memikul mandat menjaga perdamaian dan keamanan dunia, PBB telah mengeluarkan resolusi demi resolusi, tetapi implementasinya kerap terhambat oleh veto negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan. Retorika saja tidak cukup. Sekretaris Jenderal PBB harus menggalang misi kemanusiaan bersama negara-negara anggota untuk membentuk koridor kemanusiaan aman (safe humanitarian corridor) dan mengoordinasikan evakuasi warga sipil.
Dunia Islam: Dari Solidaritas Simbolik ke Gerakan Nyata
Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan negara-negara mayoritas Muslim memikul tanggung jawab moral yang besar. Dukungan simbolik seperti doa dan pernyataan keprihatinan penting, tetapi tidak cukup. Negara-negara seperti Turki, Qatar, Mesir, dan Indonesia dapat memimpin upaya nyata:
- Mendorong gencatan senjata sementara untuk membuka akses kemanusiaan.
- Mendirikan rumah sakit lapangan di perbatasan Gaza.
- Menawarkan suaka sementara bagi anak-anak, perempuan, dan korban luka parah yang memerlukan perawatan medis lanjutan.
Pendapat Pakar dan Tokoh Dunia
Prof. Richard Falk, mantan Pelapor Khusus PBB untuk Palestina, menegaskan bahwa kegagalan dunia internasional mengevakuasi korban sipil adalah pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional. Sementara itu, cendekiawan Muslim Dr. Tariq Ramadan menekankan pentingnya solidaritas praktis: “Dunia Islam harus berhenti hanya bereaksi emosional. Kita perlu menciptakan sistem perlindungan nyata bagi mereka yang tak berdaya.”
Pandangan Media dan Ormas
Media global seperti The Guardian dan Al Jazeera menyoroti bahwa setiap hari keterlambatan berarti bertambahnya jumlah korban. Di Indonesia, ormas seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama menyerukan pemerintah untuk memimpin diplomasi kemanusiaan di PBB dan OKI.
Analisis Penulis
Langkah evakuasi ini bukan hanya urusan kemanusiaan, tetapi juga ujian bagi tata dunia internasional. Jika PBB gagal, maka kredibilitasnya sebagai penjamin perdamaian global akan semakin dipertanyakan. Bagi dunia Islam, ini adalah momen sejarah untuk menunjukkan bahwa solidaritas Muslim bukan hanya slogan, tetapi gerakan nyata yang menyelamatkan nyawa.
Kesimpulan: Dunia tidak boleh berpangku tangan. PBB dan dunia Islam harus segera membentuk misi kemanusiaan terkoordinasi untuk mengevakuasi anak-anak, perempuan, dan warga sipil Gaza. Koridor kemanusiaan harus dijaga oleh pasukan penjaga perdamaian internasional agar aman dari serangan. Setiap jam keterlambatan berarti satu nyawa melayang. Saatnya bergerak — bukan hanya berbicara.














