Rakyat Bangkit Melawan Korupsi : Sinyal Dimulainya Revolusi Kebudayaan Indonesia ?

- Penulis

Kamis, 10 Juli 2025 - 19:56 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gambar Ilustrasi Monopoli uang dan Kekuasaa, Pixabay 2025.

Gambar Ilustrasi Monopoli uang dan Kekuasaa, Pixabay 2025.

SUARA UTAMA – Setelah digaungkan Isu Korupsi dan Perampasan Asetnya oleh berbagai fihak termasuk aksi demo tuntutan rakyat tersebut. Menandai Gelombang kemarahan publik terhadap korupsi kembali meningkatkan tensi politik di berbagai kalangan. Di berbagai kota, aksi massa, petisi daring, dan diskusi publik menyerukan perampasan aset koruptor sebagai bentuk pertanggungjawaban konkret, bukan sekadar pemidanaan. Di tengah krisis kepercayaan terhadap lembaga-lembaga negara, muncul pertanyaan yang menggugah: Apakah ini pertanda dimulainya revolusi kebudayaan Indonesia — sebuah transformasi nilai sosial terhadap kejahatan luar biasa bernama korupsi?

  1. Ketika Tuntutan Rakyat Menjadi Gerakan Moral

Tuntutan rakyat bukan lagi sekadar wacana akademik atau jargon politik. Ia menjelma menjadi gerakan moral kolektif, menembus sekat sosial dan politik. Di ruang publik, di media sosial, bahkan di masjid, gereja, kampus, dan forum RT, perbincangan tentang pengembalian aset koruptor menjadi gema bersama yang melintasi sekat kelas dan ideologi.

  1. Pandangan Tokoh Politik: Reformasi Tak Lagi Cukup, Harus Revolusi Etika

Menurut Dr. Mahfud MD, mantan Menko Polhukam:

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Rakyat Bangkit Melawan Korupsi : Sinyal Dimulainya Revolusi Kebudayaan Indonesia ? Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Selama ini, hukum kita terlalu lunak terhadap korupsi. Perampasan aset harus jadi pintu masuk menuju revolusi moral. Ini bukan sekadar tindakan hukum, tapi pembalikan paradigma—bahwa korupsi adalah pengkhianatan terhadap hak rakyat.”

Ahmad Ali, politisi dari partai reformis, menambahkan:

“Ketika rakyat menuntut pengembalian aset, itu adalah bentuk perlawanan terhadap kemapanan korupsi. Ini bukan sekadar soal uang negara, tapi tentang harga diri bangsa.”

  1. Suara Agama: Korupsi Merusak Akhlak Kolektif

Tokoh-tokoh agama pun angkat bicara. Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, menyebut:

“Korupsi adalah pengingkaran terhadap nilai-nilai ketauhidan dan keadilan. Menuntut pengembalian aset adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar dalam kehidupan berbangsa.”

Senada, Prof. Haedar Nashir dari Muhammadiyah menyatakan:

“Kita butuh revolusi akhlak di segala lini. Rakyat sedang memberi sinyal bahwa sistem nilai kita perlu dibenahi dari dasar.”

  1. Akademisi: Ini Fase Ketiga Reformasi – Revolusi Budaya

Pengamat sosial politik dari UGM, Prof. Dr. Sutaryo, melihat ini sebagai babak baru reformasi:

“Fase pertama reformasi adalah politik, kedua hukum, dan ketiga adalah etika dan budaya. Perlawanan rakyat terhadap korupsi merupakan bentuk transformasi kebudayaan. Revolusi nilai ini yang paling menentukan.”

Dr. Alissa Wahid, psikolog dan aktivis, juga mengingatkan:

“Jika kita ingin generasi mendatang membenci korupsi, kita harus menciptakan budaya yang mengejek, bukan memaklumi koruptor.”

Di media sosial, tagar seperti #RampasAsetKoruptor, #KorupsiAdalahPerampokan, dan #RevolusiKebudayaan terus menjadi trending topic, menandakan bahwa isu ini telah menjadi kesadaran kolektif.

5. Pandangan Media Nasional

  • The Jakarta Post membahas bahwa korupsi telah “menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia” dan mencatat perlunya reformasi karakter dan sistemik agar gerakan antikorupsi dapat tumbuh nyata fh.unila.ac.id.
  • Detik News menggambarkan narasi “bangkit bersama melawan korupsi dan perusak NKRI”, menekankan perlunya semangat kolektif dalam menghadapi penyakit bangsa ini detik.com+1news.detik.com+1.
  • Studi akademik di Indonesia Media Law Review dan jurnal lainnya menyebut bahwa pendidikan karakter dan media seperti komik jurnalistik dan bahan ajar Pancasila perlu menjadi instrumen utama untuk membentuk budaya antikorupsi jangka panjang unnes.ac.id.
BACA JUGA :  Memaknai Iedul Fitri Untuk Menjadi Dirimu Sendiri

Secara umum, media nasional menyoroti urgensi reformasi moral dan sistemik dari dalam, sementara media internasional melihat perlawanan ini sebagai bagian dari perjuangan global terhadap korupsi dan represi kekuasaan, dengan harapan agar ini tak hanya bersifat simbolik, tetapi benar-benar sistematis dan berkeadilan.

  1. Risiko dan Catatan Kritis: Pedang Bermata Dua

Namun, di balik semangat kolektif ini, sejumlah pihak mengingatkan bahwa kebijakan perampasan aset juga menyimpan potensi penyalahgunaan jika tidak dikawal secara ketat.

Pengamat hukum tata negara Prof. Zainal Arifin Mochtar menegaskan:

“Kita harus hati-hati. Perampasan aset bisa menjadi alat represi jika dilakukan tanpa prosedur hukum yang transparan. Apalagi jika dijadikan senjata politik terhadap lawan atau rakyat kecil.”

Aktivis HAM Usman Hamid menambahkan:

“Tanpa pengawasan publik, ini bisa berubah dari gerakan moral menjadi alat otoritarianisme baru.”

  1. Solusi: Transparansi dan Pengawasan Rakyat

Karena itu, banyak pihak mendorong agar kebijakan perampasan aset disertai mekanisme akuntabel: mulai dari pengadilan terbuka, lembaga independen, hingga partisipasi masyarakat sipil sebagai pengawas proses.

Komnas HAM juga menekankan perlunya mekanisme pemulihan jika terjadi kesalahan penyitaan.

  1. Menuju Revolusi Kebudayaan: Apakah Kita Siap?

Revolusi kebudayaan bukan berarti kekerasan atau penggulingan sistem, melainkan perubahan radikal dalam kesadaran sosial dan nilai-nilai kolektif. Ini adalah perjuangan panjang untuk menjadikan integritas sebagai bagian dari kepribadian bangsa.

Dr. Yudi Latif, cendekiawan kebangsaan, menyimpulkan:

“Jika kita ingin Indonesia yang lebih bermartabat, maka budaya antikorupsi harus dimulai dari cara berpikir, bertindak, dan memilih pemimpin. Revolusi budaya adalah jalan terberat, tapi paling menentukan.”

Penutup: Harapan dan Kehati-hatian

Hari ini, rakyat sedang menulis babak baru sejarah. Mereka bangkit, bukan hanya untuk melawan korupsi, tetapi untuk merebut kembali nilai-nilai dasar kebangsaan. Namun, gerakan ini juga harus terus dikawal agar tidak berubah arah.

Revolusi kebudayaan Indonesia—jika benar-benar dimulai—haruslah mengakar pada keadilan, akuntabilitas, dan kemanusiaan. Perampasan aset koruptor bisa menjadi simbol kemenangan rakyat, atau justru bumerang jika tidak dikawal dengan bijak.

Seperti pesan Bung Hatta:

“Korupsi tumbuh subur karena tidak adanya budaya malu. Tapi ketika rakyat bangkit, budaya bisa diubah. Itu adalah awal dari kebangkitan bangsa.”

Sumber Berita : Referensi : 1. Mahfud MD – Pernyataan dalam berbagai forum dan wawancara terkait perampasan aset koruptor o Sumber: CNN Indonesia (2023), Kompas TV (2022), Tempo (2021) o Kutipan: “Perampasan aset koruptor adalah keadilan substantif, bukan balas dendam.” 2. Zainal Arifin Mochtar – Pakar Hukum Tata Negara, UGM o Artikel: "Perampasan Aset dan Hukum Acara Pidana", Jurnal Hukum UGM, Vol. 41 No. 3 o Wawancara Tempo, 2023: “Tanpa dasar hukum dan proses yang kuat, perampasan aset bisa menjadi alat kekuasaan.” 3. Indonesia Corruption Watch (ICW) o Laporan: Tren dan Evaluasi Penindakan Korupsi di Indonesia Tahun 2023 o Website: www.antikorupsi.org 4. Yudi Latif – Cendekiawan Kebangsaan, penulis “Negara Paripurna” o Buku: Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Gramedia, 2011) o Pernyataan tentang “revolusi nilai” dan urgensi pendidikan karakter. 5. KH Yahya Cholil Staquf – Ketua Umum PBNU o Pernyataan: Muktamar NU 2022 dan wawancara Republika (2023): “Korupsi adalah bentuk penghianatan terhadap amanah rakyat.” 6. Prof. Haedar Nashir – Ketua Umum PP Muhammadiyah o Sumber: Muhammadiyah.or.id (2023) o Pandangan soal “etos anti-korupsi sebagai basis dakwah sosial”. 7. Komnas HAM o Rekomendasi Komnas HAM atas RUU Perampasan Aset, 2024 o Dokumen resmi dan siaran pers, dapat diakses melalui: komnasham.go.id 8. Usman Hamid – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia o Pernyataan di Tirto.id dan The Conversation: “Hukum jangan dijadikan senjata untuk musuh politik.” 9. Dr. Alissa Wahid – Koordinator Jaringan Gusdurian o Artikel: Membangun Budaya Jujur di Tengah Tantangan Korupsi, Harian Kompas (2022)

Berita Terkait

Krisis Penegakan Hukum di Indonesia
Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola
Pernah Berhadapan dengan Hukum, Eko Wahyu Pramono Kini Aktif di Advokasi Publik
Memahami SP2DK dari Kacamata Wajib Pajak dan Fiskus
Moekajat Fun Camp 2025 #1 Sukses Digelar, Pererat Kebersamaan Keluarga Lintas Generasi
FES 2025 Dorong Kolaborasi Positif Generasi Muda Lewat Sport, Expo, dan SEKSOS
Opini: Bayi Panda Raksasa Pertama Indonesia — Harapan Baru Konservasi dari Pelukan Sang Induk
Berita ini 19 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 13 Desember 2025 - 15:21 WIB

Krisis Penegakan Hukum di Indonesia

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:16 WIB

Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:11 WIB

Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola

Jumat, 12 Desember 2025 - 18:30 WIB

Pernah Berhadapan dengan Hukum, Eko Wahyu Pramono Kini Aktif di Advokasi Publik

Jumat, 12 Desember 2025 - 17:49 WIB

Memahami SP2DK dari Kacamata Wajib Pajak dan Fiskus

Jumat, 12 Desember 2025 - 17:13 WIB

Moekajat Fun Camp 2025 #1 Sukses Digelar, Pererat Kebersamaan Keluarga Lintas Generasi

Jumat, 12 Desember 2025 - 16:54 WIB

FES 2025 Dorong Kolaborasi Positif Generasi Muda Lewat Sport, Expo, dan SEKSOS

Jumat, 12 Desember 2025 - 14:45 WIB

Opini: Bayi Panda Raksasa Pertama Indonesia — Harapan Baru Konservasi dari Pelukan Sang Induk

Berita Terbaru

Gambar Kegiatan Jambore Pos Yandu Kabupaten Subang 2025 – Sabtu, 13/12/2025.

Berita Utama

Jambore Posyandu Jadi Momentum, Honor Kader di Subang Dinaikkan

Sabtu, 13 Des 2025 - 22:45 WIB

Dr. Firman Tobing

Hukum

Krisis Penegakan Hukum di Indonesia

Sabtu, 13 Des 2025 - 15:21 WIB