Tarif Baru AS Hantam Tambak Udang Rakyat, Pemerintah Masih Bungkam

- Penulis

Rabu, 9 April 2025 - 08:33 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Proses Panen Udang di Tambak Rakyat Bumi Dipasena, Lampung ||suarautama.id

Proses Panen Udang di Tambak Rakyat Bumi Dipasena, Lampung ||suarautama.id

SUARA UTAMA, Tulang Bawang- Kebijakan tarif ekspor baru yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) kembali menghantam industri udang nasional. Tak hanya memukul eksportir besar, dampak paling dalam justru dirasakan petambak rakyat, ambil contoh di kawasan seperti eks-Dipasena, Lampung — yang sejak lama menjadi tulang punggung budidaya udang nasional.

AS merupakan pasar utama ekspor udang Indonesia. Sepanjang 2023, ekspor ke negara tersebut mencapai USD 1,1 miliar, atau 58,1% dari total ekspor perikanan Indonesia ke AS. Namun sejak 2024, tuduhan praktik dumping dari otoritas perdagangan AS mengakibatkan bea masuk tambahan. Meski tarif antidumping sempat diturunkan dari 6,3% menjadi 3,9% pada Oktober 2024, dampaknya di lapangan masih membekap petambak kecil yang nyaris tak memiliki bantalan perlindungan.

Pengurus DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) sekaligus petambak Udang di Rawajitu Timur, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, Arie Suharso, Rabu (9/4/2024), menyampaikan bahwa udang bukan komoditas domestik. Kalau ekspor terganggu, kami langsung goyah. Sementara pasar lokal belum jadi solusi. “Kalau hasil produksi udang bermasalah dipasaran ekspor, pasti akan terdampak juga bagi petani tambak seperti kami ini” ujar Arie.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Tarif Baru AS Hantam Tambak Udang Rakyat, Pemerintah Masih Bungkam Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Arie, krisis tarif ini datang di saat yang salah. Tambak-tambak rakyat, terutama di wilayah eks-Dipasena, sudah menghadapi berbagai tekanan berat, contoh: penyakit udang seperti AHPND dan EHP yang terus bermutasi, keterbatasan teknologi, sulitnya akses modal, serta infrastruktur tambak yang menua. Ditambah lagi, harga jual di tingkat tambak yang tak beranjak akibat dominasi eksportir besar.

BACA JUGA :  Pembongkaran Gedung Bekas Pabrik Pakan Bestari Indoprima Menimbulkan Kontroversi di Internal P3UW Lampung 

“Kami ini produsen utama, tapi posisi kami selalu paling lemah. Negara belum hadir untuk menyeimbangkan situasi,” tegas Arie

Hingga kini, belum ada respons konkret dari pemerintah, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), untuk melindungi petambak dari tekanan eksternal seperti ini. Sementara petambak menanti program nyata seperti, revitalisasi tambak lama, pelatihan pengendalian penyakit, dukungan akses permodalan dan pasar alternatif, hingga proteksi harga melalui kebijakan yang adil.

Karenanya, menurut Arie Suharso, KNTI mendorong agar negara segera mengubah pendekatan pembangunan perikanan dari yang semata berbasis target produksi ekspor menjadi berorientasi keadilan dan keberlanjutan. “Tanpa intervensi struktural, Indonesia berisiko kehilangan ratusan ribu hektare tambak rakyat yang selama ini berproduksi tanpa pamrih dari balik bayang-bayang statistik nasional.” Tutup Arie.

Fenomena ini mengisyaratkan satu hal, ketika kebijakan global menghantam, petambak kecil selalu jadi korban pertama. Negara tak boleh lagi menutup mata. Perlindungan terhadap sektor hulu seperti tambak rakyat harus menjadi prioritas dalam diplomasi ekonomi, bukan hanya memikirkan neraca ekspor atau kepentingan korporasi besar.

Penulis : Nafian faiz

Berita Terkait

Perlu Normalisasi Sungai Batang Gasan yang Masuk ke Pemukiman Penduduk di Korong Piliang
Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Andi Jadi Sorotan: Pembangunan Sumur Bor di Kelurahan Mampun Diduga Tak Sesuai Aturan Transparansi
Proyek Sumur Bor APBN di Dusun Baru Diduga Tidak Transparan, Warga Pertanyakan Tanpa Papan Informasi
Bidan PPPK Desa Beringin Sanggul Dinilai Tak Maksimal, Warga Minta Dinkes Merangin Turun Tangan
Ironi Merangin: Jembatan Hampir Ambruk, Warga Terjatuh, Pemerintah Belum Juga Hadir
Proyek Drainase Tanpa Papan Informasi di Kelurahan Mampun Diduga Milik CV Masyarakat Merangin Mandiri: Warga Pertanyakan Transparansi
Menjelang Nataru, harga Cabai di pasar Simpang Pematang melonjak tajam
Berita ini 973 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 13 Desember 2025 - 15:32 WIB

Perlu Normalisasi Sungai Batang Gasan yang Masuk ke Pemukiman Penduduk di Korong Piliang

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:16 WIB

Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Sabtu, 13 Desember 2025 - 06:46 WIB

Andi Jadi Sorotan: Pembangunan Sumur Bor di Kelurahan Mampun Diduga Tak Sesuai Aturan Transparansi

Sabtu, 13 Desember 2025 - 05:16 WIB

Bidan PPPK Desa Beringin Sanggul Dinilai Tak Maksimal, Warga Minta Dinkes Merangin Turun Tangan

Jumat, 12 Desember 2025 - 22:12 WIB

Ironi Merangin: Jembatan Hampir Ambruk, Warga Terjatuh, Pemerintah Belum Juga Hadir

Jumat, 12 Desember 2025 - 21:53 WIB

Proyek Drainase Tanpa Papan Informasi di Kelurahan Mampun Diduga Milik CV Masyarakat Merangin Mandiri: Warga Pertanyakan Transparansi

Jumat, 12 Desember 2025 - 20:02 WIB

Menjelang Nataru, harga Cabai di pasar Simpang Pematang melonjak tajam

Jumat, 12 Desember 2025 - 18:30 WIB

Pernah Berhadapan dengan Hukum, Eko Wahyu Pramono Kini Aktif di Advokasi Publik

Berita Terbaru

Dr. Firman Tobing

Hukum

Krisis Penegakan Hukum di Indonesia

Sabtu, 13 Des 2025 - 15:21 WIB