Ali Syariati: Inspirasi Sosial bagi Gerakan Perubahan

- Penulis

Jumat, 20 Juni 2025 - 17:04 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

SUARA UTAMA –  Sekilas menyimak Riwayat, DR. Ali Syariati (1933–1977) adalah salah satu pemikir Muslim paling berpengaruh di dunia Islam modern, terutama dalam konteks Iran menjelang Revolusi Islam 1979. Ia dikenal sebagai intelektual yang memadukan Islam dengan teori-teori sosial modern guna mendorong kesadaran, pembebasan, dan transformasi sosial. Gagasan-gagasannya banyak menginspirasi gerakan perlawanan terhadap tirani dan stagnasi budaya, baik dari imperialisme Barat maupun konservatisme internal Islam itu sendiri.

Membaca ulang pemikiran Ali Syariati penting untuk memahami bagaimana Islam dapat berfungsi sebagai kekuatan emansipatoris dan progresif dalam menghadapi ketidakadilan sosial dan hegemoni ideologi dominan. Dalam tulisan ini, akan dikaji secara sistematis pemikiran sosial Syariati dan relevansinya terhadap perubahan sosial progresif.

1. Latar Belakang Intelektual dan Konteks Historis
Ali Syariati tumbuh dalam lingkungan religius dan aktivis. Ia belajar di Iran dan Prancis, di mana ia terpapar pemikiran sosiologis Barat seperti Marx, Sartre, dan Fanon. Konteks Iran yang otoriter, di bawah kekuasaan Shah, menjadi latar penting dalam pembentukan gagasannya. Syariati tidak hanya mengkritik dominasi Barat (imperialisme), tetapi juga stagnasi ulama tradisional dan ketidaksensitifan mereka terhadap penderitaan rakyat.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Ali Syariati: Inspirasi Sosial bagi Gerakan Perubahan Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

2. Islam sebagai Ideologi Perlawanan
Berbeda dari pendekatan normatif-tradisional terhadap Islam, Syariati memandang Islam sebagai ideologi pembebasan (ideologiy-e rahi). Bagi Syariati, Islam yang sejati adalah Islam para nabi yang berpihak pada kaum mustadh’afin (tertindas), bukan Islam kaum istikbar (penindas).
Ia membedakan antara dua bentuk Islam:
• Islam Muhammadi: Islam yang revolusioner, transformatif, dan membela keadilan sosial.
• Islam Safawi (Savafid Islam): Islam institusional, elitis, dan digunakan sebagai alat legitimasi kekuasaan.
Dengan membingkai Islam sebagai kekuatan ideologis untuk perubahan, Syariati berusaha memulihkan makna asli dari pesan Islam sebagai pembebas umat manusia dari eksploitasi, keterasingan, dan ketertindasan.

3. Manusia, Kesadaran, dan Tanggung Jawab Sejarah
Salah satu kontribusi filsafat sosial Syariati adalah konsep “manusia bertanggung jawab atau humans are responsible ”. Manusia, menurutnya, adalah makhluk historis yang memiliki misi. Ia menolak determinisme baik dalam bentuk teologi fatalistik maupun ekonomi Marxis yang reduktif.
Dalam pandangan Syariati, manusia memiliki kebebasan, kesadaran (syu’ur), dan tanggung jawab terhadap sejarah. Karena itu, perubahan sosial tidak bisa ditunggu, tapi harus diperjuangkan oleh manusia yang sadar dan aktif. Hal ini ditekankan dalam istilahnya yang terkenal: “Setiap orang adalah Husain, dan setiap hari adalah Asyura.” Artinya Ini mengimplikasikan bahwa perjuangan melawan kezaliman adalah tugas setiap manusia dalam setiap waktu.

BACA JUGA :  90 Unit PETI di Solok Libatkan Oknum Aparat dan Anggota DPRD. Apa Benar?

4. Revolusi sebagai Proyek Spiritual dan Sosial
Revolusi, dalam pandangan Syariati, bukan sekadar pergantian rezim atau sistem ekonomi. Revolusi adalah transformasi menyeluruh—spiritual, budaya, dan sosial. Ia mengkritik revolusi materialistik yang hanya menekankan struktur tanpa menyentuh jiwa rakyat. Oleh karena itu, Syariati menekankan pentingnya “revolusi kesadaran” sebagai prasyarat perubahan sosial yang otentik dan berkelanjutan.
Ia menyatukan spiritualitas Islam dengan semangat revolusioner modern: jihad bukan hanya melawan musuh eksternal, tetapi juga melawan stagnasi spiritual dan mental.

5. Kritik terhadap Kapitalisme, Marxisme, dan Klerikalisme
Syariati memberikan kritik tajam terhadap:
• Kapitalisme, yang ia anggap merusak nilai-nilai kemanusiaan dan menciptakan ketimpangan sosial.
• Marxisme, meskipun ia mengadopsi beberapa elemen analisis kelasnya, namun ia menolak ateisme dan materialismenya.
• Klerikalisme, di mana institusi agama menjadi alat pembekuan kesadaran dan legitimasi tirani.
Bagi Syariati, pembebasan sejati hanya mungkin jika spiritualitas dan keadilan sosial berjalan bersama. Inilah yang membedakan pendekatannya dari sekularisme kiri maupun konservatisme kanan.
6. Warisan dan Relevansi Kontemporer
Pemikiran Syariati masih relevan hingga kini, khususnya dalam konteks masyarakat Muslim yang mengalami ketimpangan sosial, otoritarianisme, dan krisis identitas.
Di tengah kebangkitan fundamentalisme dan neoliberalisme global, Syariati menawarkan jalan tengah: progresivisme spiritual yang berakar pada Islam namun terbuka terhadap wacana sosial modern.
Gagasan-gagasan Syariati juga dapat menjadi inspirasi bagi gerakan sosial dan pendidikan kritis di dunia Muslim, yang tidak hanya mengejar perubahan struktural, tetapi juga transformasi kesadaran rakyat.
Akhir dalam Membaca ulang Ali Syariati adalah usaha penting dalam mencari bentuk perubahan sosial yang tidak tercerabut dari akar spiritualitas dan budaya. Ia mengajarkan bahwa Islam bukan sekadar agama ibadah personal, tetapi juga kekuatan revolusioner yang mampu membebaskan manusia dari penindasan struktural dan keterasingan eksistensial.

Dengan memadukan semangat keislaman dan teori sosial progresif, Syariati menjadi simbol perlawanan intelektual terhadap ketidakadilan, sekaligus penyeru untuk bangkitnya kesadaran historis umat dalam mewujudkan tatanan sosial yang lebih adil dan manusiawi.

Penulis : Tonny Rivani

Editor : Andre Hariyanto

Sumber Berita : UGM

Berita Terkait

Anak Usia Sekitar 10 Tahun Kesetrum Listrik di GMK, Beruntung PKL dan Paguyuban Sigap Mengambil Tindakan 
Jambore Posyandu Jadi Momentum, Honor Kader di Subang Dinaikkan
Krisis Penegakan Hukum di Indonesia
Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola
Pernah Berhadapan dengan Hukum, Eko Wahyu Pramono Kini Aktif di Advokasi Publik
Memahami SP2DK dari Kacamata Wajib Pajak dan Fiskus
Moekajat Fun Camp 2025 #1 Sukses Digelar, Pererat Kebersamaan Keluarga Lintas Generasi
Berita ini 64 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 14 Desember 2025 - 12:46 WIB

Anak Usia Sekitar 10 Tahun Kesetrum Listrik di GMK, Beruntung PKL dan Paguyuban Sigap Mengambil Tindakan 

Sabtu, 13 Desember 2025 - 22:45 WIB

Jambore Posyandu Jadi Momentum, Honor Kader di Subang Dinaikkan

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:16 WIB

Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:11 WIB

Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola

Jumat, 12 Desember 2025 - 18:30 WIB

Pernah Berhadapan dengan Hukum, Eko Wahyu Pramono Kini Aktif di Advokasi Publik

Jumat, 12 Desember 2025 - 17:49 WIB

Memahami SP2DK dari Kacamata Wajib Pajak dan Fiskus

Jumat, 12 Desember 2025 - 17:13 WIB

Moekajat Fun Camp 2025 #1 Sukses Digelar, Pererat Kebersamaan Keluarga Lintas Generasi

Jumat, 12 Desember 2025 - 16:54 WIB

FES 2025 Dorong Kolaborasi Positif Generasi Muda Lewat Sport, Expo, dan SEKSOS

Berita Terbaru

Gambar Kegiatan Jambore Pos Yandu Kabupaten Subang 2025 – Sabtu, 13/12/2025.

Berita Utama

Jambore Posyandu Jadi Momentum, Honor Kader di Subang Dinaikkan

Sabtu, 13 Des 2025 - 22:45 WIB

Berita Utama

Urgennya Normalisasi Sungai Batang Gasan

Sabtu, 13 Des 2025 - 15:32 WIB