Kritik Tak Harus Selalu Halus

- Penulis

Jumat, 25 April 2025 - 08:49 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Nafian Faiz. Dok Pribadi. (suarautama.id)

Nafian Faiz. Dok Pribadi. (suarautama.id)

SUARA UTAMA- Di negeri ini, kritik kerap dituduh tidak sopan hanya karena mengatakan kebenaran. Padahal, tak semua yang keras itu kasar, dan tak semua yang halus itu benar. Ungkapan seperti “Kritik boleh, asal santun” terdengar bijak, tapi tak jarang digunakan untuk membatasi kritik yang dianggap mengganggu kenyamanan kekuasaan atau citra.

Jika kita benar-benar ingin memperbaiki keadaan, maka kritik adalah salah satu instrumen penting. Tanpa kritik, kekeliruan akan terus berjalan seperti tak terjadi apa-apa. Namun budaya kita sering memfilter kritik bukan pada isinya, tapi pada gayanya. Ukuran “sopan” menjadi elastis: jika kritik menyenangkan, disebut santun; jika menyentil kuasa, dicap menyerang.

Bagaimana mungkin seseorang diminta memperbaiki sesuatu, tanpa diberi tahu apa yang salah? Kritik sejati menyebut dengan jelas letak persoalan, bukan sekadar memberi pujian berbalut basa-basi. Di situlah nilai keberanian dan kejujuran seorang pengkritik diuji.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Kritik Tak Harus Selalu Halus Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun tentu saja, pengkritik pun punya tanggung jawab moral. Kritik yang lahir dari pemahaman dan niat memperbaiki akan berbeda nadanya dari kritik yang digerakkan oleh dendam atau emosi. Kritik yang baik bukan sekadar menyalahkan, tapi menunjukkan kepedulian dan—kalau mungkin—memberi arah perbaikan. Seperti kata seorang filsuf: “Kritik adalah cinta yang bersuara. Karena musuh tak peduli Anda berubah, tapi sahabat ingin Anda membaik.”

BACA JUGA :  Ratusan Juta Dana Desa "Hangus" untuk BUMDes Mangkrak di Merangin, Publik Pertanyakan Peran Aparat Penegak Hukum

Sebaliknya, pihak yang dikritik pun harus punya kerendahan hati. Jangan langsung menilai cara penyampaiannya, tapi cermati substansinya. Kadang kritik terdengar pedas karena masalahnya memang sudah lama dibiarkan. Jangan abaikan jerit kebenaran hanya karena disampaikan dengan suara tinggi.

Yang perlu kita bangun adalah budaya kritik yang saling memperbaiki, bukan saling membungkam. Pengkritik tidak merasa paling tahu, dan yang dikritik tidak merasa paling benar. Dalam ruang seperti ini, kritik menjadi cermin, bukan cambuk.

Jika kita terus menuntut kritik harus sopan dalam arti yang sempit, kita hanya akan menghasilkan budaya bisu. Padahal, lebih baik telinga kita panas oleh kritik hari ini, daripada bangsa kita rusak karena kebisuan panjang.

Maka, daripada berkata “asal sopan”, lebih baik kita berkata: “asal jujur dan bertanggung jawab.” Di situlah letak martabat kritik dan kematangan penerimanya.

Penulis : Nafian faiz : Jurnalis, tinggal di Lampung

Berita Terkait

Tuntutan Tinggi BCKS, Minat Guru Rendah: Alarm Peringatan Kepemimpinan Sekolah di Daerah
Krisis Penegakan Hukum di Indonesia
Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola
Pernah Berhadapan dengan Hukum, Eko Wahyu Pramono Kini Aktif di Advokasi Publik
Memahami SP2DK dari Kacamata Wajib Pajak dan Fiskus
Moekajat Fun Camp 2025 #1 Sukses Digelar, Pererat Kebersamaan Keluarga Lintas Generasi
FES 2025 Dorong Kolaborasi Positif Generasi Muda Lewat Sport, Expo, dan SEKSOS
Berita ini 102 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 14 Desember 2025 - 17:02 WIB

Tuntutan Tinggi BCKS, Minat Guru Rendah: Alarm Peringatan Kepemimpinan Sekolah di Daerah

Sabtu, 13 Desember 2025 - 15:21 WIB

Krisis Penegakan Hukum di Indonesia

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:16 WIB

Pemerintah Sesuaikan PTKP 2025 untuk Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Sabtu, 13 Desember 2025 - 11:11 WIB

Kaleidoskop 2025: Bukan Sekadar Bencana Alam, tetapi Bencana Tata Kelola

Jumat, 12 Desember 2025 - 18:30 WIB

Pernah Berhadapan dengan Hukum, Eko Wahyu Pramono Kini Aktif di Advokasi Publik

Jumat, 12 Desember 2025 - 17:49 WIB

Memahami SP2DK dari Kacamata Wajib Pajak dan Fiskus

Jumat, 12 Desember 2025 - 17:13 WIB

Moekajat Fun Camp 2025 #1 Sukses Digelar, Pererat Kebersamaan Keluarga Lintas Generasi

Jumat, 12 Desember 2025 - 16:54 WIB

FES 2025 Dorong Kolaborasi Positif Generasi Muda Lewat Sport, Expo, dan SEKSOS

Berita Terbaru