Suarautama.id | Halmahera Selatan — Ketua Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Marhaenisme (DPC GPM) Halmahera Selatan, Bung Harmain Rusli, yang juga mahasiswa hukum, mengeluarkan pernyataan tegas terkait polemik pelantikan empat kepala desa di Halmahera Selatan. Ia menanggapi opini sejumlah praktisi hukum maupun pejabat Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) yang dinilai berusaha membenarkan langkah Bupati melalui asas Presumptio Iustae Causa.
Menurut Harmain, penggunaan asas praduga benar sebagai legitimasi pelantikan jelas keliru.
“Asas tersebut memang dikenal dalam hukum administrasi negara, tetapi tidak bisa dijadikan alasan untuk mengabaikan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang sudah membatalkan SK Bupati dan inkracht,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Harmain menekankan, dalam negara hukum, asas Supremasi Hukum dan Finalitas Putusan Pengadilan wajib dijunjung tinggi.
“Mengabaikan putusan inkracht sama saja membuka ruang ketidakpastian hukum, bahkan bisa memicu konflik sosial di tengah masyarakat,” ujarnya.
Ia juga menilai pandangan yang menyebut pelaksanaan putusan PTUN bisa digugat ulang sebagai bentuk kekeliruan fatal.
“Justru itu menabrak asas Kepastian Hukum. Putusan pengadilan yang telah final tidak boleh ditunda apalagi diabaikan,” tandasnya.
Menanggapi pernyataan DPMD, Harmain menilai pelantikan kepala desa tanpa melalui mekanisme hukum lanjutan seperti banding atau kasasi hanya akan memperkeruh keadaan.
“Pelantikan semacam ini berisiko menimbulkan konflik berkepanjangan sekaligus merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum,” katanya.
Dalam seruannya, Harmain meminta pemerintah daerah menjadikan Supremasi Hukum, Finalitas Putusan Pengadilan, dan Kepastian Hukum sebagai fondasi utama setiap kebijakan.
“Pemerintah tidak boleh bersembunyi di balik alasan administratif. Prinsip hukum harus menjadi kompas dalam setiap langkah,” ujarnya lagi.
Ia juga mengingatkan bahwa sebagai pihak tergugat dalam sengketa Pilkades 2023, pemerintah daerah seharusnya menempuh jalur hukum sah melalui banding ke PTTUN atau kasasi ke Mahkamah Agung.
“Selama tidak ada upaya hukum, maka putusan PTUN Ambon terkait pembatalan SK Bupati Nomor 131 tetap sah, mengikat, dan wajib dihormati,” jelasnya.
Landasan Regulasi dan Asas Hukum yang Ditekankan Bung Harmain
Supremasi Hukum (Rule of Law)
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945: Negara Indonesia adalah negara hukum.
Pasal 5 ayat (1) UU No. 30/2014: Pejabat pemerintah wajib mematuhi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Finalitas Putusan Pengadilan
Putusan MK No. 46/PUU-XIII/2015: Putusan pengadilan yang inkracht bersifat mengikat dan final.
Pasal 77 UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN, sebagaimana diubah UU No. 9 Tahun 2004.
Kepastian Hukum
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.
Di akhir pernyataannya, Bung Harmain menegaskan bahwa penghormatan terhadap hukum adalah jalan satu-satunya untuk menjaga stabilitas sosial dan demokrasi. “Ketika hukum ditegakkan konsisten, keadilan dan kepercayaan publik akan tumbuh. Jangan biarkan pelanggaran terhadap putusan pengadilan terjadi terang-terangan,” pungkasnya.
Penulis : Rafsanjani M.utu
Editor : Admin Suarautama.id
Sumber Berita : DPC GPM Halmahera Selatan















