Kelak,
di ujung senja yang kau tatap dengan mata sendu,
akan ada bayangku yang berbisik lirih,
seperti rintik hujan mengetuk jendela hatimu.
Aku bukan badai yang mengoyak,
hanya angin tenang yang pernah kau hirup,
menyelinap dalam rongga tanpa kau sadari,
menjadi sesuatu yang kau rasa,
tanpa pernah benar-benar kau tahu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kalau kata Baskara Langit,
aku ini semesta kecil di matamu,
tidak bercahaya, namun ada.
Kelak,
kau akan merindukanku bukan karena aku pergi,
tetapi karena aku tinggal dalam cara yang tak bisa kau sebut nama.
Aku pernah menjadi pagi yang kau bangunkan,
kopi yang kau teguk saat embun masih bersandar,
dan napas panjang yang kau hembuskan,
ketika dunia terasa begitu berat.
Namun, semua itu kau biarkan berlalu,
seperti daun-daun gugur yang tak pernah kau hitung,
seperti desir pasir yang tak pernah kau genggam.
Kelak,
rindumu padaku bukan sekadar kehilangan,
tetapi perburuan tanpa ujung,
mencari sesuatu yang hanya kau temukan di mataku,
di suaraku, di caraku mencintaimu tanpa suara.
Rindumu akan terasa seperti langit yang terlalu luas,
namun kosong.
Seperti lautan yang terlalu dalam,
namun tak berisi.
Aku ini bukan yang terbaik,
bukan pelangi yang mempesona,
hanya gerimis yang pernah kau lewati,
yang kau rasakan sesaat,
lalu kau lupa.
Namun kelak,
di sela waktu yang menggigit dinginmu,
kau akan menyadari,
gerimis itu menghangatkanmu lebih dari yang kau tahu.
Dan saat itu tiba,
kau akan merindukanku,
bukan sebagai seseorang yang pernah ada,
tetapi sebagai sesuatu yang tak pernah kau temukan
pada siapapun.
Penulis : Putri Aningtyas