SUARA UTAMA – Di tengah semangat peringatan Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia, pemerintah bersama Bank Indonesia resmi meluncurkan Payment ID, sebuah sistem identitas pembayaran digital nasional yang diklaim akan menyederhanakan transaksi keuangan masyarakat. Namun di balik euforia peluncurannya pada 17 Agustus 2025, muncul pertanyaan krusial: apakah Payment ID benar-benar solusi digital bagi rakyat, atau justru membawa beban dan risiko baru?
- Ap aitu Payment ID ?
Payment ID adalah identitas tunggal pembayaran digital, yang memungkinkan masyarakat melakukan dan menerima transaksi tanpa harus membagikan nomor rekening bank. Sistem ini menghubungkan berbagai kanal pembayaran—mulai dari rekening bank, e-wallet, hingga QRIS—dengan satu ID berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Langkah ini diambil untuk menyederhanakan ekosistem pembayaran nasional dan mendukung strategi digitalisasi keuangan secara merata.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
– Untung bagi Rakyat
1. Mudah dan Cepat
Dengan Payment ID, masyarakat cukup memberikan satu identitas pembayaran untuk menerima atau mengirim uang. Tidak perlu lagi mengingat banyak nomor rekening atau dompet digital.
2. Inklusi Keuangan
Payment ID menjadi jembatan bagi kelompok unbanked dan underbanked untuk masuk ke dalam sistem keuangan formal. Terutama untuk petani, nelayan, pedagang pasar, dan pelaku UMKM yang belum memiliki akses luas ke perbankan.
3. Transparansi dan Efisiensi
Pemerintah bisa lebih mudah menyalurkan bantuan sosial (bansos), subsidi, atau dana desa langsung ke warga dengan Payment ID yang terverifikasi, tanpa risiko salah sasaran atau penyimpangan distribusi.
4. Interoperabilitas
Sistem ini memungkinkan pembayaran lintas platform (bank, fintech, e-wallet) dalam satu alur. Ini mempercepat transaksi lintas daerah dan memperkuat daya saing ekonomi digital nasional.
– Risiko dan Beban yang Mengintai
1. Privasi dan Keamanan Data
Kekhawatiran terbesar datang dari isu keamanan data. Dengan Payment ID terhubung ke NIK, potensi pelacakan aktivitas keuangan individu oleh pemerintah atau pihak swasta menjadi sangat besar. Tanpa perlindungan data yang kuat, rakyat rentan disalahgunakan.
Dr. Fadhil Anwar, pakar digital governance dari UI, menegaskan:
“Satu identitas untuk semua transaksi adalah kemudahan, tapi sekaligus pintu masuk pengawasan massal jika tak ada aturan tegas soal pemanfaatan data.”
2. Kesenjangan Digital
Belum semua rakyat punya akses memadai ke teknologi. Di banyak daerah, literasi digital masih rendah. Jika digitalisasi dipaksakan tanpa kesiapan, justru akan memperlebar jurang ketimpangan digital.
3. Ketergantungan dan Sentralisasi
Satu sistem yang terpusat membuat negara sangat bergantung pada satu infrastruktur digital nasional. Bila terjadi gangguan atau kebocoran, dampaknya bisa meluas ke seluruh sistem keuangan.
4. Potensi Eksklusi Sosial
Kelompok lansia, disabilitas, dan masyarakat adat bisa kesulitan mengakses sistem Payment ID. Jika tidak diantisipasi dengan layanan inklusif, mereka berisiko semakin terpinggirkan dari sistem ekonomi formal.
– Perspektif Internasional
Beberapa negara seperti India (dengan UPI) dan Brasil (dengan Pix) telah menerapkan sistem serupa, dengan hasil campuran. Di satu sisi mempercepat transformasi digital, namun di sisi lain menimbulkan debat serius soal kontrol pemerintah atas data transaksi rakyat.
– Perlu Pengawasan dan Partisipasi Publik
Pemerintah harus menjamin bahwa implementasi Payment ID tidak hanya efisien, tetapi juga berkeadilan dan melindungi hak-hak rakyat. Dibutuhkan:
- Undang-undang perlindungan data pribadi (UU PDP) yang aktif dan tegas
- Transparansi pengelolaan infrastruktur Payment ID, termasuk akses publik terhadap audit dan laporan sistem
- Peningkatan literasi digital dan pendampingan di daerah tertinggal
- Jalur pengaduan publik jika terjadi penyalahgunaan atau kesalahan teknis
Penutup: Digitalisasi untuk rakyat, bukan rakyat untuk digitalisasi.
Jika dikelola dengan akuntabel dan inklusif, Payment ID bisa jadi alat emansipasi ekonomi digital rakyat. Tapi jika tidak, bisa menjadi alat kontrol terselubung yang justru menyempitkan ruang gerak kebebasan finansial warga negara.
Peluncuran Payment ID pada 17 Agustus membawa simbol kuat : dari Kemerdekaan fisik menuju kemerdekaan digital. Namun, kemerdekaan sejati adalah ketika rakyat tidak hanya dimudahkan, tapi juga dilindungi dari penyalahgunaan kekuasaan dan data.














