SUARA UTAMA,Merangin – Instruksi Bupati Merangin untuk menumpas aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) tampaknya hanya sebatas retorika. Bukannya surut, praktik PETI di Desa Lubuk Beringin, Kecamatan Muara Siau, justru makin brutal. Sungai Langgam—yang dulu menjadi nadi kehidupan masyarakat—kini luluh lantak dibelah ekskavator yang bekerja tanpa henti, seolah tak pernah tersentuh hukum.
Hasil penelusuran media ini menemukan dugaan kuat bahwa kegiatan PETI tersebut dikendalikan oleh warga setempat bernama Putra. Informasi dari sejumlah warga menguatkan dugaan tersebut.
“Yang main PETI itu Put, anak Sahrul tukang perabot Muara Siau. Alat beratnya kongsi dengan Habibie. Kalau tanahnya mirip Pak Rusli dari desa sini. Yang kerja di situ ada Guruh, adik Pak Kades,” ujar seorang warga yang enggan namanya dipublikasikan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Lain warga bahkan mengaku heran melihat keberanian para pelaku yang bekerja secara terang-terangan di lokasi.
“Pemerintah Kabupaten Merangin lagi gencar memberantas PETI. Bupati jelas melarang. Tapi Sungai Langgam hancur begini. Ini keterlaluan,” tegasnya.
Dampak kerusakan di lapangan memang tidak main-main. Air sungai berubah keruh kecoklatan, biota air mati, dan tebing sungai menganga karena dikeruk secara membabi buta. Jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan hanya alam yang menjadi korban—kehidupan masyarakat yang menggantungkan penghidupan pada sungai pun ikut terancam.
Sebelumnya, Kapolres Merangin AKBP Kiki Firmansyah menyatakan komitmennya untuk menindak segala bentuk PETI. Ia bahkan mengimbau masyarakat untuk tidak ragu melapor.
“Tidak usah takut. Kami pasti tindaklanjuti laporan masyarakat. PETI itu melanggar hukum dan akan kami sikat,” tegas Kapolres.
Sayangnya, di Sungai Langgam, janji itu belum berwujud tindakan. Aktivitas PETI tetap berjalan mulus, seolah ada tameng yang melindungi. Informasi yang beredar menyebut adanya “orang kuat” di belakang para pemain, membuat praktik ilegal ini terlihat seperti kegiatan yang dilegalkan.
Warga pun mulai mempertanyakan konsistensi aparat penegak hukum, baik Polres Merangin maupun Polda Jambi. Mereka menuntut tindakan nyata, bukan sekadar pernyataan di atas kertas.
“Ini bukan hanya soal lingkungan rusak. Ini soal hukum yang diinjak-injak. Kalau aparat diam saja, wajar kalau masyarakat menilai hukum kita masih saja tajam ke bawah, tumpul ke atas,” ujar seorang warga dengan nada menyindir.
Masyarakat berharap pemerintah dan aparat membuka mata dan bertindak sebelum Sungai Langgam benar-benar tinggal cerita.
Penulis : Ady Lubis
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama














