Suarautama.id | Halmahera Selatan – Lemahnya fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Halmahera Selatan kembali menjadi sorotan publik. Kondisi ini dinilai sebagai salah satu faktor penyebab munculnya berbagai polemik kebijakan pemerintah daerah, termasuk dalam kasus pelantikan empat kepala desa yang menuai kontroversi.
Salah satu faktor utama lemahnya fungsi pengawasan tersebut disebut karena rendahnya kapasitas sumber daya manusia (SDM) di internal DPRD. Hal ini terlihat saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) beberapa waktu lalu, di mana sejumlah anggota DPRD mengakui bahwa mereka bukan berlatar belakang hukum, sehingga tidak memahami aspek-aspek hukum dalam pengawasan kebijakan pemerintah.
“Kalau anggota DPRD sendiri tidak memahami hukum, lalu bagaimana mereka bisa menjalankan fungsi pengawasan terhadap kebijakan pemerintah yang semestinya harus berjalan sesuai koridor hukum?” ungkap Praktisi Hukum Bambang Joisangadji, SH, saat dimintai tanggapan oleh Suarautama.id.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Bambang, meskipun tidak semua anggota DPRD berlatar belakang hukum, pemahaman dasar tentang hukum dan tata pemerintahan tetap menjadi hal wajib.
“Karena setiap kebijakan publik, termasuk pelantikan kepala desa, memiliki dasar hukum yang harus dijaga agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power),” tegasnya.
Ia mencontohkan, dalam kasus pelantikan empat kepala desa yang telah dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon karena ditemukan pelanggaran dalam proses pemilihan, seharusnya DPRD tampil sebagai lembaga pengawas yang aktif memastikan putusan hukum dijalankan sebagaimana mestinya.
“Jika DPRD tidak berperan maksimal, maka potensi terjadinya kesalahan dan penyalahgunaan wewenang oleh eksekutif akan terus berulang. Ini sangat berbahaya bagi kualitas pemerintahan daerah,” tambah Bambang.
Namun di sisi lain, publik kini mulai menyoroti hubungan yang dinilai terlalu harmonis antara eksekutif dan legislatif. Isu ini mencuat seiring dengan adanya agenda “makan bersama” antara Bupati Halmahera Selatan dan para anggota DPRD di kediaman Bupati, yang berlangsung tak lama setelah sejumlah kebijakan kontroversial ramai diperbincangkan.
Bagi sebagian kalangan, momen tersebut dianggap mencerminkan kedekatan yang berlebihan antara dua lembaga yang seharusnya saling mengawasi.
“Agenda makan bersama itu sebenarnya hal biasa dalam konteks silaturahmi, tetapi menjadi tidak wajar ketika terjadi di tengah situasi politik yang sensitif dan banyak kebijakan publik sedang dipersoalkan,” ujar Bambang menambahkan secara hati-hati.
Ia menilai, harmoni antara eksekutif dan legislatif memang penting, namun tidak boleh sampai mengaburkan fungsi kontrol. “Jika hubungan menjadi terlalu akrab, publik bisa menilai bahwa fungsi pengawasan DPRD mulai tumpul,” tutupnya.
Pengamat menilai, lemahnya pengawasan DPRD bukan hanya berdampak pada proses demokrasi lokal, tetapi juga menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif sebagai penyeimbang kekuasaan eksekutif di Halmahera Selatan.
Penulis : Rafsanjani M.utu
Editor : Admin Suarautama.id
Sumber Berita : Wawancara















